Dilema Menghadapi Supir Ugal-ugalan

supir ugal ugalan

Banyak orang yang geram mendengar kecelakaan Metro Mini yang menabrak anak sekolah baru-baru ini. Apalagi sang supir Metro Mini tidak punya SIM dan kendaraannya sangat tidak layak jalan setelah dilakukan inspeksi oleh pihak berwenang. Metro Mini ini pun ngebut tanpa mengindahkan batas kecepatan di jalur busway. Lengkaplah sudah kesalahan dari supir Metro Mini yang ugal-ugalan itu.

Geram, kesal dan marah mendengar hal tersebut terjadi adalah hal yang wajar. Bahkan tanpa ada kecelakaan sekalipun, kita sering kesal melihat Metro Mini atau angkutan umum lain yang berjalan seenaknya dan dalam kecepatan tinggi, terutama saat angkutan umum tersebut sedang berebut sewa dengan rekan sejawatnya. Jalan raya bagaikan ajang adu balap. Serobot sana-sini menjadi pemandangan biasa. Saat itu terjadi, kita sebagai orang yang mengamati tindak-tanduk supir angkutan umum tersebut akan merasa hal yang sama dengan di atas, yaitu geram, kesal dan marah.

Namun lain halnya jika kita berada di dalam kendaraan yang sedang ugal-ugalan tersebut. Sebagai pengguna angkutan umum kita menghendaki agar bisa sampai dengan tujuan secara cepat. Supir ugal-ugalan memfasilitasi tujuan kita tersebut. Seenaknya menyerobot antrian. Seenaknya jalan di jalur busway. Mesin terdengar selalu meraung-raung tanda bahwa sedang ada ajang adu balap. Tak satu pun penumpang yang melakukan teguran kepada sang supir yang ugal-ugalan. Teguran hanya dilakukan bila sang supir mengerem mendadak dan menyebabkan beberapa penumpang yang berdiri terjungkal ke depan. Selebihnya, semua terdiam membisu, malah mungkin menikmati pelayanan dari sang supir ugal-ugalan.

Dari sini terlihat ada dua pihak yang berlawanan. Malah kadang kedua pihak itu adalah orang yang sama. Saat kita berada di luar angkutan umum yang supirnya ugal-ugalan, apalagi saat jalan kita diserobot seenaknya oleh sang supir, maka kita berada di pihak pertama. Sedangkan bila suatu saat kita sedang berada di angkutan umum dan sang supir yang melayani kita melakukan ugal-ugalan, namun tidak ada benturan, serempetan atau penilangan dari pihak kepolisian walaupun jelas melanggar aturan, maka kita berada di pihak kedua dan otomatis mendukung aksi ugal-ugalan tersebut.

Saya juga kadang menikmati bila disupiri oleh supir yang ugal-ugalan. Seringkali saya tersenyum melihat tingkah supir dan kenek yang bahu membahu melanggar aturan dengan berjalan seenaknya. Tidak ada usaha sedikitpun dari saya untuk menegur supir atau kenek tersebut. Paling-paling yang saya lakukan adalah memegang pegangan lebih kencang dan menguatkan seluruh badan agar jika terjadi rem mendadak atau malah terjadi benturan dengan kendaraan lain, kita tidak terlalu terkena efek yang merugikan.

Entahlah, kadang kala kita sendiri memiliki standar ganda mengenai supir ugal-ugalan. Jika supir ugal-ugalan kita lihat berada di kendaraan yang berbeda dengan kita, maka kita mengutuk supir tersebut. Namun jika supir ugal-ugalan tersebut berada di kendaraan yang sama dengan kita, maka kita membiarkannya berbuat seenaknya, malah mungkin gara-gara pembiaran kita, ada orang tidak bersalah mendapatkan musibah seperti kasus anak sekolah baru-baru ini.

Jika demikian bukankah kita sendiri yang membuat anak sekolah itu tertabrak?

Jadi ingat kalimat menarik mengenai hal ini yang pernah saya baca di pamflet keselamatan di kantor saya :

“I could have saved a life that day, But I chose to look the other way” {nice1}

Gambar diambil dari : http://us.images.detik.com/content/2013/07/24/10/121835_114247_metro1.jpg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *