Pemahaman Saya Terhadap Zakat Selama ini Rupanya Salah

zakat

Sejak dulu saya menyamakan dasar perhitungan zakat dengan pajak. Pajak dasar perhitungannya adalah pendapatan atau penghasilan. Dengan dasar yang sama saya pun mendasarkan perhitungan zakat kepada pendapatan atau penghasilan saya.

Misalkan pendapatan saya per tahun adalah 100 juta, maka kalau itu dihitung secara pajak, kira-kira pajak saya adalah 10 juta. Namun dengan jumlah pendapatan yang sama, zakat saya hanya 2,5 juta. Jika 100 juta dibagi 12 bulan, maka satu bulannya pendapatan saya setara dengan 8,3 juta.

Dulu saya berpendapat bahwa jika saya memiliki penghasilan 8,3 juta per bulan, maka saya pun harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % dari penghasilan saya yaitu 210 ribuan. Daripada saya bayar zakatnya kurang, maka seringkali saya genapkan ke atas pengeluaran zakat saya ke 250 ribu atau 300 ribu per bulannya.

Dengan demikian saya terhindar dari kekurangan bayar zakat yang menyebabkan saya berpotensi mendapatkan azab dari Allah SWT.

Persepsi itulah yang selalu terpatok dalam pikiran saya sampai tahun ini. Jadi setiap saya mendapatkan gaji, maka saya akan mengeluarkan sebagiannya untuk keperluan zakat. Biasanya saya mencadangkan hingga 10 % dari pendapatan saya untuk kepentingan zakat dan sumbangan. Dengan memberi lebih, saya yakin saya tidak akan pernah kekurangan dalam membayar zakat.

Pemahaman saya tentang zakat yang satu lagi adalah penghasilan yang sudah dizakatkan menjadi bebas zakat untuk seterusnya walaupun penghasilan tersebut nantinya dipakai untuk investasi atau pengembangan lain. Jadi misalnya pendapatan saya bulan Januari 10 juta. Lalu saya zakatkan 300 ribu. Yang 10 juta ini sudah bebas mau saya buat apa saja. Bahkan jika nanti berkembang, saya tidak perlu lagi mengeluarkan zakat atas pengembangannya.

Namun akhirnya pemahaman saya tentang zakat sedikit terganggu di Ramadhan kemarin. Seorang penceramah di masjid kantor saya berkata bahwa tunaikan zakat dari hartamu. Semua kata-kata dia referensinya selalu berbicara tentang harta. Emas adalah sebuah harta. Tabungan adalah sebuah harta. Rumah adalah sebuah harta. Hewan Ternak juga adalah harta. Jadi semua hal yang dibicarakannya adalah semua tentang harta. Tidak ada satu pun penceramah itu berbicara tentang pendapatan atau penghasilan.

Pemahaman saya pun mulai goyah. Lalu timbul pertanyaan di benak saya, apakah zakat itu dasarnya pendapatan atau harta? Revenue or Asset? Saya bertanya ke teman-teman dekat saya namun mereka tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan bagi saya. Sampai akhir Ramadhan pun saya masih menggunakan pemahaman bahwa zakat basisnya adalah pendapatan. Namun selama ini saya memberikan persentase yang lebih besar dari pendapatan saya untuk kepentingan zakat.

Saya pun mulai mencari-cari lewat internet. Cari di google tentang zakat, bahkan masuk ke website-website resmi lembaga zakat untuk mencari informasi tentang zakat. Saya tidak puas akan temuan saya, karena semua yang ada di website hanya menyatakan bahwa harta yang telah dimiliki atau ditahan selama 1 tahun wajib dizakati. Dengan kata-kata seperti itu masih ada kemungkinan dasar zakat adalah penghasilan, yaitu penghasilan yang ditahan selama 1 tahun dan telah mencapai nisabnya.

Informasi di website-website tersebut belum menjawab pertanyaan saya yang paling dasar.

Pertanyaannya adalah :

Jika saya memiliki emas 100 gram (sudah lewat nisab) tahun lalu. Sudah saya zakati tahun lalu, zakatnya dalam bentuk uang tunai setara nilai emasnya. Tahun ini emas tersebut tidak nambah sama sekali. Apakah saya tetap harus mengeluarkan zakat dari emas 100 gram saya tahun ini padahal telah saya tunaikan zakatnya tahun lalu?

Jawaban dari pertanyaan ini menentukan apakah zakat itu dasarnya harta atau dasarnya penghasilan.

Jika jawaban pertanyaan di atas adalah ya, berarti zakat itu dasarnya harta dan harus dikeluarkan tiap tahun sesuai dengan sisa saldo harta kita selama melewati batas nisab. Jika jawabannya adalah tidak, berarti zakat itu dasarnya penghasilan dan tiap-tiap pengembangan yang berasal dari penghasilan yang zakatnya telah dikeluarkan, tidak perlu dikeluarkan zakatnya, kecuali pengembangan tersebut telah direalisasikan atau dicairkan atau dijual. Baru hasil tersebut menjadi penghasilan baru yang terkena zakat.

Lalu saya menemukan sebuah video di youtube yang berisi dialog mengenai zakat. Narasumber dari dialog ini adalah Dr. Zakir Naik. Saya tidak kenal orang ini, tapi penjelasannya tentang zakat menjawab pertanyaan saya di atas. Video tersebut terdiri dari 10 bagian, dan ini adalah bagian pertamanya

{youtube}mjYByYpq2kQ{/youtube}

Di bagian-bagian selanjutnya akan dijelaskan berbagai kasus tentang zakat, bahkan apakah zakat tersebut dibayar sekali seumur hidup atau dibayar tiap tahun. Penjelasannya cukup membuka wawasan saya tentang zakat dan saya mulai mengerti bahwa zakat dasarnya adalah harta dan bukan pendapatan.

Kemudian saya pun langsung menghitung-hitung harta yang saya miliki namun tidak saya gunakan. Biarpun dasarnya zakat adalah harta, tapi harta yang dipakai atau digunakan sendiri tidak dihitung sebagai dasar zakat. Saya pun mulai menghitung harta saya yang sedang tidak saya gunakan atau hanya disimpan. Emas, tabungan, deposito, reksdana, saham dan apartemen adalah harta-harta saya yang sedang tidak terpakai namun sedang dikembangkan. Saya pun mencatat pula hutang-hutang saya termasuk hutang kepada bank atas pembelian apartemen dan juga hutang ke perusahaan atas pinjaman lunaknya. Selisih antara harta dan hutang adalah dasar harta saya yang menjadi basis zakat. Kalikan jumlah tersebut (nilai saat ini, bukan nilai saat beli) dengan 2,5 % maka saya mendapatkan sebuah nilai zakat yang harus saya keluarkan.

Untungnya jumlah yang telah saya keluarkan selama setahun terakhir ini sudah lebih daripada nilai yang keluar dari perhitungan di atas. Artinya saya masih aman. Namun lebihnya ini masih bercampur dengan segala sedekah yang saya berikan selama satu tahun terakhir. Takutnya ada orang-orang yang tidak berhak menerima zakat yang saya sedekahkan sehingga tidak dapat dihitung sebagai zakat.

Namun untuk tahun depan, yaitu menjelang Ramadhan, saya harus benar-benar memisahkan mana pengeluaran untuk zakat dan mana untuk sedekah. Bahkan karena besarnya nilai zakat, bisa jadi saya akan tunda pengeluaran zakat saya dan dikeluarkan setelah Ramadhan tahun depan. Semoga zakat saya tahun depan dapat bermanfaat bagi orang lain dan berkontribusi besar bagi kehidupan ekonomi orang tersebut.

Ya saya sedang merencanakan untuk memberikan uang zakat kepada seseorang yang saya kenal tahun depan secara sekaligus agar orang tersebut bisa terbebas dari kesulitan hidup dan mudah-mudahan menjadi pemberi zakat di tahun-tahun berikutnya. Amin {nice1}

Gambar diambil dari : https://www.rumahzakat.org/wp-content/uploads/2014/04/zakat.jpg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *