Tax Amnesty dan Zakat Harta

Kabar gembira untuk kita semua. Uang tebusan Tax Amnesty yang digelar pemerintah pada periode pertama yaitu hingga tanggal 30 September 2016 kemarin telah mencapai 97,2 triliun rupiah. Benar-benar angka fantastis! Artinya dengan tarif pajak yang berlaku 2% untuk periode pertama, sudah ada deklarasi harta sebanyak 4.860 triliun rupiah yang dilaporkan oleh para wajib pajak.

Semua mengatakan program Tax Amnesty ini sukses, bahkan melebihi harapan yang diperkirakan. Betul-betul langkah brilian yang diambil pemerintah!

Nah apa sih Tax Amnesty itu?

Singkatnya adalah pengampunan pajak bagi para wajib pajak untuk periode 1985 hingga 2015. Kenapa 1985? Kabarnya dulu sekali pernah ada program Tax Amnesty serupa hingga periode 1984. Dengan ikut Tax Amnesty, segala hutang pajak pada periode itu sudah dianggap lunas dan tidak akan diperiksa kembali. Namun syaratnya adalah dengan membayar uang tebusan untuk deklarasi harta yang belum dilaporkan di SPT tahunan 2015. Sampai 30 September 2016 tarif tebusannya 2% dan mulai 1 Oktober 2016 naik jadi 3%.

Program Tax Amnesty adalah program khusus dari pajak. Kenapa khusus? Karena basisnya yang khusus. Biasanya pajak, terutama pajak yang wajib dilaporkan wajib pajak bersumber dari penghasilan, bukan dari harta. Jadi hartanya berapa pun, bukan menjadi dasar perhitungan pajak yang dibayarkan pada tahun berjalan. Yang jadi dasar hanya penghasilannya. Berapa penghasilannya pada tahun berjalan, dari situlah pajak harus dibayarkan.

Namun kali ini dasarnya adalah harta. Harta yang mana? Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT tahunan 2015. Misalnya selama ini kita belum melaporkan dua unit apartemen milik kita di SPT tahunan, maka inilah saatnya melaporkan harta tersebut. Tapi ya itu, ada tebusannya yang harus dibayar. Sampai sini seharusnya program Tax Amnesty sudah cukup clear.

Nah sekarang apa hubungannya dengan zakat?

Secara singkat, zakat adalah kewajiban tahunan yang harus ditunaikan setiap muslim. Kewajiban itu berkaitan dengan kepemilikan harta muslim tersebut di tahun berjalan. Ada batas minimum harta yang harus dimiliki seorang muslim sehingga dia wajib menunaikan zakat. Batas minimum itu namanya Nisab.

Tarif zakat yang dasarnya dari harta (bukan penghasilan) adalah 2,5 % dari total harta setiap muslim. Tarif zakat 2,5% ini bisa dilihat dari berbagai hadist Nabi Muhammad SAW tentang zakat. Memang beliau tidak menyebut secara langsung tarif zakat itu 2,5%, namun beliau menyebut perbandingan harta kepemilikan dengan kewajiban bayarnya, yang akhirnya disimpulkan tarifnya 2,5% dari harta.

Ada memang beberapa harta yang tidak diikutkan sebagai dasar perhitungan zakat, biasanya yang bersifat harta pokok seperti rumah tinggal yang ditempati seorang muslim tersebut.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa terdapat begitu banyak kesamaan antara program Tax Amnesty dengan Zakat. Keduanya sama-sama berdasarkan kepada harta. Keduanya sama-sama memberlakukan tarif atas harta. Keduanya pun sama-sama memiliki batas waktu.

Walaupun keduanya memiliki kesamaan atas harta, tarif dan waktu, tapi keduanya pun berbeda dari ketiga hal tersebut.

Pada dasar harta, program Tax Amnesty khusus menyasar kepada harta-harta yang selama ini belum dilaporkan. Sedangkan pada zakat, harta yang dijadikan dasar adalah total harta dikurangi dengan kepemilikan harta pokok, tidak perduli apakah sudah pernah dibayar tarifnya di tahun sebelumnya, selama harta tersebut masih menjadi milik seorang muslim, dan didapat dari cara-cara yang halal (saya tak mengerti kewajiban zakat jika dari cara-cara yang haram), maka harta tersebut menjadi dasar pembayaran zakat.

Pada dasar tarif, program Tax Amnesty memberlakukan tarif yang terus meningkat seiring berjalannya program. Tahap pertama tarif pajaknya 2%, tahap kedua 3% dan tahap ketiga 5%. Sedangkan pada zakat prinsipnya tidak ada perubahan tarif yaitu 2,5% untuk setiap waktunya. Hanya ada beberapa kondisi khusus yang menyebabkan tarif zakat sedikit berubah misalkan zakat pertanian atau zakat hasil temuan.

Pada dasar waktu, program Tax Amnesty hanya berlangsung hingga 31 Maret 2017 dan berlaku untuk periode pajak 1985 hingga 2015. Tidak ada lagi program Tax Amnesty setelah tanggal 31 Maret 2017 untuk periode pajak yang sama. Sedangkan pada zakat waktunya adalah tiap tahun, namun memang tidak ada batas waktu yang jelas untuk satu tahun dimaksud, misalnya harus dibayar tiap bulan Maret atau tiap bulan Syawal. Yang ditentukan hanya waktu kepemilikan hartanya yaitu satu tahun dan dibayar tiap tahun.

Untuk menjawab apa hubungannya program Tax Amnesty dengan Zakat sebenarnya sangat mudah. Jika umat muslim membayar zakatnya dengan benar, maka saya rasa uang hasil zakat per tahunnya bisa lebih besar lagi daripada uang tebusan yang berhasil didapat dalam program Tax Amnesty ini. Kenapa saya bilang lebih besar? paling tidak ada dua faktor

Faktor pertama adalah tarif. Zakat tarifnya 2,5%, program Tax Amnesty tahap pertama 2%. Perbedaan 0,5% mungkin kecil, tapi kalau kita lihat dari nilai deklarsi harta, maka angkanya bisa bertambah cukup signifikan. Dengan asumsi angka deklarasi yang sama, tarif zakat menghasilkan jumlah 121,5 triliun rupiah, atau berbeda 24,3 triliun rupiah.

Faktor kedua adalah cakupan harta. Zakat cakupannya adalah seluruh harta, tentunya setelah dikurangi harta yang sifatnya pokok. Program Tax Amnesty cakupannya adalah harta-harta yang belum dilaporkan saja. Dari sifat cakupannya, wajar jika cakupan harta sebagai dasar pembayaran zakat lebih besar dari itu, karena mencakup hampir keseluruhan harta.

Tapi tentu ada beberapa masalah dari faktor kedua ini. Zakat hanya wajib bagi umat muslim. Umat di luar muslim tidak. Sedangkan yang kita tahu pengusaha-pengusaha besar, konglomerat-konglomerat di Indonesia mayoritas bukan muslim. Oleh karena itu tidak bisa digunakan sebagai perbandingan dengan angka harta deklarasi di atas sebagai dasar potensi pembayaran zakat.

Untuk itu kita harus melakukan asumsi. Asumsi pertama mengenai rasio harta deklarasi yang dari umat muslim. Asumsi kedua mengenai rata-rata rasio harta yang sudah pernah dilaporkan dengan yang diikutkan program Tax Amnesty. Asumsi ketiga mengenai rasio harga wajar harta yang dilaporkan dan diikutkan dalam program Tax Amnesty dengan harga laporan. Asumsi keempat mengenai rata-rata rasio harta pokok yang dimiliki seseorang atau sebuah badan usaha.

Asumsi pertama saya ambil nilai 15%. Kenapa 15%? karena biasanya pengusaha besar dan konglomerat memiliki jumlah harta yang lebih banyak daripada ratusan bahkan ribuan orang kebanyakan. Lagipula seringkali disebut bahwa 80-90% kekayaan kita hanya dinikmati oleh 10-20% penduduk…atau semacam itulah. Tapi kan ada juga pengusaha besar yang muslim, jadi ya 15% itu udah asumsi yang cukup baik.

Asumsi kedua saya ambil 60%. Kenapa 60%? karena saya yakin ada yang tidak ikut program Tax Amnesty ama sekali, presiden kita juga gak ikut loh. Ada juga yang ikut hampir 100%, biasanya bagi yang gak pernah lapor pajak. Ada juga yang ikut jika kira-kira bayar tebusannya masih terjangkau. 60% dari total harta yang pernah dilaporkan dan hanya tinggal melaporkan 40% dari total harta dan ditebus saya rasa cukup rasional secara rata-rata.

Asumsi ketiga saya ambil 200%. Kenapa 200%? karena di aturan tentang harta yang dilaporkan di SPT tahunan dan harta deklarasi tidak mewajibkan untuk memasukkan harga wajar atau harga pasar tahun 2015. Bahkan yang dilaporkan di SPT tahunan hanyalah harga beli. Bisa juga bagi wajib pajak memasukkan harta deklarasi dengan harga beli untuk yang sifatnya harta tetap dan harga wajar (yang tentu nilainya lebih kecil) untuk yang sifatnya harta bergerak. Maka saya asumsikan bahwa nilai wajar hartanya yang sesungguhnya adalah dua kali dari harta totalnya yang dilaporkan dan didekalarasikan ke kantor pajak. Kenapa harga wajar? karena zakat dasarnya adalah harta dengan harga wajar saat kewajiban pembayaran terjadi.

Asumsi keempat saya ambil 20%. Kenapa 20%? karena harta pokok ini biasanya berupa rumah tinggal atau satu kendaraan yang dimilikinya. Untuk yang tidak memiliki harta banyak, rasionya bisa signifikan. Namun yang hartanya melimpah, maka rasionya akan sangat kecil.

Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, dari nilai total deklarasi di atas sebesar 4.860 triliun rupiah, maka yang berasal dari muslim berjumlah 729 triliun rupiah. Dari 729 triliun rupiah itu hanya 40% dari total hartanya. Sehingga total harta muslim semua yang dideklarasi pada program Tax Amnesty dan yang sudah dilaporkan sebelumnya berjumlah 1.822,5 triliun rupiah. Dari 1.822,5 triliun rupiah harta yang dilaporkan dan dideklarasikan ke kantor pajak, harga wajarnya adalah dua kalinya yaitu sebesar 3.645 triliun rupiah. Dari 3.645 triliun rupiah yang bukan merupakan harta pokok adalah 2.916 triliun rupiah. Angka inilah yang menjadi potensi dasar pembayaran zakat tahunan umat muslim di Indonesia seharusnya. Dengan potensi angka itu artinya potensi pembayaran zakat tahunan umat muslim di Indonesia adalah 72,9 triliun rupiah.

Itu baru dihitung dari wajib pajak yang terdaftar di kantor pajak ya. Masih banyak wajib pajak yang tidak terdaftar di kantor pajak. Yah bisa jadi jumlah umat muslimnya juga cukup banyak dari wajib pajak yang tidak terdaftar itu.

Angka 72,9 triliun rupiah pun sangat jauh di atas target penerimaan zakat dari Baznas yang diterbitkan pada bulan Juni 2016 lalu yang hanya sekitar 5 triliun rupiah di tahun 2016. Ada potensi kekurangan pembayaran zakat tahunan di Indonesia sekitar 68 triliun rupiah per tahunnya karena umat muslim tidak diedukasi secara benar cara membayar zakat tahunannya.

Sudah saatnya kita mempelajari dan memberikan edukasi pembayaran zakat secara lebih komprehensif sehingga umat muslim berlomba-lomba untuk membayar zakatnya dengan benar. Potensinya sangat besar, setara dengan APBD DKI Jakarta beberapa tahun belakangan ini. Banyak yang bisa dilakukan oleh lembaga zakat atau badan pengelola zakat dengan uang sebanyak itu.

Umat pun akan lebih sejahtera..amin.

One thought on “Tax Amnesty dan Zakat Harta

Leave a Reply to ZUHAIR AKBAR Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *