Commuter Line Oh Commuter Line

Mungkin anda tahu bahwa mulai Sabtu, 2 Juli 2011 lalu, PT KAI lewat anak perusahaannya PT KAI Commuter Jabodetabek meluncurkan layanan baru kereta listrik (KRL) yaitu Commuter Line. Dengan adanya layanan Commuter Line ini, maka setiap KRL akan berhenti di setiap stasiun dan hanya mengenal satu jenis operasi, walaupun diselingi dengan KRL kelas ekonomi di jalur yang sama.

Penggunaan satu jenis operasi atau single operation ini menurut saya sangat baik, karena memang di negara-negara yang kualitas transportasi publiknya sudah baik, perjalanan keretanya hanya mengenal single operation. Bahkan di negara-negara tersebut hanya mengenal satu layanan kelas, tidak seperti di Jabodetabek yang masih memberlakukan sistem kelas layanan, yaitu ekonomi dan commuter line.

Pelayanan KRL single operation ini akan sangat optimal jika diikuti oleh pemisahan jalur antara kereta commuter line dengan kereta jarak jauh, misalnya ke Bandung atau Surabaya. Setahu saya jalur Gambir hingga Manggarai yang merupakan jalur Commuter Line untuk Jakarta Kota – Bogor, juga dipakai oleh jalur kereta jarak jauh di berbagai kelas. Tentunya hal ini sedikit banyak akan mengganggu ketepatan waktu KRL Commuter Line yang bersinggungan dengan jalur kereta jarak jauh.

Jika Jakarta Kota – Bogor mungkin hanya dilewati di sekitar Gambir hingga Manggarai, maka hal yang berbeda dialami oleh Commuter Line Bekasi – Jakarta Kota. Jalur ini hampir selalu bersinggungan dengan jalur kereta jarak jauh. Dan kita tahu sendiri bahwa kereta jarak jauh, terutama kereta eksekutif merupakan andalan PT KAI agar tetap bertahan di industri transportasi. Artinya, di situlah keuntungan terbesar yang dimiliki PT KAI. Akibatnya, kereta jarak jauh akan mendapatkan prioritas utama untuk melintasi jalur yang dipakai bersama antara kereta jarak jauh dengan Commuter Line.

Dengan demikian, PT KAI sendiri tidak konsisten dengan janjinya. Jika memang Commuter Line merupakan single operation di jalur KRL, maka harusnya di jalur tersebut steril dari kereta dengan jalur lain. Mirip seperti jalur busway yang harus steril dari kendaraan lain jika ingin menawarkan ketepatan waktu.

Akan sulit bagai PT KAI memberikan pelayanan optimal jika kereta jarak jauh masih beroperasi di jalur yang juga dilewati Commuter Line. Karena ketika kedua jenis kereta bertemu di jalur yang sama, maka harus ada kereta yang diberi prioritas lebih. Dengan demikian kereta yang mendapat prioritas rendah akan berhenti dan menunggu. Berhentinya kereta tersebut akan berdampak kepada jadwal kereta di belakangnya dan belakangnya dan belakangnya. Belum lagi jika terjadi penumpukan kedatangan atau keberangkatan kereta jarak jauh yang melewati Commuter Line.

Kalau busway jalurnya tidak steril, mungkin kita bisa maklum akan keterlambatannya. Tapi kalau kereta yang memiliki jalur khusus terlambat karena tidak steril, mungkin itu agak tidak masuk di akal, apalagi tarif Commuter Line bisa dibilang merupakan tarif yang premium.

PT KAI, bisakah anda mensterilkan Commuter Line demi optimalisasi layanan? Jika bisa, maka sebenarnya Jakarta tidak membutuhkan MRT yang akan dibangun dari Lebak Bulus hingga Dukuh Atas. Tinggal memanfaatkan Commuter Line untuk perjalanan dalam kota, apalagi ada Blue Line yang katanya merupakan jalur memutar keliling Jakarta.

Kuncinya satu, yaitu sterilisasi jalur. Bisakah?

Commuter Line….Oh…..Commuter Line…..(Gaya Ustadz Nur Maulana :D) {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *