Altina Lahir Ke Bumi

17 November 2011

Pagi hari ketika bangun tidur pukul 04.30 saya melihat istri dalam posisi siap tuk menunaikan shalat subuh. Tahu aku terbangun langsung saja ia menyuruhku ambil wudhu untuk sama-sama menunaikan shalat subuh berjamaah.

Setelah selesai menunaikan shalat subuh, istriku terlihat muram. Melihat gelagat yang gak biasa aku langsung bertanya kepadanya kenapa dikau bermuram durja.

“Si Plibak malam tadi gak gerak pas istri ngetik. Biasanya di malam hari pas lagi ngetik itulah dia lagi heboh-hebohnya bergerak. Nah sejak tadi malam baru sekali nih geraknya, mana pelan banget lagi.” Begitulah kira-kira perkataan istri menjawab pertanyaan saya.

“Ok kalo gitu coba kesini dulu.” Aku menunjuk tempat tidur dan menyuruhnya berbaring sejenak supaya aku dapat mendengarkan detak jantung si Plibak. Duk duk duk terdengar bunyi detak jantung Plibak meskipun agak cepat dibandingkan dengan detak jantung orang dewasa.

“Kalo masih khawatir nanti kita ke dokter, tapi suami minta ijin dulu ya. Sementara ini suami siap-siap untuk ke kantor dulu in case gak jadi ke dokternya.” Akhirnya saya mandi dan mempersiapkan diri tuk pergi ke kantor.

Sesaat sebelum pergi ke kantor, saya bertanya kembali, “Gimana, mau ke dokter hari ini ato gak?” “Baru kerasa dua kali nih pagi ini dan pelan banget. Jadi deh ke dokter pagi ini,” jawab istri saya.

Langsung saja saya sms rekan shuttle untuk bilang bahwa saya tidak ikut shuttle hari itu. Setelah itu saya sms atasan saya minta ijin gak masuk karena antar istri ke dokter.

Pagi itu harusnya istri saya melakukan presentasi kuliah yang dibuatnya sejak malam sebelumnya. Dia sempat ditelepon oleh teman kuliahnya bahwa dosennya menghendaki laporan hari itu juga. Akhirnya pagi-pagi itu dia menyelesaikan laporannya dan segera dikirim ke temannya lewat email.

Ketika dia sedang menyelesaikan laporannya, saya ingatkan dia untuk sms dokternya dalam rangka menanyakan perihal keluhannya. Untungnya respon si dokter cukup cepat dan diinstruksikan untuk segera datang ke kamar bersalin untuk rekam jantung si Plibak di Rumah Sakit Harapan Kita.

Pukul 10 lewat akhirnya kami berangkat ke rumah sakit dan sampai di sana kira-kira pukul 11. Sebagai informasi untuk mencari parkiran di jam-jam segitu sangat sulit karena mobil sudah banyak parkir paralel dan seringkali menutup jalan masuk atau jalan keluar parkirnya. Setelah 15 menit mencari dan memutar, akhirnya saya mendapatkan ruang parkir di bagian depan gedung rumah sakit.

Istri saya dengan setia menunggu saya mencari ruang parkir di lobi depan rumah sakit yg saat itu kebetulan ada seminar mengenai kanker serviks yg diadakan di lobi rumah sakit tersebut.

Selanjutnya kami melakukan pendaftaran di bagian rawat jalan dan disuruh langsung ke lantai 3 gedung ke kamar bersalin.

Di kamar bersalin istri saya langsung diarahkan menuju salah satu kamar untuk melakukan rekam jantung bayi sesuai yang diinstruksikan dokternya kepada istri saya lewat sms. Sedangkan saya diminta oleh perawat tuk mengurus administrasinya karena kamar bersalin tersebut adalah bagian dari rawat inap

Untuk mengurus administrasi saya harus ke UGD untuk daftar kamar bersalin, lalu balik ke tempat pendaftaran awal (rawat jalan) untuk ambil kartu asuransi dan memberikan kartu asuransi tersebut ke bagian rawat inap yang dalam hal ini namanya tata rekening.

Selesai urus administrasi saya kembali ke kamar bersalin tuk menemani istri.Tidak lama berselang, dokter kandungan istri saya datang dan memberikan kabar bahwa operasinya besok pagi atau malamnya karena dari rekam jantung terlihat ada kontraksi-kontraksi walaupun masih sedikit. Karena sudah firm mau operasi keesokan hari atau malamnya maka ada rencana tuk memindahkan kami ke kamar rawat inap sementara. Namun dokter menyuruh kami agar tetap di tinggal di kamar bersalin hingga ada keputusan lebih lanjut.

Setelah menunggu beberapa jam sampai saya ketiduran di lantai kamar bersalin, akhirnya diputuskan oleh sang dokter untuk melakukan operasi malam itu pukul 20. Langsung saja saya menghubungi keluarga (Abang, Mama dan Adik saya) mengenai informasi tersebut. Tidak lupa saya juga sms atasan mengenai kabar ini karena mau minta ijin cuti hingga minggu depan.

Dengan informasi dokter bahwa istri saya akan dioperasi pukul 20, maka sejak pukul 14 dia harus mulai puasa. Pengecekan darah telah dilakukan beberapa hari sebelumnya ketika kami kontrol kandungan untuk terakhir kalinya. Sekitar pukul 18.30 istri saya diinjeksi dengan antibiotik dan mulai diberikan infus.

Pukul 19 mulai diberikan kateter dan menunggu ibu mertua untuk datang membawakan gurita dan kain panjang yang akan dipakai oleh istri saya sehabis operasi. Setelah semuanya siap, pukul 20 lebih sedikit istri saya akhirnya dipindahkan ke ruang operasi.

Tadinya saya, bapak dan ibu mertua sudah menunggu di ruang tunggu operasi yang disediakan. Rupanya saya dipanggil oleh suster untuk menemani istri saya sembari menunggu dokternya datang. Menurut pengalaman kami beberapa kali check up ke dokter istri saya ini, dia selalu kelar praktek sekitar pukul 21. Benar saja, sekitar 20.45 si dokter baru muncul siap dengan pakaian perangnya. Saya langsung keluar kamar operasi dan menunggu di ruang tunggu bersama bapak, ibu mertua, mas Bambang dan ibu saya.

Pukul 21.15 terdengar tangisan anak bayi sampai ke ruang tunggu operasi. Mas Bambang langsung bilang, “Eh dah lahir tuh.” Tapi kami masih belum yakin karena terlihat secara siluet belum ada orang yang membuka pintu dan keluar dari ruang operasi. Tidak lama ada orang yang lewat di selasar ruang operasi mengatakan bahwa ada suara bayi nangis keras sekali. Langsung saja saya merasa sangat senang, artinya bayi menangis dari ruang operasi adalah bayiku!

Beberapa menit kemudian terlihat suster membuka pintu operasi dengan membawa box kereta bayi dan ada seorang bayi di box tersebut. Kami langsung mendekati bayi tersebut dan keluarga yang lain langsung bereaksi dengan mengeluarkan kamera yang dibawanya untuk mengabadikan si jabang bayi yang baru lahir ke dunia.

Sebagai ayah dari sang bayi, saya mendapatkan kehormatan untuk mengikuti suster tersebut ke ruang observasi bayi tidak jauh dari tempat operasi. Pertama-tama saya disuruh untuk memakai jubah dokter sebelum memasuki ruang tersebut. Di dalam ruangan saya melihat beberapa box bayi dengan alat pengatur suhu box yang rata-rata diset di angka 34-35 derajat celcius tanpa ada satupun bayi berada di dalamnya. Bayi saya dibersihkan sedikit oleh sang suster lalu ditimbang dan diukur tinggi serta lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar lengannya. Hasil pengukuran, berat bayi saat lahir adalah 3,035 gram dan tinggi badannya 49 cm.

Setelah mengukur bayi, suster tersebut lalu memakaikan baju kepada bayi saya, kemudian melakukan cap stempel kaki pada log book bayi, memberikan gelang identitas supaya tidak tertukar dan membungkusnya. Kemudian dia memberikan bayi itu kepada saya untuk saya gendong dan jika diperlukan azan maka itu adalah waktu yang tepat untuk melakukannya. Di situlah pertama kali saya menggendong seorang bayi….bayiku sendiri!! Saya tidak mengazaninya karena memang tuntunan untuk itu dari beberapa literatur yang saya baca di internet kurang kuat atau hadisnya tergolong lemah atau palsu. Jadinya saya hanya membacakan surat Al-Fatihah dan dua kalimat syahadat kepada bayi saya. Dan memang tidak ada tuntunan saya dalam membacakan kedua hal tersebut. Bahkan tidak ada hadist palsu mengenai hal tersebut…:D

Sesudah itu bayi diletakkan oleh suster di box yang ada pengatur suhunya dan diset ke 35 derajat celcius. Saya bertanya kapan bayinya akan dikirim ke ruang ibunya, dan dijawab olehnya sekitar 3 jam. Saya pun seketika melihat jam di dinding dan menunjukkan pukul 10 malam.

Selamat datang ke dunia anakku ALTINA ANINDYA ARIF 😀 {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *