18 November 2011
Sore hari ketika sedang berbelanja di supermarket untuk keperluan Altina, terutama membeli popok bayi karena kebetulan ada diskon 40% untuk produk P&G jika membeli di Giant dengan kartu kredit Citibank Giant, saya ditelpon oleh istri untuk segera ke rumah sakit karena Altina dikabarkan terkena infeksi.
Segera setelah membayar semua belanjaan saya langsung menuju rumah sakit. Sampai di rumah sakit kira-kira pukul 16.15 atau 45 menit lebih cepat dari jam besuk normal yaitu pukul 17-19. Ketika ingin masuk ke ruang rawat, Satpam rumah sakit sempat menanyakan keperluan saya masuk dan saya jawab saya dipanggil dokternya karena anak saya ada kena infeksi.
Setelah sampai ruang rawat, saya lihat Altina dan mamanya sedang berada di tempat yang berbeda. Altina di box bayinya, mamanya di tempat tidurnya. Saya bertanya kepada istri saya apa yang terjadi dan dijawab istri saya bahwa Altina harus dirawat di ruang Seruni (ruang rawat untuk bayi bermasalah) karena katanya ada indikasi infeksi dari cek darahnya. Saya tanya ke istri informasinya dari siapa, dan dijawab istri dari suster disini.
Saya bertanya lagi, sudahkah berbicara langsung dengan dokternya. Dan dijawab oleh istri belum.
Menurut suster yang jaga di ruang kenanga, Altina dijadwalkan untuk dipindahkan ke seruni mulai pukul 18. Saya tidak memperoleh informasi yang lengkap kenapa Altina harus dirawat di seruni, dan indikasi infeksi itu apa? Betul-betul blank, tidak ada informasi yang jelas dari pihak suster apalagi dokter.
Akhirnya saya terpaksa nurut, tapi saya bertanya kembali, bagaimana dengan kegiatan menyusunya? Suster di seruni dengan gampangnya bilang, kalau mau pake susu formula nanti tanda tangan tindakan ya Pak. Ibunya boleh kok kemari untuk menyusui.
Saat itu saya bingung!! Saya ingin agar Altina mendapatkan ASI eksklusif paling tidak sampai umur 6 bulan. Namun saat ini ada kemungkinan ASI eksklusif itu batal gara-gara harus masuk ke ruang perawatan yang saya pun tidak tahu alasannya kenapa. Akhirnya saya bertanya kepada suster kenapa anak saya harus berada di sini.
Suster bilang CRP-nya tinggi, silakan dilihat pak di berkasnya. Terlihat memang indikasi CRP nilainya 3.3 mg/L. Sedangkan normalnya 0 – 3 mg/L. Ada kelebihan nilai CRP 0.3 mg/L atau 10% di atas batas normalnya. Saya tanya lagi ke susternya, kalau ini apa akibatnya? Dan jawabannya sangat menakutkan, yaitu bisa saja infeksinya menjalar ke otak. Karena saya belum tahu apa itu CRP dan nilai berbahayanya berapa, maka saya pun nurut saja.
Saya bertanya lagi ke susternya, “Lalu treatmentnya apa nih?” Susternya bilang belum ada instruksi dari dokter tapi biasanya diberikan antibiotik selama 3 hari. Jika dirasa agak parah maka antibiotik yang diberikan ada 2 macam. Wow, anak berumur 1 hari sudah diberikan antibiotik selama 3 hari?? Apa tidak ada pilihan lain?
Tidak lama kemudian, muncul seseorang yang sepertinya seorang dokter. Suster di ruangan tersebut memberikan file anak saya dan si dokter mulai menulis di lembar instruksi. Saya yang berada di situ dicuekin saja oleh sang dokter dan langsung ngacir sehabis menulis instruksi. Ketika saya mengatakan akan bertemu dulu dengan sang dokter suster ruangan tersebut bilang bahwa dokternya sudah pergi dan waktu konsultasi hanya pada hari Senin – Jumat pukul 11 – 13. Artinya saat itu sudah Jumat sore, dan baru bisa bertemu dokternya hari Senin nanti.
Saya semakin terdesak tidak ada tempat bertanya sedangkan anak saya akan diberikan antibiotik dan kemungkinan susu formula karena istri saya masih belum sanggup untuk bangun dari tempat tidurnya akibat operasi caesar di hari sebelumnya.
Akhirnya saya hanya bisa pasrah dan pamit ke Altina untuk keluar dari ruang seruni tersebut.
Di ruang rawat istri, saya dan istri membicarakan seputar kemungkinan Altina disusukan olehnya pada jam-jam tertentu. Karena dia belum bisa jalan, maka alternatifnya adalah dengan pompa susunya. Namun tidak ada alat pompa susu yang tersedia saat itu. Dari pihak rumah sakit juga menyatakan tidak punya alat pompa susu yang dapat digunakan. Mereka hanya bisa membantu mengajarkan memompa secara manual menggunakan tangan. Namun karena istri saya masih di hari kedua sejak melahirkan, susu hasil pompanya tidak memberikan hasil yang maksimal. 15 menit kami memompa hanya mendapatkan beberepa ml air susu ibu yang keluar.
Kami pun langsung mengkontak orang rumah agar membawakan pompa air susu ibu yang dimiliki. Istri saya sempat membeli pompa susu elektrik beberapa saat lalu. Dan yang saya juga ketahui bahwa adik saya pun punya pompa susu elektrik yang lebih bagus daripada yang dibeli oleh istri saya. Adik dan ibu mertua saya menyatakan akan membawa pompa susu itu besok siang ketika jam besuk tiba.
Tidak lama setelah itu dokter kandungan yang mengoperasi istri saya datang ke ruang rawat untuk melakukan kunjungan. Dia bertanya kemana bayinya. Dan kami jawab ada di ruang seruni. “Emang kenapa harus kesana,” tanyanya kembali. “Karena CRPnya tinggi,” jawab saya tanpa pernah tahu apa itu CRP karena akses internet 3G pake Operator Tri sangat tidak bagus di rumah sakit tersebut.
“Emang berapa CRP-nya?” tanya si dokter. “Tiga komaan gitu deh,” jawab saya. “Lah itu mah gak papa, biasanya baru dirawat itu kalau lebih dari enam. Kecuali tiga puluh tiga atau enam puluh baru deh harus dirawat.” kata si dokter melanjutkan.
“Loh jadi kalo baru tiga komaan gak papa ya dok? Tapi kenapa disuruh kesana ama dokter anaknya?” tanya saya lagi. “Yah itu sih tergantung keputusan dokter anaknya. Tapi pasien boleh menolak kok, itu kan hak pasien.” kata si dokter.
Akhirnya saya kembali ke ruang seruni dan menyatakan menolak rawat pisah dan rencana pemberian tindakan kepada Altina. Malamnya Altina bersama kami berdua dan kami merasakan pertama kali bagaimana merawat bayi yang membuat kami terjaga hingga jam 3 pagi malam itu.
Namun esoknya keputusan tersebut saya ubah…..{nice1}