Atapers Juga Manusia

Beberapa bulan terakhir ini, berita tentang Atapers, istilah yang disebutkan bagi orang yang naik kereta api di atap, semakin membuat kita miris. Dalam dua bulan terakhir saja sudah enam nyawa terenggut akibat ulah Atapers. Bukan kali ini saja ulah Atapers memakan korban. Sudah banyak kejadian dari yang terliput oleh media, hingga yang hanya jadi bahan pembicaraan dari mulut ke mulut.

Yang paling menghebohkan menurut saya adalah kejadian runtuhnya atap kereta api di tahun 2006 lalu dimana gara-gara Atapers, atap kereta api runtuh dan menimpa orang-orang yang berdesakan di dalam gerbong. Itulah ulah Atapers terbesar sepanjang pengetahuan saya yang menyebabkan kerugian korban manusia, di samping ulah Atapers yang menyebabkan korslet aliran listrik kereta api sehingga melumpuhkan satu sistem transportasi kereta listrik selama beberapa jam.

Banyak juga masyarakat yang mengutuk tindakan Atapers karena selain membahayakan jiwanya, tindakan tersebut juga dapat merugikan orang lain. Di sisi ini saya setuju. Namun ada tindakan yang tidak saya setujui yaitu memodifikasi pintu kereta, memasang bola beton, bahkan menyiramkan oli di atap kereta untuk menghalangi orang naik atap kereta api. Tindakan penghalangan ini mirip seperti penghalangan terhadap binatang-binatang liar agar tidak mendekat ke tempat yang kita inginkan.

Dan memang terbukti, tindakan-tindakan tersebut tidak berhasil. Atapers semakin banyak, bahkan mungkin sudah timbul generasi baru Atapers. Tindakan pencegahan pun semakin mengada-ada, dan kebanyakan bertujuan mencelakakan dan bukan mendidik Atapers. Apakah pemegang kebijakan perkeretaapian menganggap bahwa Atapers itu bukan manusia? Saya harap tidak.

Tindakan Atapers memang sudah keterlaluan, bahkan bisa berakibat fatal yang membahayakan orang lain yang tidak ikutan jadi Atapers. Namun penghalangan juga bukan solusi. Untuk mengurangi Atapers harus dilakukan tindakan-tindakan yang edukatif dan sesuai ketentuan hukum. Buat saja undang-undang yang memperbolehkan aparat untuk menangkap Atapers dan menjebloskannya ke penjara minimal 3 bulan. Di lain pihak untuk mengurangi Atapers, pihak pengelola kereta api diharapkan mengoperasikan kereta apinya tepat waktu. Dengan adanya kepastian waktu, membuat orang tidak perlu memaksakan masuk gerbong karena mengetahui bahwa akan ada kereta berikutnya dalam beberapa menit ke depan.

Peningkatan layanan operasional kereta api lebih bermanfaat mengurangi Atapers daripada tindakan-tindakan yang tujuannya malah mencelakakan Atapers. Memang mungkin ada Atapers yang sukanya di atap kereta api walaupun kereta kosong, tapi tentunya yang model begini tidak terlalu banyak. Yang paling banyak adalah yang terpaksa ber-Atapers karena memang di gerbong penuh desak-desakan sedangkan di luar dapat angin kencang dan tidak desak-desakan. Sehingga ketika mereka merasa punya nyali untuk naik atap dan berhasil, mereka akan melakukannya lagi saat gerbong kereta penuh sesak.

Untuk Atapers yang sudah kronis, sudah waktunya bagi mereka untuk ditindak tegas. Keluarkan aturan yang memberatkan bagi orang-orang yang tertangkap tangan dan terbukti sah dan meyakinkan sebagai Atapers. Undang-undang yang jelas dan memberatkan akan membuat tindakan hukum kepada Atapers lebih rasional dan lebih diterima tanpa harus pengelola kereta api melakukan tindakan yang tidak manusiawi. Lebih baik kita melakukan tindakan yang manusiawi untuk mengurangi keberadaan mereka.

Lagipula Atapers juga manusia kan? {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *