Pengakuan Seorang Sopir Taksi

Tadi malam saya pulang dari kantor agak malam karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan terlebih dahulu. Biasanya ketika berencana pulang malam saya sebelumnya memesan mobil kantor untuk mengantarkan saya pulang. Tapi hari itu pulang malamnya tidak direncanakan dan saya pun pulang naik taksi. Kebetulan taksi yang berhasil saya cegat adalah Taksi Gamya dengan mobil Nissan Latio seri sedan berwarna hijau. Tidak seperti Nissan Latio pada umumnya, mobil ini bertransmisi manual. Mungkin karena diperuntukan bagi taksi.

MICHELIN Smart Jumper Cables with surge protection [5100] 

Karena perjalanan ke rumah cukup panjang, saya pun menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan si sopir taksi. Kebetulan saya tidak bertanya atau mengetahui namanya. Saya paling senang berbicara dengan sopir taksi seputar kompensasi dan renumerisasi yang dia dapatkan ketika menjadi sopir taksi. Dan inilah hasil perbincangan saya dengan pak sopir yang tidak saya ketahui namanya tersebut.

Gamya hanya menuntut sopirnya untuk memberikan setoran sebesar rata-rata Rp 250-300 ribu per hari. Dengan setoran sebesar itu maka sopir mendapatkan komisi bersih sebesar 10% dari setoran yang diperolehnya. Memang ada komisi progressive mulai Rp 450 ribu per hari, dengan kenaikan 2% hingga 5% tergantung nilainya. Menurut pengalaman, dia pernah mendapatkan komisi Rp 60 ribu ketika menyetor Rp 500 ribu (komisi 12%) dan mendapatkan komisi 90 ribu ketika menyetor Rp 600 ribu (komisi 15%).

Bagaimana dengan biaya BBM? Rupanya BBM di Gamya disediakan langsung di pool. Mereka memiliki SPBU pribadi untuk mengisi BBM mobil-mobil Gamya. Ketika mobil sampai pool, petugas pool langsung mengarahkan sopir untuk mengisi BBM menjadi penuh, baru kemudian menyerahkan setoran dan memperoleh komisi. Uniknya, belum pernah sekalipun dia kehabisan bensin di tengah jalan walaupun narik dari pukul 10 pagi hingga pukul 12 malam. Katanya tangki bensin Taksi Gamya memang agak dibesarkan dari kondisi tangki normal.

Lalu adakah kompensasi tambahan? Rupanya ada! Yaitu ketika sopir berhasil menyetor sejumlah tertentu selama 1 bulan maka ada insentif tambahan. Pengalaman pak sopir yang saya naiki taksinya, pernah mendapatkan uang insentif sebesar Rp 300 ribu ketika akumulasi setorannya mencapai Rp 9 juta per bulan.

Jadi, jika setorannya hanya Rp 9 juta per bulan, atau rata-rata per hari (katakanlah dihitung 20 hari narik) adalah Rp 450 ribu, maka komisi yang dia terima adalah 12% x Rp 9 juta = Rp 1.080.000. Dengan tambahan insentif sebesar Rp 300 ribu, maka take home pay bersihnya adalah Rp 1.380.000 atau dibulatkan menjadi Rp 1,4 juta. Menurut pengakuannya, mendapatkan uang komisi sebesar itu sudah merupakan prestasi tersendiri. Bahkan dia berani membanggakan dirinya mendapatkan nilai poin performa sebesar 80 dari nilai sempurna 100.

Ketika saya tanya, rata-rata sopir mendapatkan nilai poin performa berapa, dijawab, temannya ada yang dapat poin 15, bahkan tidak jarang pula yang mendapatkan poin nol. Khusus untuk performa, Gamya benar-benar menerapkan Key Performance Indicator berdasarkan nilai setoran yang dikumpulkan sopir. Jika seorang sopir secara rata-rata hanya mengumpulkan Rp 250 ribu per hari, maka sudah menjadi rahasia umum bahwa sopir tersebut tidak akan diperpanjang kontraknya 3 tahun mendatang.

Nah bagaimana jika terjadi kecelakaan lalu lintas yang berakibat kerugian di pihak Taksi Gamya? Rupanya Gamya telah memikirkan hal tersebut dengan memberikan tiga voucher kepada sopir. Voucher pertama akan diexercise jika si sopir menyebabkan kerugian di pihak Gamya, misalkan bemper penyok atau lampu mobil pecah. Berapa nilai ketiga voucher tersebut? Untuk kejadian pertama, voucher yang diexercise membuat sopir hanya perlu mengganti kerugian sebesar 20% dari nilai total kerugian. Sisanya ditanggung oleh Gamya. Untuk kejadian kedua, voucher bernilai 50% dari total kerugian. Sedangkan untuk kejadian ketiga, voucher hanya bernilai 20% dari total kerugian atau sopir harus menanggung 80% dari nilai total kerugian. Kejadian keempat dan seterusnya harus ditanggung oleh sopir sebesar 100%.

Selain kerugian, ada juga poin kecelakaan lalu lintas. Ketika pertama kali sopir direkrut oleh Gamya, maka dia diberikan nilai 100 untuk poin kecelakaan lalu lintas. Jika terjadi satu kejadian, baik kesalahan sopir maupun kesalahan pihak ketiga, maka Gamya berhak memotong poin sopir sesuai dengan bobot kejadiannya. Jika nilai poin kecelakaan lalu lintas sudah habis, maka otomatis sopir dikeluarkan dari Gamya. Sopir yang membawa saya tadi malam mengaku poinnya tinggal 32, dimana setiap kali ada kecelakaan kecil, baik disundul oleh orang lain atau dia memang berbuat kesalahan, maka poin yang dipotong sebesar 15 hingga 25 poin. Artinya dengan nilai poin hanya tinggal 32, dia hanya memiliki cadangan kecelakaan kecil sebanyak 2 kali sebelum dikeluarkan Gamya.

Bagaimana dengan kompensasi dari perusahaan taksi lain? Saya bertanya tentang dua merek taksi yang cukup dikenal, yaitu Blue Bird dan Ekspress. Menurut pengakuan sopir itu, Blue Bird menuntut sopir untuk memberikan setoran sekitar Rp 500 ribu per hari. Berapa komisinya? Tidak jauh berbeda dengan Gamya, sekitar 10-15%. Lalu kenapa Blue Bird menuntut setoran sangat besar untuk sopirnya? Itu karena pangkalan Blue Bird ada di hampir seluruh penjuru Jakarta. Misalnya PIM, Sency, Citos bahkan Stasiun Gambir sekalipun. Dan dia juga menganalogikan jumlah armada Blue Bird di Jakarta dibandingkan dengan armada Gamya. Informasi yang dia berikan ke saya, jumlah armada Blue Bird sekitar 23 ribu armada, sedangkan Gamya hanya berjumlah seribu armada kurang satu atau 999 armada.

Dia juga sempat bilang walaupun jumlah armada Gamya sebanyak itu, kenyataannya tidak semua armada beroperasi karena kekurangan sopir. Sepanjang perjalanan mengantar saya ke rumah, tidak ada satupun armada Taksi Gamya lain yang kami temui. Padahal perjalanan cukup jauh, yaitu sekitar 15 km.

Lalu bagaimana dengan Ekspress? Menurut dia, Ekspress menuntut setoran dengan jumlah fixed dalam satu hari. Kelebihan dari jumlah itu jadi milik si sopir. Di Ekspress juga diterapkan sistem cicilan. Artinya dengan menyicil sesuai setoran per hari, maka di akhir periode (biasanya 5 – 7 tahun), mobil menjadi milik sopir. Namun kelemahannya menurut dia, setiap hari sopir Taksi Ekspress harus berhasil mendapatkan uang minimal Rp 500 ribu agar dia tidak pulang dengan tangan hampa.

Kok bisa sampai harus dapat Rp 500 ribu supaya gak pulang dengan tangan hampa? Iya, karena setoran yang ditetapkan Ekspress itu sekitar Rp 300 ribu rupiah. Biaya BBM sepanjang hari yang ditanggung oleh sopir bisa sekitar Rp 150 ribu. Itu saja udah Rp 450 ribu. Jadi dengan dapat Rp 500 ribu maka dia dapat membawa pulang uang Rp 50 ribu per hari. Dengan sistem cicilan seperti itu, dia bilang bahwa untuk memperoleh hak milik mobil seorang sopir harus menyetor kepada Ekspress lebih dari Rp 800 juta. Padahal harga mobilnya sendiri kurang dari Rp 200 juta.

Jadi sebenarnya berapa sih kompensasi yang diperoleh seorang sopir taksi per bulannya? Menurut pengakuan sopir tersebut, pendapatannya bersihnya berkisar Rp 1 – 2 juta. Rasanya agak sulit baginya mempercayai jika ada sopir taksi yang mengaku mendapatkan Rp 3 juta per bulan secara rata-rata jika dia bukan sopir taksi premium seperti Silver Bird ataupun Tiara Ekspress.

Loh, tapi kan ada tips dari para penumpang yang berkisar antar seribu hingga sepuluh ribu rupiah per trip? Tips penumpang biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan makan di hari itu. Khusus untuk sopir yang saya tumpangi kemarin, tips juga digunakannya untuk membeli rokok dan tidak pernah dihitung sebagai pendapatan tambahan (sayang sekali padahal).

Begitulah pengakuan dari sopir Taksi Gamya yang saya naiki kemarin. Sayangnya perbincangan kami hanya berlangsung sekitar 40 menit. Di akhir perjalanan, angka argo menunjukkan angka 48,750. Saya mengeluarkan uang lima puluh ribuan saya dan memberikannya kepada sopir tersebut sambil berkata terima kasih.

Ada yang tertarik menjadi sopir taksi? {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *