Perilaku Berlalu Lintas Cermin Kehidupan Bermasyarakat

Pernahkah anda membayangkan bahwa perilaku pengendara motor pada dasarnya mencerminkan perilaku masyarakat secara keseluruhan? Kalau anda tidak yakin dengan pernyataan ini, berikut adalah beberapa perilaku dan kondisi berlalu lintas dianalogikan dengan kehidupan bermasyarakat. Untuk memudahkan, jika dimulai dengan huruf a, artinya penjelasan tentang perilaku berlalu lintas, sedangkan jika dimulai dengan huruf b, artinya penjelasan tentang kehidupan bermasyarakat.

Pelanggar Lalu Lintas

1. Macet

a. Sudah menjadi santapan sehari-hari di Jakarta bahwa kondisi jalan selalu macet. Baik hari kerja maupun hari libur. Macet, di samping disebabkan oleh banyaknya kendaraan, juga disebabkan oleh tersumbatnya simpul-simpul aliran kendaraan karena berbagai hal, dari mulai ada kecelakaan, demo, maupun kendaraan umum yang ngetem sembarangan. Kadang macet juga disebabkan oleh tidak seimbangnya pengaturan lampu lalu lintas. Anehnya walaupun simpul-simpul ini telah diidentifikasi sejak awal, tidak ada upaya untuk mengeliminasi hal tersebut kecuali jika sampai keadaan darurat, misalnya macet total yang efeknya masif. Jika hal tersebut terjadi, barulah ada intervensi dari petugas atau masyarakat untuk mengurai simpul-simpul kemacetan tersebut walaupun sifatnya hanya sementara.

b. Dalam kehidupan bermasyarakat pun banyak layanan dan kebijakan publik yang macet di tengah jalan. Misalkan kita ingin mengurus sertifikat tanah, maka ada kemungkinan pengurusan tersebut macet di tengah jalan karena memang disengaja oleh petugas yang menangani hal tersebut. Atau kebijakan perumahan dan pemukiman murah bagi warga juga macet di jalan karena bergantinya menteri. Bisa juga karena aliran dana pembangunan yang macet karena ketidakpedulian aparat yang berwenang. Hal-hal tersebut biasanya akan terurai sementara jika adanya campur tangan media yang memblow up kejadian, atau campur tangan dari orang yang lebih berkuasa atau karena ada kebijakan baru dari pejabat yang berwenang yang sifatnya hanya sementara dan kasus per kasus.

Perilaku Korupsi

2. Melanggar Lalu Lintas

a. Pelanggaran lalu lintas sudah menjadi hal yang sangat umum terjadi, terutama di lampu-lampu merah, jalur busway, jalur rel kereta api, jalur trotoar, pelanggaran batas tonnase dan perlengkapan pengemudi dan penumpang. Pelanggaran ini sudah menjadi hal yang biasa dan mungkin sudah dimaklumi oleh publik. Pelanggaran ini baru berkurang saat ada petugas polisi lalu lintas yang mengawasi area yang biasa terjadi pelanggaran lalu lintas tersebut.

b. Korupsi bukan lagi hal yang tabu di tengah masyarakat. Walaupun di media digembor-gemborkan korupsi itu merugikan rakyat, pada kenyataannya setiap orang berlomba-lomba untuk korupsi dan bangga dengan hal tersebut. Korupsi baru akan terhenti sejenak jikalau ada petugas khusus yang mengawasi sebuah praktek birokrasi. Namun begitu pengawasan berakhir, maka korupsi pun menjadi hal yang biasa kembali.

3. Mengambil Jalan Pintas

a. Ada kalanya kita harus memutar untuk mencapai tujuan kita karena memang aliran kendaraan yang tidak memungkinkan yang biasanya disebabkan oleh jalan satu arah. Namun banyak pula kendaraan yang berjalan melawan arus, sengaja menabrak verboden, bahkan kadang menyeberang jalur kereta api tidak pada tempatnya karena ingin mengambil jalan pintas. Pemikirannya adalah dia ingin sampai lebih cepat ke tujuannya tanpa memikirkan kepentingan dan keselamatan orang lain.

b. Berbagai cara pintas dilakukan orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Misalkan dalam pembuatan KTP, Paspor, Akta, dan Kartu Keluarga. Jika mengikuti prosedur, maka waktu dibutuhkan dapat menjadi 2-3 kali lipat daripada membayar lebih lewat perantaraan calo. Mungkin jika dibandingkan, memang lebih untung lewat perantaraan calo daripada mengurus sendiri. Tapi di lain pihak, dengan menggunakan calo artinya kita mengambil jatah orang lain untuk dilayani lebih baik. Maka itu jarang kita temukan adanya peningkatan pelayanan bagi publik, karena memang proses layanan yang seharusnya singkat dan cepat, jadi lebih lama karena diselak oleh layanan yang dibawa oleh para calo.

4. Layanan Transportasi Publik yang Buruk

a. Siapa yang berani bilang bahwa layanan transportasi publik di Jakarta sudah maksimal? Saya rasa melihat fakta-fakta yang ada bisa disimpulkan bahwa layanan transportasi publik masih buruk. Untuk menikmati transportasi publik Jakarta, kita harus mengorbankan waktu, keamanan, tenaga, kenyamanan dan tentunya keselamatan. Layanan tersebut seadanya dan semakin hari semakin seadanya tanpa adanya peningkatan layanan sama sekali dalam 10 – 20 tahun terakhir. Jika ingin mendapatkan layanan yang lebih baik, maka harus menggunakan layanan publik yang sifatnya pribadi seperti taksi yang tentunya biaya yang dikeluarkan pun jauh lebih mahal.

b. Layanan publik? Di bagian mana layanan publik yang baik? Dari mulai urusan administrasi kependudukan sampai urusan produk dan jasa belum ada satupun yang bebas keluhan. Untuk sekedar memperpanjang KTP, kita mungkin harus cuti sehari penuh karena memang waktu layanan yang tidak jelas. Untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik, maka orang harus membayar lebih sebagai tanda jasa kepada petugas yang melayani. Padahal petugas tersebut sudah mendapatkan bayaran dari instansi pelayanan tersebut.

5. Kondisi Jalan yang Rusak

a. Banyak tempat di Jakarta yang kondisi jalannya parah. Malah yang paling ketara adalah kondisi jalan protokol sepanjang Semanggi – Cawang yang penuh dengan tambalan dan lubang-lubang yang cukup besar. Di daerah kondisi bahkan lebih memprihatinkan. Banyak jalan rusak yang sudah berlangsung lama dan belum ada perbaikan. Dan bila nantinya ada perbaikan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, kondisinya pun akan memburuk kembali. Jalan yang selalu dijaga kondisinya hanya ada dua macam. Yang pertama jalan berbayar, yaitu jalan tol. Sedangkan yang kedua adalah jalan yang dilewati pejabat tertinggi setempat, seperti presiden maupun gubernur.

b. Berita mengenai jembatan” Indiana Jones“ untuk anak sekolah di Banten sepertinya bukan menjadi barang baru di negara ini. Infrastruktur yang buruk ada di mana-mana. Aturan dan prosedur dibuat hanya untuk kepentingan satu pihak dan tidak terintegrasi sehingga kadang banyak pihak dirugikan oleh hal tersebut. Informasi ditutupi serapat-rapatnya apalagi yang berhubungan dengan biaya publik dan standar layanan publik, sehingga publik pun tidak mengetahui bagaimana caranya dia mengurus A, mengurus B ataupun mengurus C. Semua hal dipersulit. Yang dimudahkan hanya dua orang, yaitu orang yang membayar lebih dan juga orang yang berkuasa di daerah tersebut.

6. Fasilitas khusus untuk VIP

a. Bukan hal yang aneh jika di jalan kita diberhentikan oleh petugas lalu lintas cukup lama karena ingin memberikan lewat kepada pejabat yang berwenang, terutama presiden dan wakilnya. Tapi yang sedang tren saat ini adalah pemberian jalan dari petugas lalu lintas kepada orang-orang yang tak ada kaitannya dengan kegiatan negara, apalagi kegiatan kepresidenan. Orang-orang tersebut dibiarkan bahkan diberikan jalan untuk menyelak antrian kendaraan karena sudah membayar petugas untuk melakukan hal tersebut.

b. Bagi pejabat setempat dan orang-orang yang membayar lebih untuk sebuah layanan, akan mendapatkan prioritas utama untuk dilayani. Hal ini berlangsung dimana-mana. Tidak ada pelayanan standar dengan kualitas tinggi. Yang ada adalah pelayanan standar seadanya dengan diselak oleh orang-orang yang membayar lebih dan para pejabat.

7. Penegakan hukum yang lemah

a. Jika tertangkap tangan melanggar lalu lintas, maka dengan mudahnya si pelanggar memberikan “uang damai” kepada petugas lalu lintas yang menilangnya. Kadang petugas-petugas tersebut sengaja bersembunyi dan menjebak pengendara yang melanggar aturan lalu lintas untuk memintas “uang damai.”

b. Seorang koruptor yang tertangkap tangan korupsi dengan mudahnya memberikan “uang damai” kepada petugas penegak hukum agar hukuman yang diterimanya lebih ringan. Bahkan seringkali si petugas malah yang sengaja memeras si koruptor untuk memberinya uang damai demi sedikit “kebebasan.”

8. Kurangnya Fasilitas untuk Pejalan Kaki

a. Kita akui saja bahwa sampai saat ini, fasilitas pejalan kaki yang memadai di kota-kota besar di Indonesia mungkin hanya beberapa saja. Di kebanyakan tempat, fasilitas pejalan kaki tidak mendapatkan perhatian sama sekali. Ini disebabkan pejalan kaki tidak membayar pajak kendaraan bermotor dengan demikian tidak diberikan fasilitas yang lebih dari negara.

b. Pejalan kaki mungkin dapat dikatakan sebagai orang miskin. Fasilitas untuk orang miskin semakin berkurang. Jika ada pemberian fasilitas kepada mereka, maka itu hanyalah kepentingan pencitraan dan politik yang sifatnya bukan membantu orang miskin, tapi hanyalah sebagai alat untuk pelanggengan kekuasaan. Tidak ada kebijakan nyata untuk menggali potensi orang miskin agar lebih banyak berkarya sehingga tidak lagi menjadi miskin.

Perilaku berlalu lintas malah lebih mencerminkan keadaan sebenarnya bagi negeri ini. Pelanggar lalu lintas terdiri dari semua golongan, mulai dari pengendara motor yang berprofesi sebagai kurir, hingga pengendara mobil mewah yang berdasi. Tindakan mereka sama, walaupun tingkat pendidikannya berbeda. Yang pasti mereka hanya mementingkan diri sendiri, dan tidak peduli dengan kepentingan orang lain.

Jadi, jika kita melihat perlilaku berkendara orang-orang masih seperti contoh-contoh di atas, maka maklumilah jika di bidang kehidupan yang lain kita akan mengalami hal yang sama seperti saat di berlalu lintas. Untuk mengubah ini mungkin bisa dimulai dari diri sendiri yang selalu patuh terhadap aturan lalu lintas. Satu dua orang yang patuh mungkin tidak bisa mengubah hal tersebut, tapi jika ribuan bahkan jutaan orang patuh dan taat terhadap aturan lalu lintas, alangkah manisnya hidup di negara ini.

Mudah-mudahan pemerintah kita lebih mementingkan pembangunan di sektor transportasi publik agar cerminan masyarakat kita pun berubah menjadi lebih baik. Semoga! {nice1}

Gambar diambil dari :

http://image.tempointeraktif.com/?id=15650

http://image.tempointeraktif.com/?id=94618&width=475

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *