Tulisan pertama saya menjelaskan tentang parameter transportasi publik di Jakarta menurut saya. Tulisan kedua menjabarkan tentang prioritas utama pembenahan transportasi publik, yaitu kereta listrik. Tulisan ketiga menjabarkan tentang prioritas kedua pembenahan transportasi publik, yaitu busway. Di tulisan keempat ini akan dibahas tentang prioritas ketiga pembenahan transportasi publik.
Apa sih prioritas ketiga? Kenapa di tulisan sebelumnya menjadi lebih gampang kalau prioritas utama dan kedua sudah dilaksanakan? Prioritas ketiga adalah pembatasan pemakaian kendaraan pribadi. Iya, hal ini baru bisa dilakukan bila tulang punggung transportasi publik, baik antar kota (kereta listrik) maupun dalam kota (busway) sudah berjalan optimal, tanpa ada hambatan operasional yang berarti. Prioritas pembatasan adalah penggunaan kendaraan, seperti pembatasan memasuki area tertentu di jam-jam sibuk, meningkatkan harga parkir per jam di gedung-gedung hingga tempat-tempat belanja, sampai pemanfaatan ERP untuk daerah yang super sibuk. Intinya adalah membuat orang yang menggunakan kendaraan pribadi membayar lebih mahal daripada kondisi saat ini. Dan lebih mahalnya itu harus sangat berasa!
Loh kok jadi mahal? Kan di awal ditulis bahwa salah satu parameter harus murah. Iya, yang murah adalah angkutan umum, bukan kendaraan pribadi. Jadi begini ilustrasinya. Begitu tulang punggung transportasi publik telah berjalan dengan baik, maka dalam waktu tiga bulan setelahnya, diberlakukan kenaikan tarif parkir di mal maupun gedung-gedung perkantoran (yang resmi dulu, biar gak langsung bocor). Di saat yang sama juga diberlakukan pembatasan kendaraan yang lewat, misalkan berdasarkan nomor plat atau warna mobil. Sesudah itu, dalam waktu satu tahun sudah ada pemberlakuan ERP di daerah-daerah sentral bisnis. Dengan adanya pemberlakuan ERP, maka pembatasan kendaraan berdasarkan nomor plat atau warna mobil dapat langsung dihapuskan.
Pasti ada ekses kan? Jelaslah! Oknum polisi pasti langsung panen dengan ‘uang damai’, petugas parkir liar pun panen dengan ‘uang keamanan parkir’ dan sepertinya tidak menyelesaikan masalah. Saya rasa itu wajar dan manusiawi untuk kualitas masyarakat Indonesia. Tapi yakinlah, jika ini dilakukan dengan seksama, pastilah akan mendapatkan hasil yang baik. Lagipula kan masyarakat sudah diberikan alternatif kendaraan yang nyaman dan aman dengan hadirnya transportasi publik yang memadai.
Lalu untuk apa bayar lebih mahal untuk memakai kendaraan pribadi? Toh pengguna kendaraan pribadi juga bayar pajak, bahkan cukup besar! Harusnya dapat hak donk untuk menikmati kendaraannya.
Iya betul, pengguna kendaraan pribadi bayar pajak dan harus dapat hak. Oleh karena itu supaya tidak macet dan haknya terpenuhi, harus bayar lebih mahal daripada orang yang tidak menggunakan kendaraan pribadi. Jangan sampai orang yang bayar pajak dapat fasilitas yang sama dengan orang yang tidak bayar pajak. Pokoknya harus menganut sistem yang adil. Bayar lebih mahal, dapat fasilitas lebih baik. Tidak bayar, dapat fasilitas baik pula, tapi perlu perjuangan :D.
Apa maksudnya tuh? Begini…..
Kita kan tau kalau pakai kendaraan pribadi itu nyamannya luar biasa. Tapi karena Jakarta selalu macet, maka kenyamanan itu sangat berkurang. Nah bagi orang yang punya duit berlebih ataupun punya uang pas-pasan, fasilitas yang didapatkan sama saat ini. Jadi orang yang berduit lebih gak bisa memanfaatkan kelebihan duitnya untuk membuat dia lebih nyaman berkendara. Nah di konsep ini bisa! Tapi ya itu, harus bayar lebih mahal.
Kalau yang pas-pasan ya mau gak mau harus naik angkutan umum supaya biayanya gak kemahalan. Tapi angkutan umumnya, terutama yang tulang punggungnya sudah dibenahi terlebih dahulu. Jadi tetap merasa aman, nyaman dan murah sekaligus. Adil kan? Loh kemana yang tepat waktu? Ya itu, karena sudah dibenahi pasti lebih tepat waktu daripada saat ini.
Nanti duit dari orang-orang yang memiliki duit berlebih itu digunakan untuk memperbaiki layanan angkutan umum (tulang punggung terlebih dahulu) agar lebih tepat waktu, lebih aman, lebih nyaman dan kalau bisa lebih murah (artinya gak gampang naik tarifnya, kalau bisa flat terus selama 10-20 tahun).
O iya, kan ada juga wacana pembatasan umur kendaraan, itu gimana? Menurut saya wacana itu biarlah masih wacana sampai masa habis periode gubernur mendatang. Mungkin jika semua ini sudah terlaksana akan lebih mudah merealisasi wacana tersebut di kemudian hari. Pelan-pelan, asal ada aksi nyata sudah cukup. {nice1}
Trus gimana nasib angkutan umum seperti Kopaja, Metromini, Koantas Bima, Mikrolet dan Bus PPD? Nah yang itu akan dibahas di tulisan bagian kelima. Nantikan ya!
Gambar diambil dari http://static.republika.co.id/uploads/images/headline/pembatasan-truk-ribuan-kendaraan-melintas-di-ruas-jalan-tol-_110523160842-566.jpg