Ide Pembenahan Transportasi di Jakarta (bagian 6)

Tulisan keenam atau terakhir ini cukup lama jaraknya dengan tulisan ke-5. Namun tidak mengurangi esensi dari tulisan ini terhadap ide pembenahan transportasi di Jakarta. Inti dari tulisan keenam ini adalah langkah-langkah segera yang dapat diambil untuk mengurangi kemacetan dari satu titik ke titik lain. Jadi langkah-langkah ini sifatnya sporadis, kasus per kasus dan mungkin berbeda langkah antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Apa saja langkah-langkah itu? Sebenarnya mudah saja. Intinya adalah mengurai simpul kemacetan yang terjadi dalam suatu lokasi. Contoh nyata yang dekat rumah saya adalah perempatan jalan pos pengumben – jalan panjang. Silakan cek perempatan ini jika hari Sabtu sore dan malam. Kendaraan yang dari arah Joglo selalu merayap mendekati perempatan ini. Panjangnya antrian kendaraan bisa lebih dari 1 km, atau bisa lebih dari setengah jam dari arah Joglo menuju perempatan ini. Apa masalahnya? Pengaturan lampu lalu lintas atau lampu merah yang tidak sesuai dengan kondisi.

Pengaturan lampu merah di perempatan tersebut selalu mengikuti hari kerja normal, yaitu Senin hingga Jumat. Jika hari Sabtu, Minggu ataupun hari libur resmi, maka pengaturannya tidak berubah. Padahal kondisi lalu lintas saat hari kerja normal dan hari libur sangatlah berbeda. Yang terjadi adalah, pada hari kerja normal, volume kendaraan dari arah Joglo ke perempatan tersebut sangat sedikit ketika mendekati sore atau sehabis Magrib. Namun jika hari libur, jam-jam itulah volume kendaraan lagi penuh-penuhnya.

Dengan demikian, saat hari libur, terjadi penumpukan kendaraan yang sangat hebat di perempatan tersebut dari arah Joglo. Jika melihat dari arah lain, misalnya dari arah Meruya, maka kendaraan akan dengan tenang melewati perempatan tersebut karena memang pengaturan lampu merahnya memprioritaskan kendaraan yang sudah berada di jalan panjang. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan memberikan pengaturan lampu merah khusus di hari libur yang berbeda dengan hari kerja. Dengan sedikit mengubah logika aturan lampu merah, maka kemacetan dapat dikurangi secara signifikan.

Hal lain yang menjadi sumber kemacetan adalah ngetemnya angkutan umum di jalan ciledug raya dekat Klinik Petukangan. Hal ini terjadi setiap hari, setiap saat, bahkan menjadi-jadi saat jalan lagi penuh-penuhnya oleh kendaraan. Kemacetan oleh karena ngetemnya angkutan umum, dalam hal ini adalah bus-bus besar, sangat hebat. Antrian bisa sampai atau lebih dari depan Universitas Budi Luhur. Kemacetan yang sebenarnya tidak perlu jika tidak ada angkutan umum yang ngetem di titik ini.

Sama halnya dengan kemacetan di lampu merah Kostrad menuju Pondok Indah. Jikalau arus kendaraan yang berbelok ke arah tanah kusir ditutup dan dialihkan di putaran underpass Pondok Indah, maka kemacetan tidak perlu sampai sepanjang underpass Kebayoran Lama. Arus kendaraan yang dari Pondok Indah tidak perlu terhambat akibat lampu merah yang sangat lama di daerah tersebut. Dengan mengurai titik-titik kemacetan, maka bisa dibayangkan berapa banyak kemacetan tidak perlu dapat diurai dari kota tercinta ini.

Satu lagi yang butuh perhatian adalah putaran dari Bellezza ke arah ITC Permata Hijau. Jikalau putaran ini ditutup permanen, maka kemacetan menjelang perempatan Permata Hijau – Kebayoran Lama akan sangat berkurang. Dengan adanya putaran ini, maka kendaraan yang akan memutar, menghalangi kendaraan lain yang akan menuju perempatan. Hal itu berakibat terhentinya arus kendaraan selama beberapa saat dan menyebabkan kemacetan. Belum lagi jika jalur kendaraan yang akan berputar tersebut dihalangi oleh kendaraan yang masuk ke jalur busway. Akan semakin lama gerakan kendaraan yang akan berputar itu dan akan semakin menambah kemacetan. Jadi penutupan putaran tersebut sangat mampu untuk mengurai kemacetan di sekitar Bellezza Permata Hijau.

Untuk aktifitas-aktifitas di atas yang saya sebutkan sebelumnya, sebenarnya beberapa sudah dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta saat ini. Misalnya pelarangan truk masuk ke tol dalam kota pada pukul 05.00 hingga pukul 22.00. Atau yang terbaru adalah adanya jalur contra flow (lawan arah) di tol dalam kota yang kabarnya mengurai kemacetan hingga 20%. Namun masih banyak titik-titik lain yang sebenarnya lebih mudah diatur, lebih terasa manfaatnya daripada hanya mengatur arus kendaraan di tol dalam kota yang memang sudah melebihi kapasitasnya sejak beberapa tahun yang lalu.

Langkah-langkah di atas sifatnya adalah sementara dan tidak dapat dijadikan solusi permanen. Selama masyarakat masih mengandalkan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi dalam kota, maka andaikata langkah-langkah tersebut dijalankan, maka tinggal tunggu tanggal mainnya sehingga langkah-langkah tersebut sudah tidak ada gunanya kembali. Contohnya adalah ide pemindahan belokan ke arah tanah kusir ke putaran underpass Pondok Indah. Hal itu menambah kapasitas mobil yang antri sekitar 500 meter kali tiga jalur, atau sekitar 1,5 km antrian mobil. Jika satu mobil rata-rata panjangnya 5 m (dengan memperhitungkan jarak antar mobil), maka akan ada tambahan 300 mobil lagi di jalan tersebut sampai jalan tersebut macet. Hanya nambah 300 mobil mungkin hanya butuh beberapa bulan bagi warga Jakarta untuk mengisinya. Jadi solusi pemindahan belokan tersebut tidak dapat diberlakukan permanen.

Masih banyak titik-titik lain yang bisa diberikan solusi jangka pendek untuk paling tidak mengurai kemacetan yang ada saat ini. Mudah-mudahan titik-titik tersebut bisa segera diimplementasikan oleh pihak berwenang agar Jakarta paling tidak bebas terhadap kemacetan yang sebenarnya tidak perlu. Angkutan umum ngetem, pengaturan lampu lalu lintas yang tidak benar dan penyediaan putaran yang tidak perlu sebenarnya bisa dihindari jika memang pihak berwenang peduli dan tahu akan permasalahan tersebut.

Semoga langkah-langkah kecil ini dapat diambil oleh pihak berwenang di DKI Jakarta untuk paling tidak mengurangi kemacetan yang sudah sangat parah di Ibukota negara kita. {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *