Beberapa hari ini sedang heboh tentang munculnya iklan salah satu cagub DKI Jakarta sebelum pemutaran film bioskop. Saya memang tidak melihat iklan cagub tersebut, namun terakhir kali saya ke bioskop, memang ada iklan, mirip seperti di televisi. Artinya iklan yang ada di bioskop itu juga pernah kita lihat di televisi sebelumnya. Saya tidak akan mempermasalahkan iklan salah satu cagub tersebut. Yang saya permasalahkan adalah pihak bioskop yang menayangkan iklan sebelum acara pemutaran film dimulai. Begini argumen saya.
Di bioskop, kita membayar tiket untuk menonton sebuah film. Saya tekankan pada kata “bayar”. Dengan membayar kita memperoleh hak untuk menikmati layanan tersebut, dalam hal ini menonton layar bioskop tanpa gangguan. Benar kan? Jika di dalam bioskop kita masih disajikan iklan, lalu apa beda layanan berbayar dengan layanan gratisan seperti nonton Euro 2012?
Kalau nonton Euro kita maklum jika iklan sangat banyak sebelum pertandingan dimulai. Lalu iklan lagi bertubi-tubi sepanjang waktu istirahat. Kemudian buru-buru menampilkan iklan lagi setelah peluit panjang ditiup. Itu sah-sah saja karena dengan biaya dari pemberi iklan itulah kita dapat dengan gratis menyaksikan siaran Euro.
Beda dengan bioskop. Kita membayar harga tiket untuk menonton film yang diputar. Tiba-tiba sebelum film dimulai, kita disuguhi iklan. Harusnya dengan adanya iklan kita dapat subsidi tiket atau bahkan bisa nonton gratis film bioskop tersebut. Kan kompensasi kita terpapar iklan adalah kita mendapatkan layanan gratis atau minimal layanan bersubsidi. Jangan kita sudah bayar mahal, tapi kita juga mendapatkan suguhan iklan yang tentunya juga menjadi pemasukan bagi yang punya bioskop. Dobel dong pendapatan yang punya bioskop.
Sekarang coba perhatikan televisi berbayar yang menayangkan hanya film. HBO contohnya. Tidak akan kita temukan iklan dalam HBO. Jika pun ada iklan, itu adalah pemberitahuan akan adanya acara HBO unggulan supaya kita sebagai penonton dapat mengetahui jadwal acara unggulan tersebut. Tidak pernah ada iklan tentang produk makanan, kebutuhan rumah atau pun iklan tentang layanan tertentu.
Lalu, apa salahnya pengelola bioskop mendapatkan pendapatan dobel, dari pemasang iklan dan penonton bioskop? Salah memang tidak ada. Karena mungkin di negara ini tidak mengatur hal tersebut. Tapi secara etika itu sudah salah. Tujuan penonton membayar sejumlah uang karena ia tertarik kepada apapun yang ada di layar bioskop. Namun penonton hanya tertarik kepada film yang dibayarnya. Bukan kepada iklannya. Saya rasa boleh saja ada iklan di bioskop, tapi dipasang dalam bentuk banner di sekitar bioskop. Dengan adanya banner, penonton tidak dipaksa untuk menyaksikan iklan yang sedang ditayangkan. Sedangkan dengan pemunculan iklan di layar bioskop, penonton yang sudah membayar dipaksa untuk menyaksikan iklan, padahal dengan membayar harusnya penonton dapat layanan bebas iklan.
Mungkin anda berargumen. Toh iklan sebelum acara bioskop hanya untuk mengisi slot di layar, sembari menunggu jam pemutaran film. Jadi bagi penonton yang datang tepat waktu, tetap tidak perlu melihat iklan yang ditayangkan kan. Nah slot kosong inilah yang digunakan untuk penambahan pemasukan bagi pengelola bioskop.
Ok, namun prakteknya begini. Slot tayangan sebelum pemutaran film yang diisi oleh iklan seringkali membuat waktu pemutaran film mundur dari yang dijadwalkan. Mundurnya memang tidak lama, rata-rata di bawah lima menit. Namun, dengan mundur lima menit, bayangkan berapa banyak orang yang sudah terpapar iklan tersebut. Hampir seluruh penonton yang membayar karcis terkena paparan iklan. Saya lebih setuju jika slot sebelum pemutaran film diisi oleh thriller film-film yang akan datang. Persis seperti yang terjadi pada jaman dahulu. Itu menurut saya lebih relevan, dan sebagai tindakan persuasif agar penonton kembali lagi ke bioskop tersebut untuk menonton film yang disajikan thrillernya tersebut.
Jadi, menurut saya, alangkah elegannya jika pengelola bioskop tidak memasang iklan di layar sebelum pemutaran film. Di mana-mana layanan berbayar itu bebas iklan. Jika ada iklan pun iklannya tidak memaksa si pembayar untuk melihat iklan tersebut. Coba lihat jika kita membayar untuk mendapatkan layanan premium email dari provider gratisan seperti yahoo atau gmail. Pastinya salah satu keunggulannya adalah tidak ada iklan atau ads di sana. Nah di bioskop kita, dengan menarik bayaran Rp 50 ribu per pemutaran film per orang, kok penonton masih saja disuguhi iklan. Kecuali jika dengan adanya iklan tersebut, penonton dapat subsidi harga karcis atau malah gratis. Oleh karena itu lebih baik disediakan studio khusus yang ada iklannya dengan harga karcis lebih murah atau ekonomis dan studio dengan harga karcis yang lebih mahal tanpa adanya iklan. Dengan demikian penonton tahu, bahwa dengan dia membayar lebih murah, dia harus rela terpapar iklan yang ditayangkan di layar bioskop.
Pertanyaan pentingnya, apa yang bisa kita lakukan untuk menggugat pengelola bioskop untuk tidak menayangkan iklan sebelum pemutaran film? Terus terang saya tidak tahu jalurnya lewat mana, karena setahu saya tidak ada layanan komplain dari pengelola bioskop yang dibuka minimal pada jam kerja. Ada layanan customer service semata-mata untuk memberitahukan film yang tayang pada hari berjalan.
Yah paling tidak masyarakat kita semakin cerdas dan tidak dibodohi oleh pebisnis yang tidak memperhatikan etika. {nice1}