Keinginan dan Kebiasaan yang Berkebalikan

Kita semua tahu dua masalah utama di Jakarta adalah macet dan banjir. Kedua masalah tersebut hampir tidak pernah hilang dari Jakarta dari tahun ke tahun. Jam sibuk maupun jam lenggang, Jakarta macet. Setiap kali musim hujan, banjir terjadi di mana-mana. Itu terus, sampai-sampai masyarakat Jakarta sudah bosen dengan kedua masalah ini dan mau tidak mau menerima masalah ini sebagai hal yang biasa.

Kita juga tahu alasan utama terjadinya macet dan banjir. Macet terjadi karena banyaknya kendaraan pribadi yang lalu lalang di Jakarta. Hal tersebut diakibatkan oleh belum baiknya sistem angkutan umum yang ada di Jakarta. Banjir disebabkan oleh sungai-sungai yang tidak mampu menampung air saat turun hujan. Hal tersebut diakibatkan oleh berkurangnya fungsi sungai menyimpan air gara-gara sampah menjadi penghuni mayoritas sungai-sungai yang mengalir di Jakarta.

Dengan tahu masalah dan penyebabnya sebenarnya mudah saja untuk memecahkan masalah di Jakarta. Untuk permasalahan macet, ya tinggal diperbaiki saja angkutan umumnya. Busway, Kereta Rel Listrik, dan angkutan lainnya diremajakan dan diatur operasionalnya agar lebih bermanfaat dan nyaman bagi masyarakat Jakarta. Dengan angkutan umum yang baik, logikanya masyarakat akan beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Untuk permasalahan banjir lebih mudah lagi. Sampah dan hal lain yang seharusnya tidak berada di sungai dipindahkan. Dengan demikian sungai lebih mampu menyimpan air yang mengalir di dalamnya. Dengan lebih banyak air yang tersimpan, maka banjir akan jauh berkurang, malah mungkin bisa hilang secara bertahap.

Permasalahan, penyebab dan solusi pun sudah demikian mudah didapatkan. Harusnya masalah seperti ini bisa selesai kurang dari lima tahun. Namun hingga dua kali Gubernur berganti, yang namanya macet dan banjir juga tidak kunjung reda. Macet semakin menjadi-jadi. Seluruh jalan di Jakarta sudah mengalami macet. Jalan tol, jalan raya, jalan alternatif, jalan tikus, jalan komplek, jalan rusak, dan jalan mulus semuanya pernah mengalami macet.

Banjir pun setali tiga uang. Tiap kali musim hujan tiba, masyarakat yang tinggal dekat sungai pasti was-was dengan kemungkinan banjir yang mengancam. Apalagi masyarakat yang tinggal dekat sekali dengan sungai atau malah mungkin lebih rendah daripada permukaan sungai ketika sungai tersebut penuh. Hujan deras selama beberapa jam saja sudah pasti membuat sungai penuh dan membuat masyarakat sekitar sungai menjadi siaga. Tidak ada ketenangan hidup selama musim hujan belum berakhir.

Lalu apa salahnya?

Kita sama-sama mengerti bahwa permasalahan di Jakarta sangat kompleks dan tidak akan selesai dalam waktu singkat. Oleh karena itu dua Gubernur sebelumnya telah mewariskan sesuatu kepada masyarakat Jakarta. Untuk kemacetan, Busway beserta permasalahan dan solusinya sudah diwariskan untuk masyarakat Jakarta. Untuk banjir, Banjir Kanal Timur (BKT) beserta sampah yang berada di dalamnya pun menjadi warisan yang setidak-tidaknya berguna bagi masyarakat.

Busway adalah sebuah upaya untuk membuat angkutan umum yang nyaman dan lebih manusiawi. Bagi yang pernah merasakan busway tentu sepakat dengan saya bahwa busway merupakan angkutan umum paling manusiawi yang ada di Jakarta. Tentunya busway tidak lepas dari permasalahan, tapi angkutan umum mana yang bebas masalah di Jakarta?

Busway juga merupakan kendaraan umum yang dapat diperkirakan waktu perjalanannya. Tidak ada satu pun pernah ditemukan busway yang ngetem di jalanan sedang menunggu penumpang. Artinya bisa dipastikan bahwa, jika tidak ada kecelakaan atau hambatan berarti di jalan, busway adalah kendaraan umum kedua yang paling pasti di Jakarta dalam waktu tempuh perjalanan setelah kita berada di dalamnya. Yang pertama tentunya adalah Kereta Rel Listrik yang saat ini nama bekennya adalah Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ).

Jika busway merupakan kendaraan yang paling manusiawi dan paling bisa diprediksi waktu perjalanannya, lalu kenapa hal tersebut tidak menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta? Sebenarnya dengan adanya busway, banyak masyarakat yang beralih dari pengguna kendaraan pribadi ke busway untuk aktifitas sehari-hari. Busway sendiri dikabarkan sudah membawa lebih dari 300 ribu orang per hari dalam operasinya di Jakarta tahun ini. Namun jumlah tersebut masih sangat sedikit dengan jumlah orang di Jakarta pada waktu jam kerja. Jumlah orang yang lalu lalang di Jakarta pada jam kerja dikabarkan lebih dari 10 juta orang. Dengan hitungan pergi pulang maka ada 20 juta orang yang harus diangkut oleh setiap angkutan yang beroperasi di Jakarta. 300 ribu dibandingkan 20 juta orang hanyalah 1 : 60. Artinya setiap satu orang yang terlayani busway, ada 60 orang lain yang tidak terlayani busway di saat yang sama.

Enam puluh orang lain inilah yang selama ini menyabotase operasional busway. Di banyak tempat, jalur busway diserobot oleh pengguna kendaraan lain. Ada angkutan umum lain, ada mobil, ada motor, ada sepeda bahkan tidak jarang pejalan kaki. Padahal jelas, busway punya jalur sendiri. Banyak orang mengeluh karena jalur busway sepertinya mubazir. Busway yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang dan terlihat jalurnya sangat sayang jika tidak digunakan. Oleh karena itu mereka pun berinisiatif mengambil jalur busway. Padahal atas inisiatifnya tersebut perjalanan busway menjadi terhambat dan busway yang ditunggu orang di halte-halte busway tidak kunjung datang.

Tidak aneh di hampir setiap halte busway ditulis “Mohon maaf bus datangnya lama” untuk jaga-jaga adanya masyarakat yang komplain karena bus tidak kunjung datang. Padahal kedatangan yang lama tersebut sedikit banyak merupakan kontribusi dari masyarakat Jakarta sendiri yang menyerobot jalur busway semata-mata karena ingin lebih cepat sampai ke tujuan.

Artinya sadar atau tidak yang menyebabkan busway tidak beroperasi optimal adalah ulah masyarakat Jakarta sendiri yang sering menyerobot jalur busway.

Dalam hal permasalahan banjir yang paling utama menjadi penyebabnya adalah sampah. Sampah sudah menjadi penghuni tetap sungai-sungai di Jakarta. Bahkan BKT sendiri tidak luput dari sampah. Dari manakah asal sampah tersebut? Sedikit banyak sampah di sungai-sungai berasal dari masyarakat yang hidup di sekitar sungai. Mereka yang setiap musim hujan selalu merasa was-was akan adanya banjir. Mereka yang mengeluh dan mengungsi jika terjadi banjir di kediamannya. Mereka yang rugi karena harga tanah atau properti di daerahnya stagnan atau turun akibat seringnya terjadi banjir. Akan tetapi mereka sendirilah yang menghujani sungai-sungai tersebut dengan sampah-sampah.

Sungai dianggap sebagai tempat sampah raksasa bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Dengan demikian gampang saja bagi masyarakat untuk membuang apa pun ke dalam sungai. Plastik, plastik dan plastik mendominasi penghuni sungai. Plastik sangat sulit untuk terurai. Plastik pun sangat fleksibel dalam hal bentuk. Oleh karena itu tidak jarang plastik menjadi penyebab utama penyumbatan sungai. Selain plastik, banyak sekali barang lain yang dapat ditemukan di sungai. Mulai sepatu, baju, kardus bahkan kasur pun dapat kita temukan di sungai. Sungai benar-benar sudah menjadi tempat sampah raksasa masyarakat Jakarta. Saya pernah menemukan dua orang anak kecil sambil membawa tempat sampah dari rumahnya berjalan menyebrangi jalan setapak untuk menyebrangi sungai. Ketika berada di tengah sungai, mereka berdua dengan sigap membuang isi dari tempat sampah tersebut ke dalam sungai. Rupanya persepsi sungai sebagai sampah raksasa telah memiliki generasi penerus. Akan sangat sulit mengubah persepsi tersebut dalam waktu dekat.

Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil adalah keinginan dan kebiasaan masyarakat Jakarta sangat berkebalikan. Ingin macet hilang tapi sukanya menerobos jalur busway. Ingin tidak banjir tapi hobinya buang sampah di sungai. Bagaimana keinginannya bisa tercapai kalau kebiasaannya tidak mendukung keinginan.

Sama saja dengan murid yang ingin lulus tapi hobinya main terus. Sama saja dengan seorang pekerja yang ingin dapat promosi tapi kerjaannya bolos melulu. Sama saja dengan orang yang ingin masuk surga tapi favoritnya maksiat melulu. Sama saja bohong.

Sebenarnya yang menyabotase program pemerintah adalah masyarakat sendiri. Pemerintah sudah ada program busway. Masyarakat menyerobot jalurnya terus sehingga busway pun tidak optimal. Pemerintah sudah punya BKT. Masyarakat membuang sampah ke BKT sehingga dalam beberapa tahun ke depan BKT akan menjadi ancaman baru bagi masyarakat. Yang satu ingin memecahkan masalah, namun yang dibantu malah merusak fasilitas yang ada.

Kalau sudah begini terus bagaimana? {nice1}

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *