Cerita David versus Goliath adalah simbol pertarungan antara orang kecil dengan orang besar. Dalam cerita tersebut David adalah seorang manusia dengan bentuk badan rata-rata sedangkan Goliath adalah seorang manusia dengan badan tinggi besar jauh di atas rata-rata. Memang dalam cerita tersebut David akhirnya menang walaupun harus menggunakan taktik khusus untuk mengalahkan Goliath.
Cerita di atas sangat terkenal karena memang keunikan momennya. Jarang sekali dalam adu kekuatan seorang yang berbadan kecil dapat menang dengan orang yang berbadan lebih besar. Apalagi cerita tersebut dihubung-hubungkan dengan cerita keagamaan sehingga membuatnya lebih dramatis. Saat ini sulit menemukan peristiwa dengan kondisi serupa dimana si David akhirnya menang tanpa ada bantuan dari pihak lain yang membuat David mampu bersaing dengan Goliath.
Kasus David versus Goliath baru saja dimulai tanggal 10 November 2012. Produsen mobil dengan merk Esemka pada tanggal tersebut mulai meluncurkan produknya secara komersial. Sebagai pemain baru kondisi Esemka bisa disamakan dengan David yang melawan Goliath-goliath mapan dari Jepang, Eropa, Amerika dan Korea. Esemka walaupun berstatus sebagai David, tidak mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah kita. Buktinya apa? Saya melihat ada dua bukti yang secara jelas bahwa Esemka tidak dibantu atau disubsidi atau dipermudah usahanya oleh pemerintah.
Bukti pertama adalah pada harga jual mobil Esemka. Kabarnya harga jual Esemka di bilangan Rp 150 juta. Mobil dengan kapasitas mesin 1500 cc, produk baru yang belum teruji, belum ada persediaan suku cadang di lapangan, belum memiliki nilai merk yang tinggi, memiliki harga yang relatif sama dengan produk lain yang memiliki kapasitas mesin sama. Di sekitaran harga tersebut ada Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Suzuki Ertiga dan Nissan Evalia. Semua produk yang saya sebutkan ini merupakan produk yang didukung oleh pemain-pemain besar di Indonesia dan terjual ribuan unit per bulannya.
Apakah Esemka benar-benar dibuat bersaing secara langsung dengan pabrikan-pabrikan besar tersebut? Dengan harga jual kendaraan yang tidak terpaut jauh dengan pemain besar lain membuat Esemka tidak memiliki keuntungan kompetitif dibandingkan rivalnya yang sudah sangat mapan di Indonesia. Harusnya untuk menarik minat masyarakat Indonesia, Esemka dijual dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan rival-rival kuatnya. Harga jual yang murah dapat dilakukan bila ada insentif kepada Esemka, sehingga biaya perakitan per mobil dapat ditekan serendah mungkin.
Bukti kedua adalah pada kerjasama Esemka dan produsen mobil yang sudah mendunia. Saya sangat terkejut mengetahui bahwa Esemka hanya bekerja sama dengan dua produsen mobil dari Cina. Produsen tersebut adalah Foday dan Chery. Foday belum pernah saya lihat produknya malang melintang di Jakarta dan sekitarnya. Chery memang pernah ada di tanah air, tapi sudah tidak produksi lagi karena kabarnya sang ATPM tidak mau lagi mendistribusikan Chery. Artinya dua produsen tersebut tidak memiliki jaringan penjualan, perbaikan maupun suku cadang di Indonesia.
Jika Esemka dibantu oleh pemerintah kita, tidak mungkin Esemka melakukan kerja sama dengan produsen dari Cina. Sejelek-jeleknya menurut saya Korea atau Amerika. Malah kalau bisa Jepang, dimana ada salah satu merk yang tidak memiliki produk dengan mesin kapasitas 1500 cc yang harga jualnya di sekitaran Rp 150 juta.
Biarpun Esemka berjuang sendiri tanpa insentif dan dukungan pemerintah kita, namun saya berharap produknya cukup laku terjual walaupun saat ini Esemka bermain di ceruk pasar yang paling besar dimana produk dari pesaingnya sudah dikenal dan digemari masyarakat. Esemka tidak bermain di segmen yang masih sedikit persaingannya, seperti di mobil yang lebih kecil daripada segmen city car.
Memang saat ini Esemka bertarung sendirian. Bahkan tidak ada bantuan apa pun dari pemerintah. Benar-benar David versus Goliath. Mudah-mudahan David bisa bertahan dan mampu menjadi pemenang walaupun harus berjuang sekuat tenaga. Mudah-mudahan banyak investor yang ingin terlibat dalam Esemka. Mudah-mudahan banyak masyarakat kita yang karena alasan emosional dan kebangsaan membeli Esemka untuk kendaraan pribadinya. Mudah-mudahan Esemka cepat memiliki jaringan yang luas di Indonesia. Mudah-mudahan pemerintah akhirnya membantu Esemka dalam bentuk insentif dan negosiasi kerja sama dengan pemain-pemain besar.
Saya sendiri tidak akan menjadi pembeli pertama Esemka. Kenapa? Karena seperti yang saya bilang sebelumnya Esemka belum teruji. Lagipula uang Rp 150 juta bagi saya masih sangat tinggi. Tidak mungkin saya menggunakan uang tersebut untuk membeli sesuatu yang belum teruji. Bisa jadi pembeli pertama Esemka adalah orang kalangan atas yang membeli mobil bagaikan membeli gadget atu bahkan kacang goreng. Jika orang-orang ini puas pada Esemka, maka ada harapan di masa mendatang untuk Esemka. Jika mereka tidak puas, maka Esemka bisa jadi merupakan proyek gagal mobil nasional berikutnya karena tidak ada dukungan penuh dari pemerintah.
Kunci untuk David melawan Goliath adalah adanya dukungan pihak lain. David memiliki ketapel yang digunakan untuk melontarkan batu kepada Goliath sehingga ia roboh. Siapakah yang akan memberikan ketapel kepada Esemka untuk dapat bersaing di industri otomotif nasional bahkan internasional?
Semoga Esemka bertahan! {nice1}