Sejak 3 tahun lalu portofolio investasi saya tidak pernah beranjak dari Obligasi dan Reksadana. Tahun ini adalah waktunya saya mengembangkan portofolio investasi saya. Tahun inilah saya akan memulai membeli saham secara langsung tanpa lewat Reksadana. Tahun ini pula saya terlibat secara tidak sengaja di investasi emas yang saya selalu hindari beberapa tahun belakangan. Tahun ini pula, tepatnya di akhir tahun lalu saya juga mengambil investasi berupa tabungan yang bunganya secara deposito dibayar di depan.
Tadinya saya mau membangun portofolio saya dengan properti. Namun agak sulit membangun portofolio properti karena memang harus rajin mencari dan meluangkan waktu, uang dan tenaga untuk menemukan dan memelihara properti tersebut. Dengan uang cash yang tidak besar dan kemacetan yang luar biasa sehingga membatasi mobilitas saya, saya pun mengurungkan niat untuk melibatkan diri di bisnis properti kecuali satu apartemen kecil saya yang saat ini sedang dalam kondisi tersewa.
Investasi emas adalah investasi yang paling tidak saya rencanakan. Tiba-tiba seorang rekan kerja menawarkan emas miliknya karena dia sedang butuh uang untuk berinvestasi tanah. Saya pun bertanya kepada istri saya apakah tertarik dengan emas yang dia tawarkan. Memang kami tidak membelinya dengan harga miring, hanya sedikit lebih murah daripada jika membeli emas ke Antam secara langsung. Malah banyak yang bilang kami membelinya kemahalan, tapi tak mengapa demi membantu teman. Akhirnya genaplah kami punya beberapa puluh gram emas dari yang sebelumnya hanya berupa hadiah emas dari kerabat atau saudara dekat.
Kemungkinan saya tidak akan menambah lagi emas milik saya karena memang sejak awal saya kurang tertarik berinvestasi emas. Namun bukan berarti kalau ada tawaran menarik, apalagi dalam rangka membantu rekan atau kerabat, maka mungkin saja saya akan menambah pembendaharaan emas milik saya. Yang pasti emas bukan merupakan pilihan investasi utama saya.
Tahun ini, tepatnya sebelum bulan Maret 2013 berakhir saya berencana membeli saham secara langsung. Untuk teknis pendaftaran, pembelian, aturan dan etika permainan saham tersebut saya belajar dan bertanya dari mertua di rumah dan rekan kerja di kantor. Untuk permulaan, saya berencana membeli saham-saham yang saya sering gunakan seperti Jasa Marga (jalan tol), Garuda (pesawat terbang), Indofood (mie goreng) dan Unilever (sabun dan sampo). Saat ini saya kurang tertarik untuk membeli saham bank konvensional karena sifatnya yang riba. Saya sendiri memang adalah nasabah dari bank konvensional tapi itu pun karena saya merasakan kemudahan dalam melakukan transaksi karena memang bank syariah yang ada memiliki dua kekurangan penting, yaitu Kalau ATM dan cabangnya kurang atau fleksibilitas untuk melakukan pembayarannya yang kurang.
Kenapa harus Maret? Karena di akhir bulan Februari saya akan mendapatkan uang hasil pengembalian obligasi yang saya beli 3 tahun lalu. Uang itulah yang akan saya gunakan sebagai modal untuk membeli saham. Saham yang akan saya beli rencananya akan saya pertahankan dalam jangka waktu menengah atau panjang. Yang pasti saya tidak akan main harian walaupun setiap hari saya bisa mengecek pergerakan saham saya secara online. Rencana saya setiap bulan saya akan menambah investasi saham saya, persis seperti yang saya lakukan pada Reksadana sekarang ini. Mungkin prosentase saham dan Reksadana akan saya bagi dua atau malah saham yang lebih besar daripada Reksadana. Malah kalau ada uang lebih dari bonus atau pinjaman tanpa bunga dari perusahaan, saya akan pergunakan sebagian untuk menambah investasi saya.
Yang pasti tahun 2013 adalah tahunnya investasi.
Lalu kalau kata ahli perencanaan keuangan, “Tujuan lo ape?” Tujuan gue banyak dan dibedakan antar masing-masing instrumen yang digunakan.
Dimulai dari emas.
Emas saya pilih hanya untuk menahan inflasi. Jika emas yang saya beli hari ini nilainya setara dengan sebuah motor Honda matik, maka dalam 5-10 tahun ke depan nilai emas itu harusnya minimal seharga motor Honda matik yang sama. Dengan memiliki beberapa puluh gram emas, saya pun punya keyakinan bahwa dalam 5-10 tahun ke depan, nilai uang saya seharga beberapa puluh gram emas ini tidak akan jatuh.
Kemudian deposito dan reksadana pasar uang.
Deposito sebenarnya tidak saya miliki secara langsung. Saya memiliki ikatan perjanjian dengan Bank Internasional Indonesia bahwa saya harus menempatkan sejumlah uang di tabungan saya dan tidak boleh ditarik dalam 5 tahun ke depan. Imbalannya saya langsung diberikan hadiah smartphone terkini dan bunga tabungan tetap diberikan per bulannya. Itulah tabungan setara deposito yang saya miliki. Untuk pasar uang saya gunakan hanya sebagai “saving account”. Saving account ini berguna untuk menyimpan uang darurat kita yang akan kita pakai sewaktu-waktu. Kenapa pasar uang yang dipilih? Karena pasar uang selain memberikan imbalan yang lebih tinggi daripada deposito, mengingat pasar uang terdiri dari 100% deposito dan obligasi yang dalam 1 tahun jatuh tempo, juga dapat dicairkan kapan saja walaupun ada tempo 1-7 hari kerja sebelum uang benar-benar cair. Ini adalah penyimpan uang cash yang jauh lebih menguntungkan daripada tabungan biasa.
Lalu reksadana saham.
Reksadana saham saat ini yang saya miliki ada 2 macam produk. Yang satu untuk rencana naik haji saya dengan istri. Yang satu lagi untuk biaya pendidikan anak saya nantinya. Yang untuk naik haji saat ini nilainya sudah belasan juta, dimulai dari tahun 2008, sempat diambil beberapa juta di tengah jalan untuk keperluan lain dan di top-up sekitar 500rb per bulannya. Yang untuk biaya pendidikan anak masih di bawah Rp 10 juta karena dimulai saat anak saya baru lahir. Reksadana saham akan terus saya isi setiap bulannya agar nilainya terus berkembang.
Yang terakhir saham.
Nah ini yang belum dilakukan. Tapi akan dilakukan dan harus memiliki porsi lebih saat awal-awal terlibat di saham agar mengerti keuntungan dan resikonya. Saya sudah banyak mendengar tentang cerita sukses dan cerita buntung tentang saham. Namun agak kurang sreg jika saya sendiri tidak terlibat di dalamnya. Saham saya pilih sebagai ganti daripada saya melakukan usaha pribadi. Terinspirasi dari sebuah artikel yang berjudul “Tidur itu Kaya”, saya pun ingin memiliki saham seperti saya memiliki usaha sendiri. Oleh karena itu saham yang saya beli nanti tidak langsung saya putar (atau jual) dalam waktu yang singkat (harian), namun saya tahan beberapa lama dan kemudian dijual saat saya rasa sudah cukup menguntungkan atau butuh uang untuk membeli sesuatu.
Dengan demikian saya tidak lagi harus meluangkan waktu untuk belajar berbisnis. Saya tinggal meluangkan waktu untuk memilih saham-saham mana yang akan dikelola dengan baik. Begitu banyak profesional yang akan bekerja dengan saya nantinya. Saya tinggal menyuruh mereka untuk memberikan laporan keuangan agar saya bisa ketahui apakah perusahaan yang saya beli sahamnya masih memiliki prospek yang baik atau sudah dalam kondisi yang kurang baik. Saya sendiri dapat focus kepada pekerjaan dan karir saya dan tidak harus membagi waktu antara pekerjaan dan bisnis sendiri. Saya pun dapat melakukan keduanya nanti.
Lalu bagaimana properti?
Nantilah jika sudah punya uang nganggur agak banyak baru saya mulai melirik properti kembali. Yang pasti saya belum punya rumah sendiri. Saya berkeinginan membeli rumah sendiri dan itu tidak saya anggap sebagai investasi melainkan sebagai pembelian yang paling tidak memakan nilai uang saya. Semoga tahun ini keinginan itu bisa menjadi kenyataan….amin. {nice1}
Gambar diambil dari http://rudiyanto.blog.kontan.co.id/files/2012/01/Portfolio-Reksa-Dana.png