Harga Bahan Bakar Minyak

Harga BBM

Jika melihat website ini pada tanggal 19 Maret 2013, maka harga minyak mentah per barelnya berada pada 93.83 dolar. Dengan harga 1 dolar pada hari yang sama dari website ini adalah Rp 9.850, maka harga minyak mentah per barelnya adalah Rp 924.225,5. Dengan 1 barel sama dengan 159 liter, maka harga satu liter minyak mentah adalah Rp 5.813.

Harga tersebut adalah harga untuk minyak mentah. Belum minyak olahan seperti yang selama ini biasa kita konsumsi. Minyak mentah tersebut nantinya diolah menjadi bensin, solar, avtur atau minyak tanah yang selama ini kita kenal. Mengolahnya tentu membutuhkan biaya lagi, biaya yang sampai saat ini tidak kita ketahui, kecuali jika terlibat langsung di industri hilir minyak dan gas.

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga bensin, solar, avtur atau minyak tanah pastinya lebih tinggi daripada harga minyak mentah per liternya. Dengan logika sederhana saja kesimpulan tersebut bisa diambil karena memang bensin, solar, avtur atau minyak tanah adalah produk olahan dari minyak mentah. Istilah umumnya minyak tanah adalah bahan baku, sedangkan bensin, solar, avtur atau minyak tanah adalah barang jadi. Barang jadi pastilah harganya lebih mahal daripada bahan baku.

Namun di Indonesia yang terjadi adalah sebaliknya. Sampai saat tulisan ini ditulis, harga bensin jenis Premium dan Solar di Indonesia harganya adalah Rp 4.500 per liter. Dari sini saja sudah terlihat adanya ketidaknormalan. Harga barang jadi lebih murah daripada bahan baku. Perbedaannya cukup signifikan, hampir sepertiga harga dipangkasnya untuk menjual barang jadi. Dari sini terlihat bahwa paling tidak industri hilir minyak dan gas kita merugi paling tidak Rp 1.500 per liter bahan bakar minyak yang dijual ke masyarakat. Kerugian tersebut ditutupi oleh pemerintah dalam bentuk subsidi. Subsidi yang minimal seharga Rp 1.500 per liter dikucurkan pemerintah kepada rakyatnya tanpa pandang bulu apakah rakyat tersebut mampu atau tidak.

Kenapa saya masih menyebut angka minimal? Karena itu belum memperhitungkan biaya pengolahan, biaya marketing dan biaya distribusi. Tentunya biaya tersebut akan jauh lebih tinggi daripada hanya Rp 5.813 per liternya. Padahal setiap harinya ribuan bahkan jutaan liter Premium atau Solar digunakan oleh masyarakat. Siapa saja orangnya, kaya, miskin, pengusaha, pengangguran, bahkan pejabat juga menikmatinya.

Saya tidak menganjurkan agar subsidi dicabut atau harga bahan bakar minyak bersubsidi dinaikkan. Saya hanya menganjurkan agar pemerintah mengkaji dengan mendalam siapa-siapa saja yang membutuhkan subsidi. Pengguna angkutan umum saya rasa sangat membutuhkan subsidi. Tarif angkutan umum diusahakan murah dan kalau bisa nyaman. Inilah yang seharusnya disubsidi besar-besaran oleh pemerintah, bukan siapa saja orangnya selama berada di Indonesia menikmati subsidi bahan bakar per liternya secara langsung dan tunai.

Saya kurang sependapat bila subsidi bahan bakar minyak dipindahkan untuk memberikan tunjangan kepada orang yang tak mampu. Hal tersebut tidak akan memperbaiki keadaan. Bila subsidi bahan bakar minyak dipindahkan ke tempat lain, maka sudah pasti yang tak mampu akan semakin tak mampu, bahkan bisa lebih gawat daripada sebelumnya. Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan mempengaruhi biaya perjalanan dan biaya logistik. Selama kedua hal ini mampu ditekan oleh pemerintah lewat subsidinya, maka tidak akan terjadi lonjakan harga luar biasa. Memang sulit untuk mengaturnya, apalagi saat ini di negara ini seakan-akan negara tanpa aturan dan berjalan seperti auto-pilot dimana masing-masing orang berjalan sesuai keinginannya sendiri-sendiri tanpa ada arahan dari siapa pun.

Lalu apa donk yang harus dilakukan saat ini? Bagi masyarakat yang mampu, yah jangan lagi membeli bahan bakar minyak yang disubsidi. Bagi masyarakat yang tidak mampu, silakan saja. Kan subsidi emang buat kalian. Bagi pemerintah, langsung kumpulkan perusahaan-perusahaan angkutan. Beri subsidi mereka, terutama yang pemerintah tidak memiliki andil dalam tersedianya angkutan umum di suatu wilayah. Jika angkutan tersebut beririsan dengan angkutan yang sudah disediakan pemerintah, misalnya rute yang sama dan jenis angkutan yang sama, maka tidak perlu diberikan subsidi. Biarkan dia bersaing.

Bisnis angkutan umum dengan harga murah biasanya adalah bisnis merugi. Tapi bisnis tersebut biasanya disubsidi oleh pemerintah dan pemerintah mendapatkan uang subsidinya dari masyarakat lewat pajak. Lalu bagaimana bisnis angkutan yang tidak disubsidi? Biarkan saja bisnis angkutan tetap ada dengan harga keekonomiannya. Syaratnya cuma satu, harus memberikan layanan yang lebih baik daripada layanan angkutan umum biasa yang harganya disubsidi pemerintah.

Jika perusahaan angkutan umum sudah disubsidi, yah pemerintah tinggal mengumumkan saja kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Subsidi tetap diberikan, tapi ke arah yang lebih tepat sasaran. Biarpun pengguna kendaraan umum adalah orang mampu, biarkan saja, toh orang tersebut harus rela mengantri dan berdesak-desakan dengan orang lain di dalam angkutan umum. Yang penting kan subsidinya gak bisa dinikmati oleh orang-orang yang maunya enak sendiri. Maunya dingin sendiri saat yang lain kepanasan. Maunya nyaman sendiri saat yang lain berdesak-desakan. Maunya murah sendiri saat yang lain terpaksa mengeluarkan biaya mahal untuk angkutan.

Semoga pemerintah kita tidak lagi salah sasaran dalam memberikan subsidi ke depannya. {nice1}

Gambar diambil dari : http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20120221_Warga_Manado_Antre_BBM.jpg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *