Saat saya menulis artikel ini, harga Pertamax di SPBU normal DKI Jakarta adalah Rp 9.900 per liter, sedangkan harga Pertamax di SPBU bersaing DKI Jakarta adalah Rp 9.700 per liter. Bagi pembeli BBM Non Subsidi mungkin sudah terbiasa dengan harga Pertamax di angka Rp 9.000-an per liter dalam kurun waktu paling tidak satu tahun terakhir ini. Saya merasa harga Pertamax di angka Rp 9.900 per liter kemahalan jika dilihat referensi harga minyak mentah dunia saat ini. Untuk menguji perasaan saya tersebut, saya pun mengumpulkan data-data dari berbagai sumber mengenai sejarah harga Pertamax, sejarah harga minyak mentah dunia dan juga sejarah kurs Rupiah-Dolar Amerika. Kenapa saya membandingkan ketiga hal tersebut? Biasanya harga minyak mentah dunia dan kurs Rupiah-Dolar Amerika adalah dua hal yang paling mempengaruhi harga jual BBM Non Subsidi ke konsumen.
Untuk mendapatkan data sejarah harga Pertamax, saya mendapatkannya dari Website ESDM. Untuk mendapatkan data sejarah harga minyak mentah dunia, saya mendapatkannya dari Web ini. Sedangkan untuk mendapatkan data sejarah kurs Rupiah-Dolar Amerika saya mendapatkannya dari Website BI.
Data sejarah harga Pertamax dari link yang saya dapatkan di atas hanya dari Juni 2011 hingga Maret 2012 (saya memilih harga Pertamax DKI Jakarta). Oleh karena itu data sejarah harga minyak mentah dunia dan posisi kurs Rupiah-Dolar Amerika saya sesuaikan dengan kondisi data yang ada. Untuk menjaga bahwa posisi kurs dan harga minyak mentah berada pada waktu yang sama, saya pun mengambil data tiap awal bulan untuk harga minyak mentah dan posisi kurs dari data yang tersedia di website yang menjadi referensi saya.
Akhirnya, saya pun membandingkan selisih harga Pertamax dengan harga minyak mentah per liter dalam rupiah untuk tiap data yang saya peroleh per bulannya untuk periode Juni 2011 hingga Maret 2012. Dari pengolahan data yang saya dapatkan, rata-rata selisih harga Pertamax dengan harga minyak mentah per liternya adalah Rp 3.243 per liter untuk periode data di atas atau seperti tabel yang ada di permulaan artikel ini.
Lalu saya beranjak ke kondisi hari ini (16 April 2013). Harga Pertamax seperti saya sebutkan di atas ada di angka Rp 9.900 per liter. Harga minyak mentah dari referensi web yang sama pada tanggal 12 April 2013 adalah $ 91.29 (memang beda 4 hari, tapi itulah data terakhir yang saya dapatkan hari ini). Kurs Rupiah-Dolar Amerika dari referensi web yang sama pada tanggal 16 April 2013 adalah Rp 9.772. Dari data ini harga minyak mentah per liternya dalam rupiah adalah Rp 5.611 atau selisih Rp 4.289 per liter dengan harga Pertamax untuk ukuran yang sama. Dari angka ini terlihat bahwa ada kelebihan rata-rata margin Rp 1.046 per liter harga Pertamax dibandingkan posisi harga Pertamax di periode Juni 2011 hingga Maret 2012.
Jika mengacu kepada rata-rata margin sebelumnya, harga Pertamax saat ini harusnya berada pada angka Rp 8.800 hingga Rp 8.900 per liternya. Sekitar seribu rupiah per liter bedanya.
Bagaimana mengenai rasionalitas harga?
Mungkin kita ingat saat harga minyak sedang tinggi-tingginya di tahun 2008 lalu yang sampai menembus $ 140 per barel. Harga Pertamax saat itu paling tinggi hanya menembus angka Rp 10.000-an. Dengan kondisi harga minyak mentah yang kira-kira $ 50 lebih murah per barelnya, harga Pertamax saat ini hanya beda beberapa ratus rupiah dengan harga Pertamax saat itu. Malah saat ada wacana kenaikan harga BBM subsidi di kuartal dua tahun 2012 lalu, harga minyak mentah saat itu bertengger di kisaran $ 110 – $ 120 per barel. Harga Pertamax saat itu tidak beda jauh dengan saat ini, malah lebih mahal harga saat ini daripada harga saat itu.
Bagaimana bisa dengan turunnya harga minyak mentah daripada tahun lalu menyebabkan harga Pertamax jadi lebih mahal?
Mungkin saja selama ini masyarakat sudah terbiasa dengan harga di angka Rp 9.000-an sehingga ketika terjadi penurunan harga minyak mentah, harga BBM Non Subsidi tidak serta merta turun. Dengan demikian Pertamina, Shell dan Total saat ini menikmati margin yang lebih tinggi. Mungkin saja saat harga minyak mentah beranjak naik mereka juga tidak langsung menaikkan harga jual BBM Non Subsidinya dan bersedia mengurangi margin agar konsumen tidak beralih ke BBM Subsidi.
Yang pasti saat ini BBM Non Subsidi harganya sudah ditentukan pasar. Selama konsumen masih bersedia membayar di harga yang tinggi, kenapa harus memberikan harga yang lebih murah? Toh namanya juga Non Subsidi, berarti harus rela membayar lebih mahal. Konsumen bayar lebih mahal, margin bagi penyedia BBM Non Subsidi lebih tinggi.
Perasaan saya rupanya benar. Harga BBM Non Subsidi saat ini memang kemahalan! {nice1}