Baru saja hangat di ingatan kita akan adanya kecelakaan Bus yang masuk jurang bersama kendaraan lain di daerah Banyumas. Kabarnya korban meninggal dalam kejadian tersebut mencapai belasan orang. Alasannya klasik: rem blong! Si Supir kabarnya sudah menjadi tersangka. Entah mengapa saat terjadi kecelakaan sejenis ini si Supir seringkali lolos dari maut.
Kalau kita membaca berita mengenai kecelakaan ini di sebuah media online, maka kita akan dengan mudah menemukan komentar pembaca yang menyalahkan si Supir atau menyalahkan pengawasan dari pengelola bus karena bus tersebut tidak layak jalan. Bisa saja memang kedua pihak tersebut yang salah. Si Supir karena mengemudi secara ugal-ugalan dan atau pihak pengawas yang sengaja mencari keuntungan dengan alpa memperbaiki bagian yang penting dari bus, yaitu rem.
Namun kita bicara logika saja. Saya yang tidak terlalu mengikuti beritanya dan kebanyakan hanya membaca judul berita dan satu paragraf pertama dari berita tersebut. Saya pun mendapatkan fakta-fakta berikut ini:
1. Kecelakaan terjadi saat bus sedang berjalan menurun
2. Menurut pengakuan si Supir rem tiba-tiba blong
3. Supir panik dan menabrak apa pun yang ada di depannya karena rem blong
Menurut saya ketika kendaraan berada di jalanan menurun, maka itu adalah saat paling sulit dalam mengendalikan kendaraan. Untuk kendaraan yang bergigi otomatis, jika berjalan menurun maka disarankan untuk memainkan lever rendah, biasanya yang dipilih angka 3, 2 atau L. Jika memilih D saat berjalan menurun, apalagi menurunnya cukup tajam dan panjang, maka mobil akan berjalan sangat kencang. Menginjak rem saat mobil berjalan menurun berulang-ulang untuk mengendalikan lajunya akan sangat berbahaya karena rem akan cepat panas dan lama-lama terjadilah yang namanya blong.
Nah sesuai pengakuan si Supir yang remnya tiba-tiba blong itu bukanlah hal yang aneh. Dengan jalan menurun dan supir yang mungkin kurang pengalaman di jalanan menurun, dapat menyebabkan supir lebih sering menggunakan rem untuk mengendalikan kecepatan kendaraan daripada supir menggunakan engine break (menaikturunkan gigi) untuk mengendalikan kecepatan. Dengan melakukan rem terus menerus maka sistem rem akan jadi panas, dan timbullah apa yang dinamakan blong. Begitu rem blong, supir pun panik dan lupa bahwa ada cara lain untuk mengurangi kecepatan saat rem tidak lagi berfungsi. Cara tersebut adalah engine break.
Terjadilah kecelakaan, karena kurangnya pengalaman si Supir bermanuver di jalanan menurun.
Lalu apa yang dapat kita ambil pelajaran dari kejadian ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah kepedulian para penumpang untuk menegur si Supir. Saya rasa dari belasan penumpang yang ada di dalam bus, paling tidak ada satu orang yang mengerti cara menyetir ketika di turunan. Orang ini tentu harus menjadi orang pertama yang mengawasi gerak-gerik supir yang terlihat jarang mengoper gigi saat berada di turunan. Dia harus dengan sigap menegur si Supir agar menggunakan engine break saat ingin mengendalikan kecepatan di turunan sehingga rem tidak panas dan tidak blong.
Kita seringkali diam saja terhadap perilaku Supir yang terlihat ugal-ugalan. Mungkin karena kita semua ingin cepat sampai, kita pun seringkali melupakan keselamatan. Selama si Supir dapat dengan baik mengendalikan kendaraan, maka seugal-ugalan apa pun si Supir, tidak ada satu orang pun yang menegur. Paling-paling hanya seorang ibu yang terkaget-kaget melihat perilaku si Supir yang berugal-ugalan.
Seringkali juga kita pasrahkan nyawa kita kepada perilaku si Supir. Selama si Supir belum saatnya mengalami kecelakaan, maka selama itulah kita senang-senang saja kepada perilakunya. Bahkan saat kita tahu bahwa si Supir menyetir sudah tidak aman, maka kita lebih memilih berdoa kepada Yang Maha Kuasa daripada memilih menegur supir agar menyetir lebih hati-hati.
Adalah hal berbeda jika kita mengalami turbulensi saat berada di pesawat terbang. Saat-saat itu kita memang tidak memiliki kuasa selain berdoa kepada Yang Maha Kuasa karena kita yakin si Pilot akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan kita agar terbebas dari turbulensi. Lagipula jarang sekali ditemukan seorang pilot ugal-ugalan saat membawa pesawat terbangnya.
Berada di dalam pesawat berbeda dengan berada di dalam sebuah kendaraan darat. Di kendaraan darat kita bisa melihat dan menegur langsung si Supir bila ugal-ugalan. Di pesawat terbang boro-boro menegur, melihat muka si Pilot yang membawa pesawat kita pun belum tentu pernah. Jadi jangan pernah merasa pasrah saat berada di kendaraan darat saat supirnya ugal-ugalan. Pasrah hanya dan hanya dapat kita lakukan saat kita menebeng kendaraan tersebut tanpa bayar. Selama kita naik angkutan umum hampir selalu kita membayar untuk bisa naik kendaraan tersebut. Karena sudah membayar, maka kita memiliki hak untuk mengingatkan supir agar menyetir lebih hati-hati karena yang terpenting adalah keselamatan kita sampai ke tujuan.
Lain kali melihat supir ugal-ugalan atau melakukan teknik menyetir yang tidak benar, tegurlah ia! Sekali dua kali mungkin teguran anda tidak akan membuatnya jera, namun paling tidak ada seseorang yang mengingatkan dia. Jika semua orang menegur seorang supir yang ugal-ugalan dalam menyetir, maka saya yakin supir tersebut tidak akan berani ugal-ugalan lagi. Dan berita-berita kecelakaan karena ulah supir ugal-ugalan akan sendirinya lenyap dari bumi Indonesia. {nice1}
Gambar diambil dari : http://media.infospesial.net/image/p/2012/02/bus-maut8.jpg