Sudah tiga kali timnas U-23 tampil di pertandingan Islamic Solidarity Games (ISG) ketiga tahun 2013 yang diadakan di Palembang, Indonesia. Baru kemarin sore saya menyaksikan sendiri pertandingan timnas mulai menit awal hingga kemenangan yang diraih lewat adu penalti. Satu hal yang mengusik saya adalah mengenai penampilan Syamsir Alam yang menurut sang komentator tampil tidak seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Menurut saya yang menonton langsung acara tersebut, Syamsir Alam memang tidak tampil seciamik Andik, David Laly atau Kurnia Meiga yang berhasil menahan tendangan penalti pemain Turki pada waktu normal. Namun terlihat sekali pada akhir-akhir pertandingan, permainan yang paling konsisten di lapangan, terutama dari segi fisik, Syamsir Alam memang mantap. Bahkan sang komentator bingung kenapa pelatih Rahmad Darmawan malah menambah striker baru saat pergantian pemain dan bukan mengganti Syamsir Alam yang menurutnya tampil buruk.
Saya melihat dalam permainan itu bahwa Syamsir Alam tidak terlalu lincah membawa bola, umpannya pun sering tidak terukur, dan penguasan bolanya mudah sekali direbut. Ia praktis hanya lari sana-sini, bahkan seringkali rekannya tidak mengoper bola kepadanya walaupun lebih dekat dan lebih memilih mengoper ke rekan lain seperti Andik walaupun posisi Andik jauh dan sulit untuk dijangkau.
Melihat permainan Syamsir Alam yang seperti itu, saya teringat kepada salah seorang pemain bola legendaris Italia, yang juga tidak lincah membawa bola, tidak jago mengocek bola, kurang hebat memberi umpan, namun mampu mencetak gol lebih dari 300 gol sepanjang karir sepakbola profesionalnya. Hingga saat ini pemain tersebut menjadi pencetak gol terbanyak nomor dua di seluruh kompetisi antar klub di Eropa dan menjadi pencetak gol terbanyak nomor lima untuk orang yang berkebangsaan Italia. Dialah Filippo Inzaghi.
Bahkan di salah satu artikel yang saya baca sebelum menulis artikel ini, banyak pujian sekaligus kritikan kepada Inzaghi. Berikut adalah cuplikan dari kritikan yang sekaligus pujian dari pelatih ternama yang pernah melihatnya main
Johan Cruyff : “Look, actually he can’t play football at all. He’s just always in the right position.”
Sir Alex Ferguson : “was born in an offside position”
Selama ini kita selalu menginginkan striker-striker yang mampu menggiring bola dengan lincah, lari dari separuh lapangan, satu lawan satu dengan bek lawan, melewati bek lawan, tinggal berhadapan dengan striker dan menceploskan bola ke gawang. Namun tidak semua striker dapat berbuat seperti itu. Kita mungkin lupa, bahwa pencetak gol terbanyak untuk timnas Indonesia adalah Bambang Pamungkas. Dia adalah seorang striker yang bukan tipe pengocek bola dan meliuk-liuk bagaikan Lionel Messi atau Christiano Ronaldo. Kita tahunya Bambang Pamungkas hanya mampu menahan bola sebentar, lalu mencari celah untuk menembak, dan langsung menembak begitu menemukannya. Itulah ciri khas Bambang Pamungkas di samping penempatan posisinya yang sangat bagus dan juga sundulannya yang mematikan. Bambang Pamungkas menjadi pencetak gol terbanyak untuk timnas tanpa harus menggiring bola terlalu lama. Yang penting dia harus tahu bola mau mengalir kemana dan dia sambar bola tersebut untuk mencetak gol.
Dalam pertandingan kemarin, Syamsir Alam memang diposisikan sebagai target man. Namun seringkali dia mendapatkan bola ketika masih di separuh lapangan. Yang dilakukannya hanyalah melakukan tek-tok ke pemain lain dan kemudian mencari posisi lagi. Tidak terlihat adanya gerakan eksplosif seperti pemain lainnya yang penuh dengan teknik sepakbola modern dan enak untuk dilihat. Sayangnya Syamsir Alam walaupun ditempatkan sebagai target man seringkali turun terlalu jauh untuk membantu pertahanan. Apakah ini memang taktik yang disiapkan pelatih atau bagaimana, tapi setiap kali ada serangan balik, jarang sekali terlihat Syamsir Alam berada paling depan di barisan penyerang. Sampai-sampai sang komentator bertanya-tanya kemana Syamsir Alam karena sepanjang pantauan kamera ketika Indonesia sedang menyerang, Syamsir Alam tidak terlihat di kamera. Yang menambah kekecewaan sang komentator adalah beberapa kali umpan silang dari sayap tidak disambut oleh seorang pun pemain di kotak penalti karena tidak ada seorang pun di sana. Harusnya Syamsir Alam berada di sana!
Satu-satunya gaya permainan yang menarik ditampilkan Syamsir Alam kemarin adalah aktingnya yang sangat bagus. Saya mencatat paling tidak ia sampai empat kali ia terjatuh kesakitan karena hanya disentuh mukanya dengan tangan oleh pemain Turki. Lumayan ada hasilnya yaitu si pemain Turki terkena kartu kuning dan tidak terlalu menempel ketat Syamsir Alam lagi. Sayangnya di jatuhnya yang keempat, Syamsir Alamlah yang diganjar kartu kuning karena mungkin menurut wasit terlalu lebay.
Yang pasti menurut saya, jika kita berharap bahwa Syamsir Alam akan bermain layaknya seperti Andik, Okto, Tibo, Wanggai, atau Christian Gonzales, maka berharaplah kecewa. Dari video-video youtube yang saya saksikan sebelum menulis tulisan ini, gol-gol Syamsir Alam bukan karena dia membawa bola dan mengoceh beberapa pemain belakang lawan. Gol-golnya datang karena dia memiliki kesempatan menembak dan dia mengambil kesempatan itu. Tembakannya cukup akurat, dia pernah mencetak gol dari tendangan bebas, namun ya itu dia harus memiliki kesempatan itu. Dan mungkin dia harus dibiarkan bersantai-santai di depan sambil menunggu operan matang dari rekan-rekannya. Toh sudah ada Andik yang piawai mengocek bola. Ada Ramdani yang punya visi bermain. Ada Bayu Gatra yang tidak kalah ciamiknya dengan Andik dalam mengocek bola. Dan juga yang tak kalah agresifnya Alfin yang sering menusuk dari sayap untuk membantu serangan.
Biarlah dia berduel satu lawan satu merebut bola dengan pemain belakang lawan. Sepuluh kali kesempatan dia berduel dengan pemain belakang lawan dan dia berhasil melewatinya satu kali saja, itu sudah cukup untuk membuatnya mencetak satu gol. Itulah yang dilakukan Filippo Inzaghi selama karir sepakbolanya. Dia hanya butuh satu kesempatan untuk mencetak gol, dan ketika dia mendapatkan satu kesempatan itu, dia pasti mencetak gol.
Semoga Syamsir Alam juga memiliki bakat alami seperti Filippo Inzaghi. Dan jika memang bakatnya seperti itu, maka strategi pelatih Rahmad Darmawan harus sedikit diubah untuk mengantisipasi karakter bermain Syamsir Alam yang tidak biasanya sebagai pemain bola profesional. Lagipula kalau memang dia tidak memiliki kualitas yang sesungguhnya dalam bermain bola, lalu kenapa dia selama ini malang melintang berkarir di luar negeri? Apakah klub luar negeri merupakan klub bodoh yang mengkontrak pemain yang tidak bisa main bola untuk berlatih dan bermain di klubnya dan dibayar dengan uang yang tidak bisa dibilang murah? Tentu tidak kan?
Setiap pemain pasti punya karakter bermain sendiri-sendiri. Dan karakter bermain Syamsir Alam ini mungkin tidak bisa diterapkan pada setiap klub yang dia masuki. Namun begitu dia mendapatkan klub yang tepat yang mengerti karakter bermainnya, maka ia akan menjadi bersinar dengan terang.
Mudah-mudahan Indonesia juara di ISG 2013 di Palembang. Lawan berikutnya adalah Maroko, tim yang pernah kita kalahkan 1-0 di pertandingan pertama lalu. Ayo Indonesia! Ayo Syamsir Alam! {nice1}
Gambar diambil dari : http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/syamsir-alam-_130927114551-870.jpg