Kalau ngomongin BBM bersubsidi di negara ini rasanya tidak pernah habis-habisnya. Pemerintah selalu mau mengurangi subsidi, tapi selalu kurang berani melakukannya. Rakyat selalu mau BBM murah yang artinya subsidi terus diberikan, bahkan ditambah kalau perlu. Dua kepentingan ini selalu tidak pernah ketemu. Pasti ada saja konflik dimana pemerintah berkeinginan mengurangi BBM bersubsidi dan rakyat tidak rela subsidi dicabut.
Namun bukan pemerintah namanya kalau tidak kreatif mengajukan wacana. Sejak tahun lalu, salah seorang pejabat pemerintah yang cukup populer mengajukan wacana penghilangan subsidi BBM di salah satu kota besar. Idenya cukup baik, walaupun belum jelas. Namun memang ide tersebut sampai sekarang tidak jelas rimbanya karena baru sebatas wacana.
Yang menarik malah tindakan nyata dari pihak BPH Migas sebagai badan pengatur distribusi minyak dan gas ke konsumen di Indonesia. Sebagai hadiah lebaran bagi warga Jakarta, beberapa tempat di Jakarta dilakukan distribusi terbatas BBM bersubsidi. Di Jakarta Pusat, BBM bersubsidi jenis Solar dijual dengan harga non-subsidi. Di SPBU jalan tol, tidak ada lagi BBM bersubsidi dijual. Artinya setiap pengguna jalan tol yang mampir ke SPBU harus membeli BBM non-subsidi.
Gara-gara tindakan nyata BPH Migas, pejabat pemerintah yang mengajukan wacana penghapusan BBM bersubsidi mulai bersuara kembali tentang idenya. Kali ini seakan-akan ide itu nyata. Kabarnya mulai Januari 2015 dia akan menghilangkan Premium dari Jakarta. Wow, betul-betul tindakan yang hebat jika memang menjadi kenyataan.
Memang, dalam rangka mengurangi atau menghilangkan BBM bersubsidi di kota besar, harus dimulai dari kota yang terbesar dulu dan dimulai dari jenis BBM bersubsidi yang paling banyak digunakan oleh orang-orang di kota besar. Kota terbesar di Indonesia adalah Jakarta dan BBM bersubsidi yang paling banyak dinikmati oleh orang-orang di Jakarta adalah Premium.
Saat orang-orang yang memiliki kendaraan di Jakarta membeli Premium, itu artinya setiap liter Premium yang dibeli oleh orang tersebut, negara memberikan uang tunai secara langsung kepada orang tersebut paling tidak Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Asumsi ini adalah harga Premium sekarang Rp 6.500 dan harga Pertamax saat ini di kisaran Rp 11.150 atau berbeda sekitar Rp 4.650 per liternya. Dengan pembulatan ribuan ke atas, maka kita mendapatkan angka Rp 5.000.
Jadi, jika orang di Jakarta mengisi Premium di SPBU untuk mobil katakanlah 30 liter supaya membuat tangki mobilnya dari mendekati E (Empty) menuju F (Full), maka dia secara sadar telah menerima bantuan langsung tunai dari negara sebesar Rp 150.000. Hal yang sama juga terjadi pada pengguna sepeda motor. Dengan membeli Premium sebanyak 2 liter, artinya negara memberikan langsung uang tunai kepadanya sebesar Rp 10.000. Tentu ini adalah subsidi yang salah sasaran. Harusnya subsidi diberikan kepada yang benar-benar berhak menerimanya, bukan orang yang mampu untuk beli kendaraan dan digunakan semata-mata demi kepentingan pribadinya.
Untuk orang-orang yang punya kendaraan tersebut, subsidi harusnya diberikan dalam bentuk lain. Tidak dalam bantuan langsung tunai seperti sekarang, tapi lebih kepada bantuan layanan transportasi yang memadai. Jadi, alih-alih memberikan subsidi dalam bentuk BBM, berikanlah subsidi dalam bentuk infrastruktur memadai, transportasi yang nyaman, angkutan umum yang tepat waktu, dan yang pasti terjangkau dan jauh lebih murah daripada menggunakan kendaraan sendiri.
Sampai saat ini kita belum tahu tindakan nyata pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM selain menaikkan harga. Mudah-mudahan ada alokasi subsidi yang dapat digunakan untuk hal lain yang tentunya lebih bermanfaat daripada hanya membakar uang di jalan. Saya sudah memberikan ide-ide penghilangan Premium di Jakarta di tulisan-tulisan saya sebelumnya. Semoga saja ide-ide tersebut ada yang dapat diadopsi oleh pemerintah kita saat ini.
Pemerintah, ayo konkritkan langkah-langkah untuk mengurangi BBM bersubsidi. Konkrit yang lebih jelas, lebih cerdas dan tidak hanya dapat menaikkan harga (kalo ini doank mah gak seru) tanpa memiliki kreativitas kebijakan yang benar-benar berguna dan berdampak besar bagi masyarakat.
Harga BBM boleh sama dengan sekarang, bahkan kalau lebih murah lebih baik lagi. Namun harga BBM yang murah tersebut benar-benar tepat sasaran kepada yang berhak dan tidak menimbulkan inflasi yang tinggi yang tentunya sangat tidak diinginkan oleh pemerintah di masa kini maupun masa mendatang.
Mumpung bentar lagi pemerintahan baru, mari kita saksikan wacana apa yang diberikan pemerintahan baru ini. Apakah sekedar wacana seperti sebelum-sebelumnya atau ada tindakan nyata yang cerdas dalam usaha mengurangi subsidi BBM? Semoga ada tindakan cerdas! {nice1}
Gambar diambil dari : http://www.satyayudha.com/wp-content/uploads/2011/11/BBM-Subsidi-6.jpeg