Muhammad Al-Fatih 1453, Felix Siauw

Muhammad Al Fatih

Setelah membaca buku Beyond Inspiration yang salah satunya bercerita tentang kepahlawanan Muhammad Al-Fatih, beberapa hari kemudian saya pun membaca buku dengan judul nama pahlawan tersebut dengan tambahan angka tahun dimana dia berhasil menaklukan Kota Konstantinopel.

Buku Muhammad Al-Fatih 1453 tentunya bercerita tentang penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 M. Awalnya buku ini dibuka oleh cerita tentang janji Rasulullah yang pernah menyatakan bahwa Kota Konstantinopel akan ditaklukan oleh umat Islam.

Kemudian hanya dalam beberapa abad setelah janji Rasulullah tersebut, usaha penaklukan Kota Konstantinopel oleh beberapa pemimpin muslim, terutama yang berasal dari Turki terus dilakukan. Namun sayang, beberapa usaha tersebut gagal karena memang pada saat itu, sejak abad ketiga masehi hingga takluknya Konstantinopel di tangan Muhammad Al-Fatih, kota itu merupakan kota dengan pertahanan terbaik.

Temboknya terdiri dari tiga lapis bertingkat yang menyebabkan sulit untuk ditembus oleh cara konvensional jaman itu. Memang jika dilakukan penyerangan lewat udara maka pertahanan tersebut tidak berguna. Tapi di jaman itu belum ada teknologi pesawat terbang, sehingga pilihan untuk menyerang lewat udara tidak mungkin dilakukan.

Di samping temboknya yang kuat, Konstantinopel juga memiliki pertahanan alami, yaitu laut di ketiga sisinya. Hanya satu sisi dari empat mata angin Kota Konstantinopel yang berbatasan langsung dengan daratan. Bahkan salah satu sisi laut Konstantinopel merupakan laut dengan arus yang kuat sehingga sulit bagi penyerang menyerang dari sisi tersebut dengan menggunakan kapal.

Hampir seperempat isi buku di bagian awal merupakan cerita dari pendahulu-pendahulu Muhammad Al-Fatih, terutama ayahnya sendiri, yaitu Sultan Murad II. Cerita tentang ayahnya dan masa kecil Al-Fatih menjadi bagian terbanyak dari cerita awal dan pendahulu dari buku ini.

Masa kecil dari Al-Fatih menjadi sorotan yang begitu besar dari buku ini, karena di masa kecil itulah dia ditempa oleh dua gurunya yang mempunyai ilmu agama maupun wawasan pengetahuan yang sangat mumpuni. Al-Fatih pun dikenal sebagai orang yang gemar membaca biografi pemimpin-pemimpin besar masa lalu, sehingga tidak heran bahwa nantinya dalam suatu strategi penyerangannya dalam menaklukan Konstantinopel, Al-Fatih melakukan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh pemimpin lain pada masa itu, namun ternyata yang dilakukannya adalah menyadur strategi perang seorang pemimpin besar muslim lainnya.

Tentunya dalam sebuah cerita kepahlawanan perlu dijelaskan tentang alasan dari sang pahlawan melakukan peperangan. Dalam buku ini satu-satunya alasan dari Muhammad Al-Fatih untuk menaklukan Konstantinopel adalah karena ingin memenuhi janji Rasulullah. Bukan demi kehormatan. Bukan demi kejayaan. Bukan demi kekayaan. Semua itu semata-mata hanya untuk merealisasikan perkataan Rasulullah. Kita tidak akan menemukan alasan lain selain hal tersebut di buku ini.

Ada beberapa strategi perang yang menjadi keberhasilan Muhammad Al-Fatih dalam menaklukan Konstantinopel. Sebelum dia melakukan penyerangan secara langsung ke Konstantinopel, dia pun melakukan pengamanan kepada logistik laut menuju Konstantinopel dengan membuat sebuah benteng yang cukup besar dan kebetulan berseberangan dengan benteng yang pernah dibuat oleh kakek buyutnya. Benteng tersebut memutus jalur logistik ke Konstantinopel dari para sekutu Konstantinopel.

Selanjutnya dia pun membayar mahal seorang pembuat meriam raksasa agar meriam tersebut dapat melontarkan peluru besar yang mampu merontokkan tembok Konstantinopel dalam sekali tembak. Dia benar-benar membawa sebuah meriam besar, bahkan yang terbesar pada jamannya karena belum pernah ada meriam sebesar itu sebelumnya.

Dia pun membawa jumlah pasukan terbesar dalam sebuah usaha penaklukan. Secara total dia membawa sekitar 250 ribu pasukan untuk menaklukan Konstantinopel. Padahal saat itu Konstantinopel hanya didiami oleh kurang dari 10 ribu orang termasuk penduduk sipil di dalamnya yang ikut berperang mempertahankan kota.

Yang paling menarik dan mengubah situasi perang untuk keunggulan pihak Muhammad Al-Fatih adalah usahanya membawa 72 kapal laut besar menyeberangi daratan dan pegunungan untuk dapat berada di sisi lain laut Konstantinopel. Usaha tersebut dilakukan karena usaha untuk menembus Konstantinopel dari sisi laut terhalang oleh sebuah rantai besar yang menjadi salah satu bentuk pertahanan kokoh Konstantinopel.

Akhirnya setelah hampir dua bulan berperang, Konstantinopel pun takluk. Tidak ada pembantaian kepada penduduk yang masih tersisa di kota. Mereka semua dibebaskan untuk hidup seperti sebelum penaklukan tanpa diganggu sedikit pun. Namun tentu ada hal-hal baru yang perlu diikuti dengan adanya pemerintahan baru.

Di seperempat bagian terakhir dari buku ini bercerita tentang bagaimana menyiapkan Muhammad Al-Fatih berikutnya. Ada kalimat menarik dari buku ini saat bercerita tentang usaha Al-Fatih menaklukan Roma beberapa saat sebelum wafatnya. Di buku ini disebut bahwa Allah membagikan kemuliaan kepada orang lain untuk menaklukan Roma. Jadi kemuliaan tersebut bukan hanya milik Muhammad Al-Fatih seorang.

Ketika saya membaca komentar orang-orang yang tersebar di awal dan di sampul buku ini, maka saya merasa setuju sekali dengan sebuah komentar yang menyatakan bahwa buku ini adalah buku sejarah yang ditulis bukan hanya semata-mata berdasarkan sejarahnya namun juga ada sisi religius di dalamnya.

Itulah kenapa di dalamnya kita tidak menemukan alasan wilayah, kekayaan, kehormatan dan kejayaan dalam cerita kepahlawanan ini. Kita hanya akan menemukan cerita tentang usaha seorang pemuda umur 21 tahun yang berhasil menaklukan Kota Konstantinopel hanya karena ingin memenuhi janji Rasulullah.

Dah itu aja. Alasan itu sudah sangat cukup baginya dan tentunya bagi seluruh umat muslim dalam menjalankan perjuangannya.

Bagi yang ingin tahu mengenai cerita Muhammad Al-Fatih dari sisi yang berbeda, maka buku ini layak untuk dibaca. Walaupun strategi perang yang digunakannya masuk akal dan logika, namun rupanya ada sisi religius di dalamnya sebagai penambah semangat pasukan yang ada saat itu. Semangat inilah yang harus terus dipupuk demi mengembalikan kejayaan Islam di masa-masa mendatang. {nice1}

Gambar diambil dari : http://d.gr-assets.com/books/1315697801l/12582489.jpg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *