Episode #1, #2 dan #3 telah terlewati. Kali ini episode pamungkas untuk pelajaran akidah. Episode #4 : WILL OF GOD!
Dalam episode ini ayat yang wajib dihapal peserta adalah Surat Al Bayyinah ayat 6 dan 7. Baru kali ini ayat yang wajib dihapal saya sudah hapal sebelumnya. Jadi tidak sulit nih hapalannya di episode ini.
Setelah kita menemukan Tuhan di Episode #3, yaitu Allah, maka kali ini kita akan bertanya kepada Allah mengenai tiga hal
- Mengapa Allah menciptakan manusia?
- Mengapa manusia harus tunduk dan taat kepada-Nya?
- Kepada apa manusia harus tunduk dan taat?
Sebelum menjawab tiga pertanyaan ini, harus dipastikan dulu bahwa kita benar-benar yakin dan percaya bahwa apa yang ada di Al-Quran itu benar dan harus diikuti. Jika berisi perintah maka dikerjakan. Jika berisi larangan maka ditinggalkan. Ini terus terang susah, mengingat sudah 30 tahun lebih saya hidup tapi masih ada larangan-Nya di Al-Quran yang saya langgar dan masih banyak pula perintah-Nya yang masih belum saya lakukan.
Kenapa harus memastikan hal tersebut? Karena semua hal yang akan menjawab tiga pertanyaan tadi bersumber dari Al-Quran. Bila ada saja isi Al-Quran yang kita tidak percaya, maka bisa jadi menjawab tiga pertanyaan di atas gagal.
Lalu kan di Episode #2 kita disuruh berpikir dengan akal? Jika masuk akal ya nanti bisa dipercaya. Jika tidak masuk akal ya…tidak dipercaya.
Itu betul, tapi masalahnya kan di Episode #3 kita sudah menemukan Tuhan, yaitu Allah. Dan kita juga dibuktikan bahwa Al-Quran adalah petunjuk yang datang dari Allah.
Jadi karena Allah adalah Sang Maha Benar, maka apa pun yang diturunkan olehnya pastilah benar. Tidak ada lagi keraguan di dalamnya.
Jadi ngerti ya kenapa kita harus benar-benar percaya dengan Al-Quran tersebut. Lagian kan percaya kepada Al-Quran adalah bagian dari Rukun Iman kita.
Kembali ke tiga pertanyaan di atas, maka Al-Quran menjadi rujukan untuk menjawab pertanyaan pertama. Ada dua ayat populer, pertama Surat Adz-Dzariyat ayat 56. Di situ menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Lalu Surat Al-Baqarah ayat 30. Di situ menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi Khalifah di muka bumi. Berarti jawabannya yah minimal kedua hal itu.
Lalu menjawab pertanyaan kedua. Tunduk dan taat kepada Allah adalah bagian dari keimanan. Yang namanya Iman di Islam itu sifatnya aktif, bukan pasif. Iman bukan hanya sekedar percaya, tapi juga harus disertai dengan perbuatan yang mendukungnya. Jadi untuk membuktikan bahwa kita beriman kepada Allah, maka kita harus melaksanakan perbuatan-perbuatan yang menurut dalil dari Al-Quran dan Hadist sebagai ciri-ciri keimanan seseorang.
Dengan beriman kepada Allah, maka manusia satu langkah lagi menuju tujuan penciptaannya, yaitu beribadah dan menjadi Khalifah di muka bumi.
Menjawab pertanyaan ketiga, kita dihadapkan oleh dua hal. Pertama adalah ketetapan Allah. Kedua adalah aturan Allah. Ketetapan Allah dinamakan Qada dan Qadar. Aturan Allah kita namakan Syariat. Untuk syariat belum dibahas karena kali ini membahas tentang akidah.
Menariknya, percaya kepada Qada dan Qadar juga bagian dari rukun iman. Apa itu Qada? Apa itu Qadar? Banyak versi tentang pengertian Qada dan Qadar ini. Ada versi yang bilang salah satu dari keduanya (entah yang mana) adalah ketetapan yang sudah terjadi. Sedangkan salah satunya ketetapan yang belum terjadi dan dapat diubah oleh perbuatan manusia. Ada juga yang menyebut Qada dan Qadar dengan nama takdir. Yang mana yang benar?
Kembali, kita harus mengambil dasar dari Al-Quran. Ada beberapa ayat di Al-Quran yang menyebutkan tentang Qada dan beberapa tentang Qadar. Namun tidak ada satu pun ayat yang menyebutkan keduanya secara sekaligus.
Konsep tentang Qada dan Qadar itu selaras dengan konsep kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia itu ada hal-hal yang bisa dikontrolnya dan ada hal-hal yang di luar kontrolnya. Yang bisa dikontrol dinamakan Free Will. Sedangkan yang di luar kontrolnya dinamakan skenario Allah atau inilah yang disebut Qada.
Di dalam Islam, perbuatan manusia yang bernama free will itulah yang dinilai dengan pahala dan dosa. Nantinya hal tersebut akan menentukan manusia masuk surga atau neraka. Free Will itu menuntut tanggung jawab yang besar bagi seorang manusia di akhirat nanti.
Contohnya, saya menulis di buku. Itu free will. Saya berjalan kaki ke rumahmu. Itu free will. Saya lulus ujian. Itu Qada. Saya dimarahi oleh atasan. Itu juga Qada. Nah bagaimana kita menyikapi Qada yang kita terima itu adalah free will juga dan itulah yang dinilai.
Dari contoh di atas, misalkan saya lulus. Itu Qada. Saya menyikapinya dengan bersyukur. Maka sikap bersyukur saya itu ibadah dan itu yang dinilai oleh Allah dan semoga saya mendapatkan pahala. Kelulusan saya sifatnya netral dan tidak ada dosa atau pahala bagi saya karena menerima hal tersebut.
Lalu, alam semesta beserta isinya, serta hukum-hukum alam di dalamnya itulah yang nantinya disebut sebagai Qadar. Manusia punya akal itu adalah Qadar. Matahari terbit di timur adalah Qadar. Kalau jatuh ke bawah juga Qadar. Tubuh butuh oksigen, yang kadarnya 21% di udara, itu juga Qadar. Singkatnya Qadar itu adalah Sunatullah. Secara normal Qadar itu tidak berubah, dan tidak dapat diubah oleh manusia.
Konsep Qada dan Qadar inilah yang menentukan kebahagiaan manusia di dunia. Kita ditimpa musibah, lalu kita sedih. Ditimpa musibah itu Qada. Kita sedih itu Qadar. Keduanya netral. Tidak ada penilaian Allah di keduanya. Nah langkah kita selanjutnya menyikapi musibah dan kesedihan kita adalah yang penting. Apakah kita akan sedih berkepanjangan dan akhirnya putus asa? Atau kita akan bersabar dan perlahan-lahan bangkit dari keterpurukan? Itu adalah free will kita untuk menentukan.
Satu lagi ya contohnya.
Saya dimaki-maki orang. Saya marah. Nah dimaki-maki orang itu namanya Qada. Marah itu Qadar, karena kita punya hasrat untuk membela diri. Namun jika kita lampiaskan marah kita, maka itu namanya Free Will. Namun jika kita tetap sabar menahan amarah kita, bahkan akhirnya melupakan kejadian kita dimaki-maki oleh orang tersebut, maka itu juga Free Will. Nah Allah akan menilai kita mengambil tindakan yang mana. Sedangkan dimaki-maki dan marah tidak ada pahala maupun dosa di dalamnya.
Konsep Qada dan Qadar sungguh sangat indah. Hidup dalam Islam sungguh mudah. Apapun yang menimpa kita, seluruhnya bersifat netral. Tergantung kita mau menyikapi apa. Jika kita ingat akan pahala dan dosa, tentu kita akan selalu menempatkan diri di perbuatan-perbuatan yang mendapatkan pahala. Di situlah peran akal kita untuk berpikir, apakah kita akan melakukan perbuatan yang diganjar dosa atau perbuatan yang diganjar pahala berlipat?
Mengenai bahagia atau tidaknya, yah tentu jika kita melakukan perbuatan yang diganjar pahala kita akan bahagia, tidak peduli apa pun yang menimpa kita. Jika kita melakukan perbuatan yang diganjar dosa, kita akan sengsara, tidak peduli apa pun yang menimpa kita.
Jadi tidak usah khawatir, karena ketetapan Allah itu sudah ada dari jaman dulu hingga hari akhirat nanti. Kita hanya mampu berikhtiar. Hasil benar-benar tergantung kepada Allah. Jika tidak sesuai dengan keinginan kita ya bersabar dan terus berikhtiar. Kalau sesuai dengan keinginan kita, ya bersyukur dan mungkin kita dapat membuat keinginan lain yang lebih tinggi lagi. Allah tidak pernah menilai kita dari hasil perbuatan kita, namun yang dinilai adalah proses kita yang membuatkan hasil tersebut.
Intinya adalah bersyukur dan bersabar dalam menghadapi segala sesuatu maka kita akan bahagia selalu. Amin.