Ikut Kajian KEY FAST Episode #5

Seri Kajian Akidah sudah diselesaikan di Episode #1 hingga Episode #4. Biasanya ada jeda yang cukup lama untuk masuk ke kajian berikutnya. Namun kali ini jedanya tidak terlalu lama. Hanya berselang dua minggu dari Episode #4, sudah masuk ke kajian Episode #5.

Sebenarnya sih ada kegiatan Hang Out satu minggu setelah kajian Episode #4, namun karena satu dan lain hal, saya tidak hadir di kegiatan Hang Out tersebut. Menurut Mas Weemar, kegiatan Hang Out perlu dilakukan agar kita sukses berhijrah. Karena hijrah harus dilakukan bersama-sama. Bukan seorang diri.

Di kajian Episode #5 ini judulnya adalah WAY OF LIFE.

Kajian mulai Episode #5 ini adalah kajian yang berfokus kepada hijrah. Hijrah dari kemaksiatan menuju ketaatan. Oleh karena itu penting sekali diadakan Hang Out yang dihadiri oleh peserta kajian. Kajian ini diadakan di Gedung Indonesia POWER di bilangan Kuningan, Jakarta. Tepatnya di Mesjid An-Nur.

Tidak seperti Kajian Episode #1 sampai #4, waktu kajian kali ini dari pagi hari. Tepatnya dari pukul 08.00. Kajian dimulai cukup tepat waktu, karena ketika saya sampai di sana pukul 08.15 kajian sudah dimulai. Untungnya saya hanya ketinggalan video pembuka kajian yang isinya selama ini cukup keren.

Apa yang dibahas dalam Episode #5 ini?

Kembali ke FAST Model

Informasi –> Pikiran –> Keyakinan –> Tindakan –> Habits –> Kepribadian

Semua yang membentuk kepribadian kita sumbernya adalah dari informasi yang kita terima. Informasi itu menurut episode ini ada dua bagian besar. Informasi yang standarnya dari manusia dan informasi yang standarnya dari Allah.

Sehingga FAST Modelnya termodifikasi jadi seperti ini

Informasi (standar manusia) –> Pikiran –> Keyakinan –—> Tindakan yang sesat

Informasi (standar Allah) –> Pikiran –> Keyakinan –—> Tindakan yang taat

Jadi, segala informasi yang kita terima akan dapat membuat kita bertindak sesat atau bertindak taat. Oleh karena itu harus dibatasi informasi-informasi yang berasal dari standar manusia, karena bisa menyesatkan.

Dalam Surat Asy Syams ayat 8 (91:8), Allah memberikan dua jalan. Jalan itu adalah jalan Fujur (sesat) atau jalan Taqwa. Jalan Fujur inilah yang dibahas lebih jauh di episode kali ini.

Jalan Fujur yang berlandaskan kepada standar manusia memiliki lima sumber utama, yaitu

1. Pengamatan Indra
2. Kemajuan Ilmu dan Teknologi
3. Perasaan atau Insting
4. Adat Istiadat dan Ketokohan
5. Pendapat Orang Kebanyakan

Pertama yang dibahas adalah tentang pengamatan Indra. Pertanyaannya mudah, apakah semua hal yang bisa diindera oleh lima panca indera kita benar? Mata kita saja melihat kesalahan saat sebuah pensil dimasukkan ke gelas berisi air. Mata kita melihat pensil itu patah di tengah, tapi kenyataannya berbeda. Banyak sekali contoh-contoh tipuan optik mata kita yang sudah sering kita pelajari ketika belajar Fisika dari SMP. Sehingga Indera tidak bisa dijadikan standar dalam menentukan kebenaran.

Untuk pembahasan tentang Ilmu dan Teknologi, contoh yang diberikan cukup JLEB. Ada dua video yang saya ingat, yaitu tentang posisi duduk yang paling benar saat buang air besar, dimana jongkok rupanya menyehatkan. Video satunya tentang penggunaan smartphone yang bisa saja membuat hidup kita yang seharusnya bahagia menjadi tidak. Smartphone memang mendekatkan yang jauh, tapi seringkali menjauhkan yang dekat. Padahal seringkali yang dekat inilah sumber kebahagiaan kita.

Untuk pembahasan mengenai perasaan, contoh yang diberikan pun tidak kalah menariknya. Ditampilkan ayat Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 183 yang sudah sama-sama kita hapal. Ya, itu adalah ayat tentang suruhan berpuasa di bulan Ramadhan. Mari kita mundur lima ayat saja di surat yang sama, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 178 yang isi redaksi awalnya sama persis dengan ayat 183, yaitu

Yaa Ayyuhal Ladziina Aamanuu Kutiba (‘Alaikumul Qishaashu – ayat 178) (‘Alaikumus Shiyaamu – ayat 183).

Redaksinya persis, tapi yang ayat 178 tata caranya saja kita tidak tahu. Padahal bila redaksinya sama, tentunya kekuatan perintahnya pun harusnya setara. Itu lah kenapa kita selama ini mengandalkan perasaan dalam menentukan standar kehidupan, yang ternyata belum tentu sesuai dengan kebenaran.

Pembahasan tentang adat istiadat dan ketokohan ini cukup sering menjadi referensi kita sehari-hari. Adat istiadat biasanya berhubungan dengan prosesi pernikahan, kelahiran, selametan dan lain-lain. Apakah itu ada tuntunannya dari Allah? Kadang kita tidak peduli, karena yang meminta adalah orang-orang yang kita hormati, contohnya orang yang dituakan dalam keluarga atau orang yang kita cintai.

Demikian pula dengan tokoh. Adalah sangat berbahaya bagi tokoh, biarpun dia dari tokoh agama, politik atau tokoh masyarakat lain, yang memberikan pernyataan-pernyataan menyesatkan kepada umat. Ada dua contoh tokoh yang ditampilkan di video yang dicuplik dari salah satu siaran televisi swasta nasional. Pernyataan tokoh-tokoh ini seakan-akan masuk akal, tapi kita tahu sendiri bahwa pernyataannya jauh dari kebenaran.

Yang paling seru tentunya pembahasan tentang pendapat orang kebanyakan. Karena ini bersinggungan langsung dengan sistem negara, terutama sistem demokrasi. Ya, selama ini kita tahunya bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang baik, karena setiap keputusan didasarkan kepada kepentingan suara terbanyak. Kepentingan mayoritas. Dulu pernah ada jargon yang menyatakan bahwa Suara Rakyat adalah Suara Tuhan. Bahkan dulu pernah ada partai yang beriklan bahwa suara partai itu adalah suara Tuhan. Tapi apakah benar bahwa suara mayoritas itu adalah kebenaran?

Jadi dibuktikan bahwa dari lima standar di atas, tidak ada satu pun yang menjamin kebenaran. Karena kebenaran pastinya dari yang Maha Benar, yaitu Allah. Malah ada pernyataan menarik dari Mas Weemar, yaitu jika lima standar di atas kebetulan adalah kebenaran, apakah itu artinya kita telah mengambil jalan taat? Menurut dia, itu hanyalah sia-sia belaka, tidak ada nilainya di sisi Allah.

Betul-betul merusak apa pun yang saya percayai selama ini. Taat aturan yang dibuat oleh manusia, tidak menjadikan kita otomatis mendapatkan pahala dari Allah. Melanggar aturan manusia, tidak serta merta kita mendapatkan dosa dari Allah. Begitu kira-kira yang saya pahami. Namun ketika sebuah aturan dibuat berlandaskan aturan yang ditetapkan oleh Allah (bukan secara kebetulan), maka dengan taat kepadanya pasti mendapatkan pahala. Demikian pula sebaliknya, jika melanggar ya pasti berdosa.

Lagian hidup kita kan cuma perlu memikirkan tindakan-tindakan yang berpotensi mendapatkan pahala dan menghindari tindakan yang berpotensi mendapatkan dosa. Kalau hidup sehari-hari pahala hanya didapatkan dari ibadah ritual, padahal potensi dosanya begitu banyak, alangkah sangat ruginya hidup kita sekalian.

Jadi, apa yang perlu kita lakukan saat aturan manusia bertentangan dengan aturan Allah pada waktu yang sama dan kita harus memilih salah satu di antaranya? Tentu anda bisa menjawab sendiri ya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *