Kali ini sudah masuk kajian sampai episode #6. Judul kajian kali ini adalah THE WAY OF ISLAM.
Apa yang dibahas dari kajian ini? Hukum Islam.
Dari materi yang dibahas sepertinya ini akan menjadi kajian paling membosankan. Bayangkan, kita akan belajar mengenai teori hukum-hukum Islam. Belajar teori gitu loh, biasanya membosankan dan ngantuk. Apalagi durasinya sangat panjang, sampe lebih dari 3 jam.
Tapi rupanya episode kali ini jauh dari rasa membosankan. Malah ini adalah salah satu episode dimana materinya sangat padat, namun menarik. Kalau di episode-episode sebelumnya, inti dari kajian bisa dirangkum dalam satu slide, kali ini tidak seperti itu karena banyak sekali materi yang harus disampaikan.
Sebelum memulai materi, peserta diharapkan menghapal Surat Al-Baqarah ayat 208 – 209. Ini harus dihapal sebelum mengikuti episode #7.
Pembahasan pertama adalah mengenai sumber-sumber Hukum Islam. Tentu yang kita tahu ada empat sumber Hukum Islam, yaitu
Al-Quran –> Sumber Hukum Islam yang berasal langsung dari Allah
As-Sunnah –> Sumber Hukum Islam yang berasal dari perkataan, perbuatan, diam dan juga janji Rasulullah
Ijma Sahabat –> Sumber Hukum Islam yang berasal dari penafsiran sahabat mengenai hukum-hukum yang belum terdapat di Al-Quran atau As-Sunnah
Qiyas –> Sumber Hukum Islam yang berasal dari perbandingan dengan Sumber Hukum Islam lain. Sifatnya membandingkan dengan keadaan yang sudah ada hukumnya dan hasil hukumnya mengikuti hasil hukum keadaan sebelumnya.
Al-Quran dibagi lagi dalam dua bagian besar, yaitu Ayat-ayat Muhkamat dan ayat-ayat Mustasyabihat. Apa itu Muhkamat? Jelas. Artinya dengan baca terjemahannya saja kita sudah mengerti maksudnya. Lalu apa itu Mustasyabihat? Perlu penjelasan. Artinya perlu membaca tafsir agar mengerti maksud ayatnya.
As-Sunnah pembagiannya pun sangat banyak. Dari sisi sumber As-Sunnah dibagi dalam empat bagian. Sunnah Qauliyah adalah Sunnah yang berasal dari perkataan Nabi Muhammad SAW. Sunnah Fi’liyah adalah Sunnah yang berasal dari perbuatan atau pekerjaan Nabi. Sunnah Taqririyah adalah Sunnah yang berasal dari diamnya Nabi. Perbuatan yang didiamkan Nabi artinya bisa berarti dua, yang pertama boleh dan yang kedua Sunnah (Sunnah di sini beda ya dengan As-Sunnah). Yang terakhir adalah Sunnah Hamiyah yang berasal dari perkataan Nabi tapi sampai masa hidupnya, belum pernah Nabi melakukannya. Salah satu Sunnah Hamiyah ini adalah janji Rasulullah mengenai apa yang terjadi di masa depan dan sampai saat ini janji-janji tersebut terus terbukti kebenarannya.
Kemudian As-Sunnah yang kita sebut sebagai Hadist, terbagi lagi dalam tiga sumber besar, yaitu Hadist Qudsi, yang berasal dari Allah tapi tidak termasuk bagian dari Al-Quran. Hadist Rasul, yang tentunya berasal langsung dari Rasulullah. Hadist Sahabat yang sumbernya berasal dari sahabat yang bertemu langsung dan berinteraksi dengan Rasulullah.
Berdasarkan level validitasnya, hadist pun terbagi lagi dalam empat bagian, pertama Shahih, yaitu paling dipercaya kevalidannya. Kemudian Hasan, dimana ada paling tidak satu Sanad (sumber) dari hadist ini yang kurang dipercaya. Selanjutnya Dhaif, dimana Sanadnya banyak sumber yang tidak terpercaya. Dan yang terakhir Maudhu. Ini adalah hadist palsu. Hadist palsu jelas bukan hadist dan tidak diterima sebagai sumber Hukum Islam.
Seperti setiap sumber hukum, keempat sumber Hukum Islam juga berisi perintah dan larangan. Hasil dari perintah dan larangan di keempat sumber tersebut menghasilkan hukum-hukum Islam yang lima, yaitu
Wajib –> Jika dikerjakan berpahala, jika ditinggalkan berdosa
Sunnah (beda ya dengan As-Sunnah) –> Jika dikerjakan berpahala, jika ditinggalkan rugi
Mubah –> Dikerjakan boleh, ditinggalkan pun boleh
Makruh –> Jika dikerjakan rugi, jika ditinggalkan berpahala
Haram –> Jika dikerjakan berdosa, jika ditinggalkan berpahala
Yang perlu diingat, dikerjakan dan ditinggalkan sifatnya harus aktif. Jadi misalkan untuk Haram, contohnya adalah Khamr. Ditinggalkan artinya berpahala. Ditinggalkan ini bukan berarti kita pasif, misalkan lagi tidur ato lagi jalan kaki kan artinya meninggalkan Khamr. Ditinggalkan berarti saat kita disodorkan kepada pilihan Khamr atau tidak, dan akhirnya kita meninggalkannya, itulah saat kita mendapatkan pahala. Kalo lagi tidur ya tidak dapat apa-apa seputar hukum Khamr.
Nah pertanyaannya, mana yang perlu diprioritaskan dari kelima hukum di atas? Jawabannya adalah semua diprioritaskan berdasarkan proporsionalnya. Bukan berarti Wajib harus didahulukan daripada Sunnah. Jika itu terjadi maka orang hanya akan melakukan Shalat lima waktu dan tidak memprioritaskan shalat-shalat Sunnah. Semua harus dilakukan dan ditinggalkan sesuai dengan proporsionalnya.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana kalau bentrok? Ada beberapa pilihan yang masing-masing pilihan memiliki nilai hukum berbeda tapi hanya satu yang bisa dipilih. Contoh keadaan ini agak sulit karena kadangkala tak masuk akal. Misalnya saat kita sedang mau shalat, tiba-tiba mendengar suara wanita minta tolong karena terjatuh di sungai dan tidak bisa berenang. Nah pertanyaannya, mau pilih mana, lanjut shalat saja, atau menolong si wanita padahal bukan muhrim, atau bagaimana?
Nah contoh begitu kan sangat tidak masuk akal dan sangat jarang atau malah tidak pernah terjadi dalam kehidupan kita di dunia ini. Jadi cari contohnya sungguh sangat sulit sekali.
Tapi kalau memang bentrok, maka urutan prioritasnya adalah sebagai berikut :
Jauhi Haram, Kerjakan Wajib, Jauhi Makruh, Kerjakan Sunnah
Nah satu lagi nih, kalau ada pilihan yang hukumnya sama-sama wajib, mana yang perlu diprioritaskan? Sebelumnya kan pilihannya ada yang berbeda hukum, sekarang ini sama-sama wajib. Harus dikerjakan, tapi hanya satu yang bisa dikerjakan. Mana yang didahulukan?
Ada tiga level prioritas wajib, yaitu Dharuriah, Hajiyah dan Tahsiniah. Dharuriah itu berhubungan dengan kehidupan yang akan hancur atau musnah. Hajiyah ini berhubungan dengan kesukaran atau kesulitan dalam kehidupan. Sedangkan Tahsiniah berhubungan dengan ketidaksempurnaan atau kurang harmonis. Dengan demikian Dharuriah harus didahulukan karena langsung berhubungan dengan nyawa. Contoh keadaan di atas yang tidak masuk akal tersebut artinya pilihan antara Shalat dan menolong orang yang sama-sama wajib. Tapi bila shalat tidak dilakukan saat itu juga, kita hanya terkena perkara Tahsiniah, karena kita tidak shalat di awal waktu. Sedangkan bila tidak menolong orang itu pada saat itu, perkaranya jadi Dharuriah, karena bisa saja nyawa orang tersebut terancam.
Lalu, buat apa ada hukum-hukum Islam ini? Kegunaan hukum-hukum Islam ini adalah untuk menjaga beberapa hal dalam kehidupan manusia. Penjagaan itu sesuai urutan prioritasnya adalah sebagai berikut:
Hifdzud-Din –> Penjagaan kepada agama
Hifdzud-Nafs –> Penjagaan kepada nyawa manusia
Hifdzud-Nasl –> Penjagaan kepada keturunan atau keberlangsungan hidup manusia
Hifdzud-Karamah –> Penjagaan kepada kehormatan manusia
Hifdzud-Aql –> Penjagaan kepada akal manusia
Hifdzud-Mal –> Penjagaan kepada harta manusia
Lalu kenapa penjagaan-penjagaan di atas tidak terjadi di masa ini padahal Islam sudah ada sejak 14 abad yang lalu? Jawabannya ada di episode selanjutnya, yaitu Episode #7.