Perlahan-lahan Menghilangkan Kebiasaan Riba

Riba? Gampang banget tuh hindarinnya. Tarik aja semua tabungan dari bank konvensional dan pindahin semua ke bank syariah. Tutup aja kartu kredit kamu, kalau mau transaksi cash less ya pake debit dari bank syariah. Lunasin hutang-hutang riba, ngerem dulu untuk beli-beli barang mahal.

Iya, memang solusinya kelihatannya gampang banget. Tinggal ubah atau ganti kebiasaan. Tapi masalahnya kalau kebiasaan itu sudah mengakar bertahun-tahun, mengubah atau menggantinya sangat sulit.

Contoh, tarik semua tabungan dari bank konvensional dan dipindahkan ke bank syariah.

Ngomongnya mudah, tapi prakteknya tidak semudah itu.

Bank konvensional itu biasanya ATM-nya melimpah, dimana-mana ada. Internet bankingnya terpercaya. Teman yang punya rekening di bank yang sama, banyak, jadi mudah kalau mau transfer-mentransfer. Online shop kalau punya rekening bank konvensional juga mudah, rata-rata seller di online shop punya satu atau lebih rekening bank konvensional untuk terima transferan.

Kalo pindah ke bank syariah apakah mendapatkan kemudahan yang sama? Fitur-fitur di atas mungkin ada, tapi kemudahannya pasti berbeda.

Nah apa donk yang harus dilakukan? Memang ekstrimnya sesuai dengan paragraf pertama tulisan ini. Tapi kenyataannya sulit banget. Oleh karena itu kita harus hilangkan perlahan-lahan kebiasaan riba kita, sehingga nanti lebih mudah bagi kita untuk melepaskan diri darinya.

Apa yang saya lakukan?

Saya sudah menutup salah satu kartu kredit yang saya miliki bulan lalu. Alasannya mudah, karena entah kenapa Allah SWT membuat saya lupa membayar tagihan kartu kredit saya beberapa hari setelah jatuh tempo sehingga saya kena bunga dan denda (baca : riba). Saya telepon customer service kartu kredit saya untuk minta waived bunga dan denda tersebut. Alhamdulillah ditolak. Sehingga saya bayar penuh sisa tagihan plus bunga dan denda (terpaksa, karena sudah berusaha untuk minta diwaived), dan langsung tutup kartu kreditnya.

Padahal pagunya Rp 70 jutaan loh. Pagu terbesar dari beberapa kartu kredit yang saya miliki. Iuran tahunannya free for life. Keren kan? Iya, makanya saya tutup!

Terus kartu kredit yang lain gimana?

Masih ada…belum punya alasan yang bagus untuk tutup…(nggak nyari alasan sih).

Ngomong-ngomong kartu kredit, kemarin ini saya ikutan flash sale salah satu handphone teranyar di toko online yang cukup besar. Kebetulan istri saya butuh handphone baru karena handphonenya yang sekarang menurut dia internal storagenya sudah mau habis. Dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika internal storagenya habis.

Dia butuh internal storage yang banyak untuk mendukung kegiatannya yang membutuhkan banyak foto untuk analisa. Kebetulan handphone terbaru ini internal storagenya 64GB, malah masih bisa ditambah dengan micro-sd eksternal. Jadi lumayan lah.

Harga handphone Rp 3 jutaan. Saldo saya di tabungan, bila semua tabungan konvensional saya digabung saat membeli cuma Rp 1 jutaan. Tapi saya mau beliin istri saya. Terpaksa (ini tidak sesuai dengan prinsip direm dulu) saya pakai kartu kredit saya. Jika saya pakai kartu kredit ini, bayarnya maksimal tanggal 20 bulan depan. Di saat itu saya yakin sudah ada uang lebih dari Rp 3 juta untuk membayarnya.

Tapi lagi-lagi godaan berat datang. Bayarnya jika pakai kartu kredit bisa dicicil mulai 3 bulan, 6 bulan hingga 1 tahun. Bunganya nol persen.

Nol persen kan gak riba…itu pikiran saya membenarkan tindakan saya.

Saya pun beberapa kali klik pilihan pembayaran saat mau transaksi. Klik 3 bulan…klik 1 tahun…klik 6 bulan…klik bayar penuh.

Akhirnya setelah pikiran berkecamuk saya memilih klik bayar penuh. Rp 3 juta akan langsung saya bayar untuk bulan depan. Transaksi saya lakukan. Barang telah diterima dengan baik hari ini. Tapi belum dicoba…hehehehe

Godaan datang lagi. Kali ini dari istri. Dia bertanya, transaksi tadi pakai apa. Saya jawab pakai kartu kredit. Dia tanya lagi, nol persen? Saya bilang tidak. Kenapa tidak, katanya. Saya bilang gak mau cicil. Toh uangnya ada bulan depan. Dia bilang lagi, kan gak papa nol persen. Iya memang gak papa, tapi mau ngubah kebiasaan aja. Case closed.

Dah, tidak ada godaan lanjutan untuk transaksi kemarin. Istri sudah menerima. Saya pun tinggal cari cara bagaimana membayar tagihan bulan depan. Harusnya sih ada, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi bulan depan.

Berat! Terus terang itu sangat berat!

Padahal kalau dilihat secara logika, yang saya lakukan itu bodoh.

Punya kesempatan, dimudahkan dari cara bayar dan gak riba pula. Kenapa saya bayarnya penuh?

Iya, saya lagi berusaha keluar dari riba walaupun perlahan-lahan. Belum bisa 100% bersih, tapi minimal tidak ditambah dengan riba-riba baru.

Tabungan masih belum bisa lepas dari riba. Melihat kemudahan di atas.

Kartu kredit, masih belum bisa tutup total. Ada potensi saya terjebak riba lagi seperti kejadian kartu kredit yang saya tutup bulan lalu. Tapi sekarang ini saya berusaha membayar cash lebih sering daripada cash less saat transaksi karena meminimalisasi penggunaan kartu kredit.

Ah mungkin memang benar kata ustadz Weemar Aditya. Kalau mau hijrah itu harus bersama-sama. Sendirian bisa susah sendiri.

Riba? Yah dihadapi bersama-sama. Bersama teman-teman, membuat solusi, agar riba tidak lagi datang ke kita. Dukungan pasangan juga sangat berarti loh. Untung istri saya mengerti. Beberapa hal sudah tidak kami lakukan sejak tahun ini, dan salah satu mengenai urusan mobil.

Mobil baru kami dibayar secara cash dan sampai saat ini tidak memakai asuransi. Semoga kami istiqomah dan bisa lepas dari riba secara penuh nantinya.

One thought on “Perlahan-lahan Menghilangkan Kebiasaan Riba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *