Saat ini pembayaran tanpa cash, atau lebih kerennya disebut pembayaran elektronik sangat mewabah. Bahkan yang terbaru adalah pembayaran elektronik tanpa kita harus punya tabungan di bank. Bentuknya mirip seperti pulsa telepon, bisa di top up, dan bisa juga digunakan. Cara top up-nya mirip rekening bank, tinggal transfer lewat ATM, tapi rekening ini tanpa bunga.
Aturan dari Bank Indonesia pembayaran semacam ini di sebut uang elektronik dengan batas saldo maksimum Rp 5 juta. Bahkan ada juga yang batasannya Rp 1 juta bila tanpa diperlukan validasi.
Memang benar ini tanpa bunga. Tanpa biaya bulanan pula. Ini seperti solusi yang hadir bagi orang-orang yang tidak ingin terlibat dalam bunga (baca : Riba).
Ada beberapa layanan uang elektronik yang tersedia saat ini. Sebut saja Rekening Ponsel sebagai pelopor. Lalu ada yang kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi. Ada juga yang kerjasama dengan ojek online. Ada juga yang kerja sama dengan penyedia aplikasi lewat Google Play atau Apple Store. Bahkan ada juga yang dalam bentuk kartu yang bisa digunakan untuk membayar tol maupun kereta listrik Jabodetabek.
Semuanya memberikan bunga nol persen. Semuanya memberikan kemudahan top-up. Semuanya saat ini sedang berusaha memudahkan orang-orang untuk menggunakannya di hampir seluruh toko online maupun offline di seluruh Indonesia.
Apakah tanpa adanya tambahan berupa bunga berarti uang elektronik ini bebas riba?
Jawabannya : Belum tentu!
Untuk menjadi riba, maka ada satu syarat yang harus dipenuhi. Si pemberi pinjaman tidak boleh mendapatkan manfaat tambahan apa pun dari yang meminjam. Nah satu hal yang pasti tidak ada bunga. Berarti memang yang meminjam uang (dalam hal ini perusahaan pengelola uang elektronik) tidak memberikan manfaat berupa bunga. Tapi apakah ada manfaat lain selain bunga?
Jelas ada manfaat lain. Yaitu kemudahan membayar. Apakah kemudahan membayar merupakan manfaat yang tergolong riba? Sepertinya tidak. Dia hanya mengganti cara membayar, tidak ada manfaat berupa tambahan yang diberikan dari kemudahan membayar.
Manfaat lain biasanya dalam bentuk promo. Misalnya dengan menggunakan uang elektronik, maka bayar tol lebih murah 10%. Atau bisa juga promo buy 1 get 1 free untuk makanan atau tiket bioskop. Apakah ini tergolong manfaat yang berupa tambahan?
Ini jelas manfaat yang berupa tambahan. Kalau misalnya saldo uang elektronik Rp 100 ribu. Lalu dipakai untuk bayar tol, sekalinya bayar Rp 10 ribu. Tanpa uang elektronik tersebut orang dengan uang Rp 100 ribu bisa bayar tol 10 kali. Namun dengan adanya promo karena menggunakan uang elektronik tersebut bisa bayar tol hingga 11 kali, dan masih sisa saldo seribu rupiah.
Demikian juga bila beli tiket bioskop buy 1 get 1 free. Saldo Rp 100 ribu untuk beli tiket bioskop seharga Rp 50 ribu. Harusnya cuma bisa beli dua tiket. Namun karena ada promo bisa beli hingga empat tiket bioskop. Jadi jelas ini ada tambahan bagi yang meminjamkan uang.
Tapi bukannya saat kita top up uang itu sama kaya beli pulsa, kan mekanisme top up-nya mirip?
Nah ini lagi yang menjadi syarat apakah memang saat top up itu transaksinya jual beli atau transaksinya pinjam meminjam.
Loh emang bisa ada dua ya? Semakin bingung nih
Kalau transaksi kita saat top up itu jual beli, maka manfaat yang kita dapat saat ada promo bukan termasuk tambahan atas pinjaman. Tidak tergolong riba. Namun kalau transaksi saat top up itu pinjam meminjam, maka jelas riba.
Yang membedakan apa?
Saat kita top up, apakah bisa kita menarik uang kita kembali secara cash atau transfer, sebagian atau seluruhnya, tanpa ada syarat dan kondisi bahwa si pengelola uang elektronik tidak dapat memberikan pelayanan uang elektronik yang dimaksud.
Misalnya, kita ambil contoh e-tol card. Saat kita top up, trus besoknya kita lupa bahwa kita harus menggunakan sebagian uang tersebut untuk kepentingan lain yang e-tol card tidak bisa melayani. Misalnya beli indomie di warung Pak Joni.
Kita datang ke ATM atau outlet e-tol card dengan niat menarik uang cash, apakah bisa? Tentu tidak bisa.
Tapi memang bisa uang yang ada di e-tol card bisa kita cairkan bila e-tol card tersebut tiba-tiba rusak dan tidak lagi terbaca oleh mesin pembacanya. Dalam kondisi demikian, pencairan dimaksud adalah pencairan karena si pengelola uang elektronik tidak dapat memberikan layanan sesuai tujuannya. Dengan demikian transaksinya adalah transaksi jual beli.
Bagaimana bila rekening ponsel? Layanan ini terkoneksi dengan nomor handphone dan yang memberikan layanan adalah sebuah bank yang cukup besar. Saldo yang ada di rekening ponsel apakah bisa dicairkan kapan saja? Jawabannya adalah ya! Sehingga ini adalah pinjam meminjam.
Jadi bisa disimpulkan saat ini untuk uang elektronik ada dua bagian besar, yaitu yang bisa dicairkan kapan saja uangnya, baik sebagian atau seluruhnya, dan yang tidak bisa dicairkan, kecuali ada kondisi dimana si pengelola uang elektronik tidak dapat memberikan layanan sebagaimana mestinya.
Penyedia uang elektronik anda memberikan promo? Lihat dulu dia masuk yang mana? Yang bisa dicairkan artinya jika kita menggunakan promo tersebut maka itu adalah Riba. Yang tidak bisa dicairkan bila kita menggunakan promo tersebut maka itu (mungkin saja) tidak Riba.
Loh kok mungkin saja?
Yah karena ini bukan membahas hukum secara dalil-dalil. Hanya membahas hukum secara pengertian Riba yang asalnya merupakan tambahan bagi pemberi pinjaman yang diberikan oleh peminjam.
Lalu apakah pulsa telepon yang sering banget ada promo dan paket juga termasuk riba bila kita pakai? Jawabannya, apakah pulsa telepon bisa dicairkan kapan saja? Jika iya, maka pasti riba. Jika tidak, maka (mungkin saja) tidak riba.
Paham kan?