Masih Mau Jauh dari Riba? Part 2

Harus diakui bahwa di jaman now, berteman baik dengan riba akan memudahkan dan membuat biaya hidup (harusnya) semakin rendah. Hal itu didukung oleh begitu banyaknya cara pembayaran dengan bau-bau riba, dan begitu banyak promo-promo yang kalau ditelisik lebih jauh sebenarnya adalah riba.

Tapi ada juga efek samping dari riba. Selain efek sampingnya secara negara adalah inflasi, efek samping juga dirasakan secara pribadi.

Dengan menikmati riba, apalagi yang jelas-jelas dan besar-besar ribanya memiliki efek yang langsung dirasakan.

Anak sering sakit.

Ditipu rekan bisnis.

Musibah bertubi-tubi.

Keluarga berantakan.

Dan masih banyak lainnya yang kadangkala tidak kita rasakan secara langsung efeknya.

Misalkan, anak sering sakit. Pasti kita memiliki alasan bahwa anak kecil memang daya tahan tubuhnya belum sempurna. Sehingga mudah baginya untuk terkena virus atau bakteri dan menderita sakit.

Logika tersebut memang sangat masuk akal. Maka itu tidak ada apa pun yang kita rasakan bahwa bisa jadi anak yang sering sakit adalah teguran dari sang pencipta.

Atau juga ditipu rekan bisnis. Kalau yang ini biasanya memang suka ada ciri-cirinya.

Jika ada teman bisnis yang menawarkan hasil investasi di atas 4% per Bulan, sudah 99.9999% itu penipuan.

Jika bukan teman kita yang menipu, maka sebenarnya teman kita itu adalah korban penipuan dari temannya yang lain dan kita hanya menjadi efek domino korban penipuan temannya teman kita tersebut.

Lagi-lagi kita bisa mematahkan logika bahwa ditipu rekan bisnis adalah teguran sang pencipta. Dengan bertindak lebih hati-hati di kemudian hari, maka resiko ditipu pihak ketiga, baik kenal atau pun tidak, bisa dieliminasi hingga sampai nol persen.

Artinya setiap efek yang kita rasakan, kita selalu dapat menemukan alasan rasional di belakangnya.

Dan itu lumrah.

Apalagi bila hal tersebut terjadi di saat investasi riba kita lagi moncer-moncernya. Atau ketika karir kita sedang bagus-bagusnya, efek-efek semacam itu pasti kita jadikan sebagai pelajaran untuk bersikap lebih hati-hati di kemudian hari sehingga tidak lagi terjadi efek-efek yang kita rasakan, tapi kita tidak pernah merasa bahwa efek itu akibat dari praktek riba yang kita lakukan.

Lalu kenapa banyak orang yang berkutat dengan riba tapi baik-baik saja?

Malah orang tersebut memiliki asset yang tersebar di mana-mana.

Prinsip orang tersebut adalah, jika tidak investasi, maka kita akan musnah dilindas jaman.

Jaman ini adalah jamannya inflasi. Tidak berinvestasi di instrument-instrument keuangan yang disahkan oleh lembaga keuangan negara, akan menyebabkan nilai real uang kita terus menurun.

Investasi adalah satu-satunya cara untuk melawan inflasi yang terjadi.

Instrument investasi yang tersedia saat ini untuk orang-orang yang tidak melakukan usaha real adalah

Deposito

Obligasi

Rekasadana

Saham

Empat instrument itulah yang selama ini dikenalkan oleh para praktisi personal finance kepada kita, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang dari luar negeri.

Seluruh jenis investasi yang tersedia, mau untuk tujuan apa pun, pasti bermuara keempat hal di atas.

Investasi yang tujuannya jangka pendek. Maka pilihlah investasi yang berbasis deposito atau obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun ke depan.

Investasi yang tujuannya jangka menengah. Pilihlah investasi dengan berbasis obligasi dikombinasikan dengan saham-saham yang hanya blue chip atau memiliki performa yang baik dan sangat likuid.

Investasi yang tujuannya jangka panjang. Pilihlah investasi dengan basis saham. Pilih saham-saham yang potensi pertumbuhannya besar. Untuk jangka panjang, saham-saham semacam ini akan memberikan hasil yang sangat spektakuler.

Itulah yang diberitahukan oleh para praktisi personal finance yang tersebar di seantero negeri.

Deposito, basisnya adalah simpanan. Simpanan = Pinjaman.

Mendapatkan tambahan dari pinjaman = Riba.

Obligasi, basisnya juga pinjaman. Tambahannya pun = Riba.

Saham agak unik. Karena basisnya bukan pinjaman, tapi basisnya pergerakan harga yang tidak ada rumus baku dan perjanjian di awal.

Ada pendapat yang menyatakan saham halal bila produk yang dijual tidak melanggar syariat. Ini banyak loh…contoh jualan es krim, jualan shampoo, itu kan halal. Jadi banyak yang lolos halal.

Ada juga pendapat yang menyatakan saham halal bila transaksinya tidak dilakukan secara harian, melainkan disimpan untuk jangka yang lebih panjang. Ini tergantung kepada si pemegang saham. Apakah mungkin ada pemegang saham yang semuanya jangka panjang?

Ada juga pendapat yang menyatakan saham halal bila jumlah pinjaman perusahaannya kurang dari jumlah modalnya. Dengan kata lain jumlah modal harus lebih besar daripada pinjaman perusahaan. Padahal yang namanya pinjaman perusahaan itu 99.99999% riba. Artinya di perusahaan tersebut tercampur riba.

Jadi saham pun tidak bebas sepenuhnya dari riba, walaupun dia bukan berupa pinjaman.

Lalu apa solusinya?

Ada dua hal yang harus dilakukan tiap-tiap orang untuk bebas dari riba. Tahap pertama harus dilakukan. Tahap kedua boleh dilakukan boleh tidak. Jika tahap kedua dilakukan maka hidup akan lebih mudah ke depannya.

Apa saja tahap-tahap itu?

Pertama: Hentikan segala aktivitas riba yang sudah berjalan.

Punya tabungan. Tutup! Atau setidaknya konversi ke syariah.

Punya kartu kredit. Gunting! Atau setidaknya hanya gunakan kalau memang di saat mendesak.

Punya deposito. Tutup dan cairkan! Terus konversi ke tabungan syariah. Saya tidak menyarankan dipindah ke deposito syariah, karena takutnya hanya memindahkan riba dari mulut singa ke mulut buaya.

Punya obligasi. Tutup dan cairkan! Sama kaya deposito.

Punya reksadana. Tutup dan cairkan!

Punya saham. Tutup dan cairkan! Minimal jangan lagi ditambah saham yang dimiliki.

Lalu alternatifnya apa, kok semuanya ditutup?

Untuk tabungan, sebisa mungkin pindah ke syariah dengan akad wadiah. Atau ada beberapa bank konvensional yang bisa kita minta untuk menghapus bunga yang masuk ke rekening kita. Salah satu bank yang bisa berbuat demikian adalah Bank Mandiri (saya sendiri sudah membuktikannya).

Bagaimana yang investasi?

Ada dua cara. Pertama jualan atau usaha sendiri. Online maupun offline. Artinya uang diputar ke sesuatu yang benar-benar real.

Kedua, buat perjanjian dengan orang yang sudah memiliki usaha yang sudah berjalan. Kongsi dengannya. Istilahnya Syirkah. Kita masukkan modal, nanti modal bukan dikembalikan dengan tambahan, melainkan kita mendapatkan porsi dari keuntungan yang nilainya disepakati.

Modal kita tidak dikembalikan kecuali kita mengambil atau si pemilik usaha membeli saham kita di usaha tersebut.

Susah ya dua-duanya? Iya susah, tapi halal.

Itu tahap pertama. Jika itu sudah dilakukan, maka anak yang tadinya sering sakit, akan menjadi sangat jarang sakit.

Musibah yang sering datang, akan makin jarang terjadi.

Keluarga yang tadinya berantakan, bisa dibina kembali perlahan-lahan.

Buktikan saja!

Artinya jika tahap satu dilakukan, maka kita baru saja kembali ke titik nol kehidupan kita.

Kita mulai dari awal lagi. Mulai dari bawah. Tapi dengan hidup yang lebih berkah.

Selanjutnya tahap kedua….di tulisan berikutnya yah….:D

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *