Berinteraksi di Tanah Suci
Pergi ke tanah suci adalah pergi ke negeri orang. Budaya, bahasa, kebiasaan dan juga cuaca bisa jadi berbeda dengan tempat anda berada. Bahkan bisa jadi juga berbeda dengan negeri orang yang sudah pernah anda kunjungi. Jadi persiapkan dahulu diri anda sebelum berkunjung ke tanah suci, minimal sama dengan anda mempersiapkan diri untuk berkunjung ke negeri orang.
Pertama masalah bahasa. Di negara Saudi Arabia, penduduk lokalnya sangat fasih berbahasa arab namun jarang yang bisa Bahasa Inggris atau Indonesia secara benar. Memang banyak yang bisa berbahasa Indonesia, namun kebanyakan mereka ada pedagang yang tahu bahwa banyak calon konsumennya dari Indonesia.
Jika anda ke tanah suci hanya ingin berinteraksi dengan pedagang di sana, maka modal dapat berbahasa Indonesia sudah cukup. Mereka mengerti mengenai angka dan beberapa kata bahasa Indonesia.
“Satu Real”
“Sepuluh Real”
“Lima puluh Real”
“Halal”, bila anda menawar harga yang dapat diterimanya
“Haram”, bila anda menawar harga yang tidak dapat diterimanya
“Bagus”
“Rafi Ahmad, Arifin Ilham, Ustad Maulana”, untuk memanggil laki-laki datang ke tokonya
“Syahrini, Ayu Ting-ting”, untuk memanggil perempuan muda ke tokonya
“Mamah Dedeh”, untuk memanggil perempuan separo baya atau lebih ke tokonya
Namun ketika anda bertanya kepada mereka mengenai hal spesifik mengenai barang yang ditawarkannya, biasanya dia bingung mau menjawab apa. Untungnya banyak toko-toko di sana yang memperkerjakan orang dari Indonesia, sehingga kadangkala orang itulah yang menjadi penyambung lidah kita kepada juragan tokonya bila kita akan bertanya sesuatu mengenai barangnya.
Jangan dilupakan juga kalau urusan berdagang, penduduk lokal sana juga menerima rupiah. Jadi jangan kuatir rupiah anda tidak dapat digunakan di sana.
Jika urusan dagang banyak dari mereka yang bisa bahasa Indonesia, lain lagi bila urusan pelayanan publik. Di kedua masjid besar di sana, selalu ada petugas-petugas yang tersebar di sekeliling masjid. Ada petugas kebersihan dengan seragamnya warna hijau atau biru, ada petugas keamanan dengan seragamnya yang berwarna coklat, mirip seperti seragam polisi di Indonesia dan juga petugas penjaga pintu masuk yang seragamnya mirip seperti pakaian yang digunakan Raja Salman saat ke tanah air, yaitu menggunakan sorban.
Dari sekian banyak petugas di masjid yang berinteraksi langsung dengan jamaah, hanya sedikit yang bisa berbahasa Inggris. Biasanya yang berbahasa Inggris hanyalah petugas yang menggunakan sorban. Selebihnya hanya bisa berbahasa arab atau bahasa dari negara tempat dia berasal.
Iya, pekerja di sana bukan hanya dari arab, tapi ada juga dari negara lain termasuk dari Indonesia. Beruntunglah anda bila menemukan petugas masjid, biasanya dari bagian kebersihan atau rumah tangga masjid yang dari Indonesia karena bisa bertanya banyak seputar fasilitas dan rahasia-rahasia yang tidak banyak orang ketahui mengenai kedua masjid besar tersebut.
Ada satu rahasia di Masjid Nabawi yang saya ketahui dari cerita petugas kebersihan yang kebetulan dari Indonesia. Rahasia tersebut akan saya ungkap di bagian lain tulisan ini.
Bagi petugas yang hanya mengerti bahasa arab, maka ketika ia menegur anda atau jamaah lainnya, dia akan menggunakan kata “Hajj” bagi laki-laki dan “Hajjah” bagi perempuan. Dan anda tidak akan tahu apa maksudnya namun dia akan memberi kode. Biasanya mengusir dari suatu tempat atau mengajak untuk menuju ke suatu tempat. Yah kebanyakan hal itulah yang mereka biasa lakukan.
Selain bahasa, ada kebiasaan unik lain yang perlu diperhatikan saat berada di tanah suci. Kebiasaan ini bukan hanya ada di kota Mekkah dan Madinah, tapi juga termasuk Jeddah. Bisa jadi kebiasaan ini merupakan aturan dari pemerintah setempat untuk menghormati waktu shalat.
Sesaat menjelang waktu azan biasanya setiap toko, dimana pun ia berada, baik di pasar, ruko, maupun mal langsung tutup dan orang-orangnya tidak terlihat dari depan toko. Bagi yang tidak tutup, ketika ada petugas yang keliling memeriksa, akan langsung ditegur, bahkan pelanggan yang masih berada di sekitar toko juga akan ditegur untuk langsung melaksanakan shalat.
Kira-kira setengah jam setelah waktu azan, atau ketika shalat berjamaah awal waktu di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram berakhir, toko-toko itu pun buka kembali. Kadangkala anda tidak melihat petugas tokonya pergi ke masjid ketika tokonya tutup, tapi begitu anda balik dari masjid, mereka sudah membuka tokonya kembali.
Jadi tutup toko bukan berarti petugas atau pemilik tokonya ikut shalat di masjid, tapi itu hanya sekedar mematuhi aturan pemerintah setempat.
Pernah saya waktu di hari kepulangan saat di Mekkah pergi ke toko penjual makanan di lantai bawah gedung tempat saya menginap. Kebetulan saya turun pas sedang azan. Saya temui tokonya sudah tutup. Lalu saya menunggu saja di depan tokonya karena ada meja dan tempat duduk untuk menunggu di sana.
Begitu seorang petugas keamanan gedung keliling melakukan inspeksi dan menemukan saya berada di meja sambil menunggu, padahal sudah masuk waktu shalat, saya pun ditegurnya dan langsung diusir dari situ untuk segera melaksanakan shalat. Orang lain yang juga berada di situ pun ditegurnya tanpa pandang bulu.
Terpaksa saya kembali ke hotel terlebih dahulu, shalat di kamar (karena sudah keburu Tawaf Wada’ di pagi harinya, sehingga tidak lagi shalat di Masjidil Haram), dan kembali lagi ke toko penjual makanan setelah mengetahui bahwa shalat berjamaah di masjid sudah selesai.
Hebatnya, jam buka toko ini dimulai sejak berakhirnya shalat subuh. Hal ini berlaku untuk hampir semua toko yang berada di lingkungan masjid, baik di Mekkah maupun Madinah. Toko-toko ini akan benar-benar tutup tidak lama setelah shalat isya berakhir. Pukul 8 malam lewat sedikit biasanya sudah pada tutup, kecuali toko-toko di dalam mal yang tutup sekitar pukul 9 – 10 malam.
Kalau anda kagum dengan kebiasaan toko yang tutup saat azan, maka anda akan sangat terkejut ketika melihat pelayanan dari petugas hotel yang anda tempati. Kenapa bisa terkejut?
Selama 3 hari di Madinah dan 4 hari di Mekkah, di hotel bintang apa pun anda, tidak ada satupun petugas hotel yang datang untuk melakukan pembersihan, perapihan, atau sekedar mengganti atau menambah peralatan mandi atau air minum mineral. Padahal mereka ada jadwal keliling kamar untuk melakukan hal tersebut. Namun bila anda tidak berada di kamar, mereka akan melewatkan kamar anda sampai anda datang, baru mereka membersihkan kamar.
Kenapa harus nunggu sampai penghuni kamarnya datang? Biasanya mereka mengharapkan tips dari anda, sebesar 5 – 10 Real. Jika diberikan uang, maka kerjanya benar. Jika tidak diberikan uang, maka tidak dikerjakan.
Jadi bila anda sangat sibuk dan hanya berada di kamar seperlunya selama berada di Madinah dan Mekkah, maka siap-siap, tidak ada yang akan membersihkan kamar anda selama berada di sana. Malah untuk minta sesuatu ke front desk, misalkan anda meminta handuk yang kurang disediakan di kamar, anda harus memintanya berkali-kali sampai handuk itu benar-benar datang. Kecuali ya tadi, kebetulan petugasnya lewat, namun anda harus rela memberinya tips karena usahanya tersebut.
Untuk amannya saat persiapan dari rumah, silakan bawa juga peralatan mandi secukupnya dan handuk kecil untuk jaga-jaga handuk dari hotel yang datangnya telat. Daripada anda tidak mandi, mending lakukan persiapan sebelumnya.
Di hotel bintang lima biasanya agak mending sedikit, tapi kebiasaan mengharapkan tips juga tetap ada di sana. Mereka tidak akan beranjak dari tempatnya hingga anda memberikan tips. Kadang mereka minta, kadang mereka tidak minta tapi diam saja gak keluar-keluar dari kamar anda atau tidak beranjak dari luar pintu kamar anda.
Selanjutnya mengenai budaya berpakaian. Di kota suci Mekkah dan Madinah tidak akan ada atau sulit sekali menemukan orang berkeliaran dengan aurat terbuka. Yang perempuan selalu menggunakan jilbab dan yang laki-laki kebanyakan menggunakan gamis. Khusus bagi laki-laki kenapa mereka senang sekali menggunakan gamis ya?
Saya pun mencoba membeli gamis saat perjalanan umroh pertama saya. Yang saya rasakan saat menggunakan gamis adalah, gamis mampu menolak panas yang masuk ke tubuh saya. Toh gamis menutupi hampir seluruh tubuh saya kecuali kepala. Tidak ada bekas kebakar di tubuh walaupun matahari bersinar sangat terik dan panas.
Di perjalanan umroh kedua saya, cuaca kebetulan dingin. Dengan menggunakan gamis, dinginnya cuaca tidak terlalu terasa ke tubuh saya. Gamis menahan dinginnya cuaca dan membuat tubuh saya lebih hangat. Sepertinya gamis ini cocok untuk segala cuaca. Saat panas, ia menolak panas dan saat dingin ia menolak dingin.
Tapi jangan senang dulu, itu khusus di tempat yang kelembabannya rendah.
Kalau gamis dibawa ke Indonesia, maka anda akan merasa sangat panas saat hari panas, bahkan keringat mengucur deras karena gamis tersebut menambah panas yang masuk ke dalam tubuh. Seperti berada di sauna.
Ketika dingin, tebalnya gamis yang tidak seberapa tidak terlalu berpengaruh kepada kehangatan tubuh anda. Jadi memang gamis tidak terlalu cocok dipakai untuk iklim Indonesia yang kelembabannya tinggi. Tapi kalau dipakai untuk sekedar shalat berjamaah di masjid tanah air, gamis sangat praktis untuk digunakan.
Ngomongin tentang cuaca, di Saudi Arabia cuacanya sering berubah sesuai bulannya dan tidak seperti di Indonesia yang selalu sama sepanjang tahun. Beberapa tahun terakhir ini, waktu umroh dimulai kira-kira Bulan Oktober setelah berakhirnya musim haji. Nah bulan-bulan akhir tahun itu biasanya cuaca di sana mulai dingin, dan mencapai puncaknya di Bulan Desember menjelang tahun baru.
Setelah tahun baru, cuaca perlahan-lahan naik dan mulai terasa panas di akhir Maret atau awal April. Nanti puncak panasnya setelah selesai bulan puasa, atau bulan Juni dan Juli dan itu artinya menjelang masuknya musim haji.
Perjalanan umroh pertama saya waktu itu berlangsung di akhir Maret hingga awal April 2018. Waktu itu cuaca mulai panas, pernah sampai 40 derajat celcius di siang hari. Walaupun panas, tapi tidak serta merta kita banjir keringat karena kelembaban udaranya sangat rendah, cuma sekitar 40%, dibandingkan di Indonesia yang kelembaban udaranya mencapai 90%.
Pas perjalanan umroh kedua yang berlangsung di awal Januari 2019, cuacanya mirip dengan cuaca puncak. Dingin sekali pada pagi hari dan malam hari, biasa saja saat siang hari.
Di antara Mekkah dan Madinah, cuaca Madinah umumnya lebih dingin sedikit daripada Mekkah. Kalau di Madinah cuacanya 30-35 derajat celcius, maka di Mekkah bisa mencapat 40 derajat celcius. Jika di Madinah 15-20 derajat celcius, maka di Mekkah bisa mencapai 30 derajat celcius.
Bagi laki-laki tak perlu kuatir dengan cuaca, tinggal bermodal gamis untuk menghadapi kedua jenis cuaca sudah cukup. Kalau yang dingin, mungkin ditambah jaket yang agak tebal dikit sudah lebih dari cukup untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya cuaca sekitar.
Bagi perempuan silakan menyesuaikan dengan kondisi yang ada, karena saya tak pengalaman untuk pakaian yang digunakan perempuan saat umroh, baik umroh pertama maupun umroh kedua.
bersambung ke bagian kesembilan.