KAYANYA GAMA PALING BUNCIT DEH

Pilpres memang masih 2,5 bulan. Masih banyak yang bakal terjadi.

Bakal ada kejutan sana-sini.

Bakal ada blunder dari pihak-pihak yang bertanding.

Bakal ada borok-borok yang dibuka sebelum pemilihan.

Namun, melihat kondisi saat ini, kok rasanya GAMA bakal jadi nomor buncit ya.

Kenapa begitu?

Memang GAMA punya elektabilitas tertinggi kedua saat ini. Capresnya malah pernah mencapai elektabilitas tertinggi beberapa bulan lalu sebelum negara api menyerang.

Cawapresnya tidak kalah berkualitas. Termasuk calon yang nyaris tanpa cela dan sederet rekam jejak yang keren.

Keduanya adalah pasangan sempurna untuk pilpres ini. Elektabilitas ditambah rekam jejak bagus, maka kemenangan hanya menunggu waktu.

Tapi benarkah itu?

Sebelum negara api menyerang, sang capres telah memaparkan visi misi yang sejalan dengan penguasa saat ini. Yang baik-baik dilanjutkan, yang kurang baik, jika ada, diperbaiki sambil jalan.

Visinya juga sejalan dengan penguasa saat ini, ada kata-kata Indonesia Emas 2045.

Artinya sang capres memproklamirkan dirinya sebagai penerus atau pewaris penguasa saat ini.

Partainya sama. Sering bertemu dan berkomunikasi. Sempat diendorse oleh penguasa waktu itu. Bahkan rencana jangka pendek dan jangka panjangnya pun sama.

Pendeknya, jika dia terpilih, tentu kebijakan negara tidak ada yang berubah. Pembangunan yang sudah pesat ini terus dilanjutkan dan digaspol supaya Indonesia jadi negara maju. Demikian kira-kira taglinenya.

Namun setelah negara api menyerang, tiba-tiba partai tempat capres bernaung, mengkritik penguasa saat ini.

Penguasa yang didukung penuh oleh partai.

Penguasa yang didukung penuh oleh sang capres.

Penguasa yang didukung penuh oleh sang cawapres.

Tiba-tiba bilang bahwa korupsi masih tinggi dan penegakan hukum rendah.

Lah kan sampeyan sendiri yang ngedukung, kenapa malah sekarang mengkritik?

Memang serangan negara api sangat dahsyat, sehingga yang tadinya mendukung, tiba-tiba jadi mengkritik, bahkan disamakan dengan masa orde baru yang persepsi untuk saat ini masa itu adalah masa kelam sejarah Indonesia.

Akhirnya strategi yang tadinya sebagai penerus, sebagai pewaris penguasa, serta-merta rontok dan diambil oleh pasangan lain yang dipersepsikan lebih direstui oleh penguasa.

Mau jadi penerus, tapi yang pegang kekuasaan maunya yang lain.

Mau jadi pembeda atau perubahan, tapi rekam jejak gak bisa bohong karena terlibat langsung dengan kezaliman penguasa lewat kasus wadas dan pembubaran organisasi Islam ternama.

Akhirnya yang ditawarkan adalah Indonesia bisa maju lebih cepat, dengan memposisikan diri sebagai penguasa sekaligus oposisi.

Apa salahnya berdiri dua kaki seperti itu? Kan ini namanya main aman dan penting tuk rekonsiliasi bangsa.

Betul, memang ini main aman dan memang negara kita butuh rekonsiliasi setelah 9 tahun terakhir terpecah dan dipelihara untuk terpecah. Tapi kok strateginya gak cocok ya kalau main dua kaki.

Saya jadi ingat kata ahli strategi dunia usaha, yaitu Michael Porter yang pernah merumuskan Competitive Advantage. Menurutnya sebuah usaha dapat bertahan dari kompetisi hanya dan hanya jika memilih salah satu dari strategi Cost Leadership atau Differensiasi. Namun tidak boleh keduanya.

Cost Leadership adalah berbiaya murah. Differensiasi adalah bernilai tinggi. Keduanya bertolak belakang satu sama lain dan tidak boleh digabung atau dikombinasikan.

Menjadi penerus penguasa dengan melanjutkan yang sudah ada, akan sangat berbeda dengan yang menawarkan perubahan dengan mengkritik, mengkoreksi atau mengganti kebijakan saat ini.

Salah satu strategi diperlukan untuk mendapatkan hati para pemilih. Apakah melanjutkan yang ada atau melakukan perubahan.

Jadi dengan memilih berdiri di dua kaki, maka GAMA sebenarnya lagi berada di kondisi stuck in the middle menurut Porter, atau tidak bisa berbuat banyak karena bingung.

Itulah kenapa GAMA saya sebut bakal menjadi pasangan nomor buncit.

Hal ini bukan ngarang bebas ya. Sudah ada contohnya tahun 2009 lalu saat JK maju melawan SBY dengan tagline, yang kurang lebih sama dengan GAMA, yaitu “lebih cepat lebih baik.”

JK saat itu dianggap sebagai penerus rezim sekaligus sebagai pengkritik rezim. Walaupun di debat capres tampil memukau, namun di hasil suara JK nomor buncit.

Apakah GAMA akan nomor buncit juga? Wallahualam

Sempat Nunggu 40 Menit Tuk Nunggu Bus Pengumpan

Hari jumat lalu, hari terakhir masuk kantor di tahun 2017, saya pulang kantor agak lebih cepat dari biasanya. Lebih cepat cuma 15 menitan sih dari biasanya. Di depan kantor saya tidak ada bus pengumpan ke arah tujuan saya. Memang ada bus pengumpan, tapi ke arah sebaliknya.

Saya pun memilih untuk jalan kaki menuju halte bus pengumpan terdekat. Jalan kaki membutuhkan waktu sekitar 10 menit dari keluar gedung kantor. Pas sampai di halte bus pengumpan yang dituju, eh bus pengumpannya datang.

Sebenarnya yang datang sih bukan bus pengumpan yang sebenarnya. Bus pengumpan yang datang tersebut harusnya lewat tol dari halte sebelumnya. Namun karena jalanan saat itu relatif sepi, bus pengumpannya tidak lewat tol. Toh cepat juga lewat jalan arteri.

Karena saya berangkat 15 menit lebih awal daripada biasanya, saya pun sampai ke halte berikutnya juga lebih cepat. Langsung saya pikir, wah kalau begini ceritanya bisa sampai rumah lebih cepat lagi. Rekor nih!

Saya pun mengulang kegiatan yang saya lakukan hari-hari sebelumnya. Transit di halte busway yang sepi namun saya yakin dilewati oleh bus pengumpan. Sambil menunggu saya membaca sebuah novel.

Ketika menunggu sekitar 10 menit, ada bus pengumpan yang lewat depan komplek rumah saya datang. Tapi dia tidak berjalan di jalur busway. Saya pikir karena memang jalanan agak sepi, wajarlah bagi dia tidak lewat jalur busway. Mungkin dengan lewat jalur biasa akan dapat penumpang lebih banyak.

Beberapa menit kemudian saya melihat di layar kedatangan bus di halte busway yang saya singgahi. Ada jadwal bus pengumpan yang biasa saya naiki. Menurut layar tersebut, bus pengumpan akan datang dalam waktu 19 menit lagi.

Saya kembali membaca novel yang saya bawa. Berulang kali saya temui orang masuk dan keluar halte karena memang halte tersebut tidak terlalu rame. Paling-paling begitu mencapai lima atau enam orang, bus akan datang dan mereka hilang.

Saya lihat kembali di layar, rupanya bus pengumpan akan datang tidak lama lagi. Yaitu empat menit lagi. Saya pun mulai siap-siap dan mempercepat bacaan novel saya.

Saat itu saya hanya sendirian dan ada petugas transjakarta yang mungkin sudah melihat saya dari tadi. Dia memanggil saya untuk mendekat kepadanya, dan dia menanyakan tujuan saya.

Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin naik bus pengumpan yang lewat depan komplek rumah saya. Dia katakan bahwa bus tersebut tidak lewat halte itu lagi.

Saya katakan juga kepadanya, bahwa kemarin malam saya naik bus pengumpan yang sama masih lewat.

Dia pun menambahkan, bahwa informasi yang dia berikan adalah baru. Baru saja siang ini diperbarui dan efektif berlaku sore hari.

Lalu saya tanya kembali, lewatnya di halte yang mana saja? Dia memberitahukan beberapa halte di depan saya. Masalahnya busway yang menuju halte depan saya masih di atas 20 menit lagi.

Lalu saya bertanya kembali, apakah lewat halte sebelumnya, halte yang lebih besar daripada halte yang saya singgahi sekarang? Dia menjawab iya. Saya lihat kembali di layar jadwal kedatangan ke arah halte sebelumnya masih 18 menit lagi.

Padahal bus pengumpan yang berikutnya jaraknya tinggal 14 menit lagi…wah, saya harus mengorbankan waktu 30 menit lagi donk kalau begitu. Ini aja udah 30 menit berlalu menunggu.

Untunglah beberapa menit kemudian bus datang menuju ke arah halte sebelumnya. Saya pun segera naik dan turun di halte berikutnya. Masih ada sekitar 12 menit lagi yang dibutuhkan agar bus pengumpan datang. Saya pun menunggu dan merasa yakin bahwa bus pengumpan kali ini akan singgah di halte tempat saya berada.

Dua belas menit berlalu, bus pengumpan pun datang. Tidak terlalu rame isi penumpangnya. Saya bisa duduk di dalam bus. Ada sedikit penerangan di dalam bus, sehingga saya bisa melanjutkan membaca novel di dalam bus.

Total sudah lebih dari 40 menit saya menunggu bus pengumpan sejak singgah di halte sepi itu pertama kali. Untungnya saya berhasil membaca lebih banyak halaman novel karena menunggu 40 menit tersebut, sehingga tidak terlalu terasa lama menunggu.

Akhirnya saya pun sampai di depan komplek rumah, sekitar satu setengah jam dari sejak saya menunggu di halte tersebut. Andaikata waktu itu hanya menunggu sekitar 10 menit dari singgah di halte, maka seharusnya saya bisa lebih cepat 10 menit sampai ke rumah dari biasanya.

Inilah dinamika naik angkutan umum. Perbandingan antara cepat dan lambatnya bisa sangat bervariasi. Dan variasi itu bisa berjarak 1-2 jam dari biasanya.

Betul-betul membutuhkan kesabaran ekstra dan perjuangan pantang menyerah.

Apakah saya kapok naik angkutan umum? Bisa iya, bisa tidak!

Kita lihat besok saat sudah normal kembali di tanggal 2 Januari 2018.