Hari jumat lalu, hari terakhir masuk kantor di tahun 2017, saya pulang kantor agak lebih cepat dari biasanya. Lebih cepat cuma 15 menitan sih dari biasanya. Di depan kantor saya tidak ada bus pengumpan ke arah tujuan saya. Memang ada bus pengumpan, tapi ke arah sebaliknya.
Saya pun memilih untuk jalan kaki menuju halte bus pengumpan terdekat. Jalan kaki membutuhkan waktu sekitar 10 menit dari keluar gedung kantor. Pas sampai di halte bus pengumpan yang dituju, eh bus pengumpannya datang.
Sebenarnya yang datang sih bukan bus pengumpan yang sebenarnya. Bus pengumpan yang datang tersebut harusnya lewat tol dari halte sebelumnya. Namun karena jalanan saat itu relatif sepi, bus pengumpannya tidak lewat tol. Toh cepat juga lewat jalan arteri.
Karena saya berangkat 15 menit lebih awal daripada biasanya, saya pun sampai ke halte berikutnya juga lebih cepat. Langsung saya pikir, wah kalau begini ceritanya bisa sampai rumah lebih cepat lagi. Rekor nih!
Saya pun mengulang kegiatan yang saya lakukan hari-hari sebelumnya. Transit di halte busway yang sepi namun saya yakin dilewati oleh bus pengumpan. Sambil menunggu saya membaca sebuah novel.
Ketika menunggu sekitar 10 menit, ada bus pengumpan yang lewat depan komplek rumah saya datang. Tapi dia tidak berjalan di jalur busway. Saya pikir karena memang jalanan agak sepi, wajarlah bagi dia tidak lewat jalur busway. Mungkin dengan lewat jalur biasa akan dapat penumpang lebih banyak.
Beberapa menit kemudian saya melihat di layar kedatangan bus di halte busway yang saya singgahi. Ada jadwal bus pengumpan yang biasa saya naiki. Menurut layar tersebut, bus pengumpan akan datang dalam waktu 19 menit lagi.
Saya kembali membaca novel yang saya bawa. Berulang kali saya temui orang masuk dan keluar halte karena memang halte tersebut tidak terlalu rame. Paling-paling begitu mencapai lima atau enam orang, bus akan datang dan mereka hilang.
Saya lihat kembali di layar, rupanya bus pengumpan akan datang tidak lama lagi. Yaitu empat menit lagi. Saya pun mulai siap-siap dan mempercepat bacaan novel saya.
Saat itu saya hanya sendirian dan ada petugas transjakarta yang mungkin sudah melihat saya dari tadi. Dia memanggil saya untuk mendekat kepadanya, dan dia menanyakan tujuan saya.
Saya katakan kepadanya bahwa saya ingin naik bus pengumpan yang lewat depan komplek rumah saya. Dia katakan bahwa bus tersebut tidak lewat halte itu lagi.
Saya katakan juga kepadanya, bahwa kemarin malam saya naik bus pengumpan yang sama masih lewat.
Dia pun menambahkan, bahwa informasi yang dia berikan adalah baru. Baru saja siang ini diperbarui dan efektif berlaku sore hari.
Lalu saya tanya kembali, lewatnya di halte yang mana saja? Dia memberitahukan beberapa halte di depan saya. Masalahnya busway yang menuju halte depan saya masih di atas 20 menit lagi.
Lalu saya bertanya kembali, apakah lewat halte sebelumnya, halte yang lebih besar daripada halte yang saya singgahi sekarang? Dia menjawab iya. Saya lihat kembali di layar jadwal kedatangan ke arah halte sebelumnya masih 18 menit lagi.
Padahal bus pengumpan yang berikutnya jaraknya tinggal 14 menit lagi…wah, saya harus mengorbankan waktu 30 menit lagi donk kalau begitu. Ini aja udah 30 menit berlalu menunggu.
Untunglah beberapa menit kemudian bus datang menuju ke arah halte sebelumnya. Saya pun segera naik dan turun di halte berikutnya. Masih ada sekitar 12 menit lagi yang dibutuhkan agar bus pengumpan datang. Saya pun menunggu dan merasa yakin bahwa bus pengumpan kali ini akan singgah di halte tempat saya berada.
Dua belas menit berlalu, bus pengumpan pun datang. Tidak terlalu rame isi penumpangnya. Saya bisa duduk di dalam bus. Ada sedikit penerangan di dalam bus, sehingga saya bisa melanjutkan membaca novel di dalam bus.
Total sudah lebih dari 40 menit saya menunggu bus pengumpan sejak singgah di halte sepi itu pertama kali. Untungnya saya berhasil membaca lebih banyak halaman novel karena menunggu 40 menit tersebut, sehingga tidak terlalu terasa lama menunggu.
Akhirnya saya pun sampai di depan komplek rumah, sekitar satu setengah jam dari sejak saya menunggu di halte tersebut. Andaikata waktu itu hanya menunggu sekitar 10 menit dari singgah di halte, maka seharusnya saya bisa lebih cepat 10 menit sampai ke rumah dari biasanya.
Inilah dinamika naik angkutan umum. Perbandingan antara cepat dan lambatnya bisa sangat bervariasi. Dan variasi itu bisa berjarak 1-2 jam dari biasanya.
Betul-betul membutuhkan kesabaran ekstra dan perjuangan pantang menyerah.
Apakah saya kapok naik angkutan umum? Bisa iya, bisa tidak!
Kita lihat besok saat sudah normal kembali di tanggal 2 Januari 2018.