PEMILU PILIH PARTAI?

S: “Dua setengah bulan lagi pemilu loh. Dah tahu mau milih siapa?”
T: “Lah kan jelas mau milih Pak **ow* nanti.”
S: “Bukan itu maksudnya. Yang pemilihan anggota dewan, mau milih siapa?”
T: “Ah pilih partai yang mendukung Pak **ow* aja.”
S: “Tapi kan sekarang pemilihannya serentak, pilih partai tidak mempengaruhi seorang calon presiden bisa maju atau tidak.”

T: “Iya sih, habis tidak ada yang kenal sih calonnya. Masih bisa kan pilih partai?”Perbincangan di atas benar-benar terjadi antara S (saya) dengan T (teman) saya beberapa waktu lalu. Pemilu kali ini walaupun tinggal dua bulan lebih sembilan hari lagi, tapi masih ada saja beberapa orang yang belum tahu akan memilih siapa nanti. Bukan pilihan presiden, tapi pilihan anggota dewan.

Pemilihan Presiden saya rasa sudah banyak orang menetapkan pilihan. Bagi para fans garis keras Jokowi, atau yang dikenal dengan sebutan Cheby, tentu sudah mengkampanyekan beliau untuk dua periode bahkan sejak beberapa tahun lalu. Kemungkinan besar, dengan probabilitas 99,99% akan memilih Pak Jokowi dalam pemilu 17 April 2019.

Bagi para fans garis keras Prabowo, atau bagian dari kaum Kempi, tentu sudah yakin bahwa Pak Prabowo lah yang mampu membawa negara kita menuju kemakmuran. Kemungkinan dengan probabilitas yang sama yaitu 99,99% akan memilih Pak Prabowo dua bulan lagi.

Masalahnya pemilu kali ini bukan hanya pemilihan presiden. Ada pemilihan anggota DPR RI, DPRD tingkat I, DPRD tingkat II dan DPD.

DPR RI, DPRD tingkat I dan DPRD tingkat II calon anggotanya berasal dari partai. Ada 20 partai yang resmi terdaftar ikutan pemilu tahun 2019 ini. Empat partai di antaranya khusus berada di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 16 partai lain berada di seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

Khusus untuk DPD, calonnya tidak berasal dari partai. Calon DPD ini nantinya lebih dikenal sebagai senator daerah, yaitu orang yang benar-benar mewakili daerah atau provinsinya masing-masing.

Apakah kita sudah tahu mau pilih siapa di pemilu serentak nanti?

Paling tidak, apakah sudah tahu siapa-siapa saja calonnya?

Barangkali anda akan menjawab, “Ah saya mah pilih partai pendukung Pak **ow* aja! Supaya ketika dia menang nanti kebijakannya didukung oleh parlemen.”

Logika tersebut memang masuk akal. Tapi itu berlaku hanya sampai pemilu tahun 2014.

Kenapa hal tersebut sudah tidak berlaku lagi saat ini?

Karena ada tiga hal yang menyebabkan memilih calon hanya karena dari partai sudah ketinggalan jaman.

Pertama,
Memilih partai bukan untuk mendukung calon anda untuk maju jadi calon presiden.

Tentu hal ini sudah tahu kan ya?

Belum tahu juga?

Masa sih?

Jangan sampai anda mikir, “Saya bakal milih PDIP, karena nanti pasti PDIP mencalonkan Pak Jokowi jadi Presiden.”

Atau jangan pula kira-kira mengatakan seperti ini, “Saya mah pilih Gerindra aja. Gerindra menang kan Pak Prabowo Presiden.”

Untuk yang ini tidak perlu dijelaskan lagi ya…

Kedua,
Memilih partai bukan berarti memilih dukungan parlemen untuk presiden pilihan anda.

Ingat di jaman Pak SBY atau Pak Jokowi awal-awal menjadi Presiden? Apakah kedua presiden tersebut memiliki pendukung mayoritas di parlemen?

Pak SBY sewaktu menjadi presiden, partai pendukung terkuatnya, Partai Demokrat hanya memiliki tujuh persen suara nasional. Pak Jusuf Kalla, sang Wakil Presiden saat itu pun tidak didukung oleh partai yang menjadi tempatnya berlabuh, Partai Golkar. Sehingga praktis saat Pak SBY awal mula memerintah, dukungan parlemen kepadanya sangat minim.

Pak Jokowi pun saat awal menjadi presiden tidak memiliki dukungan mayoritas parlemen. Memang tidak sekecil dukungan parlemen pas jaman Pak SBY, tapi yang pasti bukan mayoritas. Malah pada awal mula ketika anggota dewan yang terhormat baru dilantik dan memilih pimpinannya, partai-partai pendukung Pak Jokowi tidak mendapatkan kursi-kursi strategis di parlemen.

Namun godaan kekuasaan sangat kuat, bahkan sangat menggiurkan. Perlahan tapi pasti, Pak SBY dan Pak Jokowi mendapatkan dukungan mayoritas parlemen tidak lama setelah memerintah. Malah kebanyakan dari partai-partai tersebut mendukung keduanya untuk maju dalam pemilihan presiden periode kedua.

Bisa saja saat ini partai yang anda pilih mendukung calon presiden pilihan anda. Namun bila calon presiden anda tidak terpilih, dan partai tersebut “butuh” untuk turut ikut andil mencicipi lezatnya kue kekuasaan, maka bisa saja kebijakannya partainya berubah menjadi mendukung calon presiden yang bukan pilihan anda.

Atau bisa jadi calon presiden pilihan anda menang dan partai yang anda pilih merupakan salah satu pendukung calon presiden anda. Lalu karena dinamika politik, partai yang anda pilih memiliki konflik dengan presiden terpilih, sehingga tidak merasakan lezatnya kue kekuasaan. Partai tersebut pun berganti arah menjadi oposisi untuk presiden terpilih.

Banyak contoh yang sudah terjadi dalam alasan pertama ini. Contoh yang paling jelas adalah Partai Golkar yang awalnya tidak mendukung Pak SBY dan Pak Jokowi di awal masa pemerintahannya, namun akhirnya mendekat dan menjadi pendukung kedua presiden tersebut.

Ketiga,
Memilih partai bukan berarti calon terbaik partai yang jadi anggota dewan.

Ingat ya, di pemilu itu memang ada dua pilihan agar coblosan anda nanti dianggap sah oleh panitia pemilu di dekat rumah anda.

Pilihan pertama adalah mencoblos partai, baik lambangnya, namanya, nomornya dan sesuatu yang menunjukkan bahwa posisi yang anda coblos pas kena ke partai tersebut.

Pilihan kedua adalah mencoblos satu nama di bawah lambang, nomor dan nama partai. Ada beberapa nama disertai nomor urut yang tersedia untuk dicoblos, dan selama anda mencoblos di dalam kotak yang menunjukkan nomor urut atau nama tersebut, maka coblosan anda sah. Malah sahnya dua kali, yaitu sah karena memilih nama disertai nomor urut calon anggota dewan dan sah karena sudah memilih partai.

Untuk pilihan pertama di atas, hasil coblosan anda hanya akan digunakan untuk menentukan jumlah kuota anggota dewan dari partai yang anda pilih. Misalkan kuota dari satu daerah pemilihan adalah 6 anggota dewan. Jumlah suara sah di daerah pemilihan tersebut adalah 600 suara. Artinya setiap satu anggota dewan mewakili 100 suara sah yang didapat dari 600 suara sah dibagi 6.
Jika partai yang anda pilih jumlah suaranya adalah 101 suara sah, maka partai tersebut berhak mendapatkan satu kursi anggota dewan. Namun siapa yang berhak dari beberapa nomor urut calon yang bersaing di partai tersebut?

Itulah gunanya memilih nama orang langsung. Bila memilih partai, maka suara kita hanya sampai hitungan 101 suara sah. Namun orangnya bukan kita yang milih, tergantung kepada calon mana dari 101 suara sah yang memperoleh suara sah terbanyak di partai tersebut. Dia lah yang kemudian berhak melenggang sebagai anggota dewan dari partai tersebut.

Jadi, bila kita memilih langsung nama orang dan nomor urutnya, maka pilihan kita akan masuk dalam dua hitungan. Hitungan pertama dari jumlah suara sah partai. Hitungan kedua dari jumlah suara sah calon yang kita pilih.

Sehingga bila kita semua memilih calon anggota dewan terbaik menurut kita, maka bisa saja nantinya anggota dewan akan diisi oleh orang-orang terbaik di negeri ini.
Tentu kita tidak mau lagi mendengar kata-kata dari anggota dewan seperti “ngeri-ngeri sedap” atau “masuk barang tuh”. Masih ingat kan?

Setelah ini lalu bagaimana?

Ya kenali calon anggota dewan di daerah pemilihan anda. Ada nama, foto bahkan biodata diri anggota dewan. Beberapa malah sudah menyesaki desa dan kota anda dengan spanduk dan stikernya. Beredar sejak mulai anda keluar rumah hingga anda masuk rumah lagi. Malah seringkali spanduk dan stikernya dipasang di pagar, pekarangan atau bagian lain dari rumah anda.
Tapi apakah itu cara terbaik mengenal calon terbaik anda?

Saya punya kabar gembira untuk yang tinggal di daerah pemilihan Jawa Tengah IX, Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kota Tegal. Saya memiliki rekomendasi calon anggota dewan dari daerah pemilihan tersebut.

Namanya adalah Dr. Ir. HARRIS TURINO, M.Si.,M.M.

Doktor ekonomi jebolan Universitas Indonesia ini adalah pemegang rekor MURI untuk lulusan doktor ekonomi bidang manajemen stratejik tercepat se-Indonesia. Pengetahuannya tentang ekonomi tentu tidak perlu diragukan lagi karena sudah pasti setara dengan pengamat ekonomi senior Faisal Basri atau Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kemampuan kepemimpinannya sudah teruji dari sejak dia bergabung di kepolisian. Memang dia bukan polisi reserse yang menyelidiki kasus pembunuhan ataupun kasus korupsi. Dia adalah salah satu staf pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian di Jakarta, sekaligus menjadi dosen di berbagai perguruan tinggi dan saat ini menjabat sebagai ketua alumni Sekolah Tinggi Prasetiya Mulya, tempat Pak Basuki Tjahaja Purnama mengambil kuliah pasca sarjananya.

Doktor Harris Turino menjadi calon anggota DPR RI lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) nomor urut 2.

Selain itu saya juga memiliki kabar gembira untuk anda yang bermukim di daerah pemilihan Jawa Barat VI, Kota Depok dan Kota Bekasi. Saya memiliki rekomendasi calon anggota dewan dari daerah pemilihan tersebut. Jika sebelumnya calon yang saya rekomendasikan adalah laki-laki dengan gelar doktor, maka calon yang satu ini adalah perempuan dengan gelar dokter.

Namanya adalah dr. SYAHNIDAR HELVIANI

Dokter umum jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi ini sudah aktif berorganisasi sejak masih bersekolah di bangku SMP. Waktu itu organisasi yang diikutinya adalah Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Keahlian organisasinya makin terasah saat aktif ikut di berbagai organisasi saat masa kuliah.

Bakat kepemimpinannya pun juga teruji ketika pernah menjabat menjadi dokter tentara di Komando Distrik Militer (Kodim) Bekasi. Kebiasaan disiplin di ketentaraan terbawa dalam kehidupan sehari-harinya termasuk saat berorganisasi.

Sebagai praktisi di bidang kesehatan (dokter), dia sudah paham segala permasalahan yang dialami oleh masyarakat sebagai penerima jasa manfaat kesehatan dan juga para dokter sebagai pemberi jasa manfaat kesehatan.

Dokter Syahnidar Helviani menjadi calon anggota DPR RI lewat Partai Demokrat nomor urut 3.

Lalu bagaimana cara mengenal calon di daerah pemilihan anda?

Yang perlu dilakukan hanyalah akses website KPU. Lalu cari daerah pemilihan anda. Cari nama-nama calon yang menurut anda perlu anda telaah lebih lanjut rekam jejaknya. Kalau perlu, hubungi yang bersangkutan secara pribadi.

Bisa dari akun sosial medianya.

Bisa ngobrol dengannya, supaya tahu visi dan misinya.

Sedikit bocoran dari saya…

Bila calon yang anda ingin hubungi untuk ketemu langsung susah untuk dihubungi atau ditemui, maka apa jadinya bila saat dia terpilih nanti?

Jadi gunakan dua bulan ini sebaik-baiknya, temui sebanyak-banyaknya calon agar anda mengenal calon anda dan tidak ragu lagi dalam memilih dalam pemilu ini.

Masih pilih partai di pemilu kali ini?