Jika anda suka berjalan kaki di jalanan Jakarta, tentunya anda sering ingin menyebrang jalan, namun tidak tersedia jembatan penyebrangan atau zebra cross di dekat anda berada. Akhirnya anda terpaksa menyebrang jalan melewati arus lalu lintas yang lewat di jalan tersebut. Namun kadang anda kesulitan menyebrang jalan karena penuh dan cepatnya arus lalu lintas yang sedang lewat. Apalagi jika arus lalu lintas tersebut dipenuhi oleh kerumunan sepeda motor.
Saya sering mengalami kesulitan tersebut, terutama di sore hari ketika akan pulang. Rumah saya dekat dengan jalan dua arah dengan masing-masing arah terdiri dari dua lajur. Ketika saya menyebrang di arah yang sibuk dengan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor, maka saya hanya sukses menyebrang ketika semua kendaraan bermotor, terutama sepeda motor sudah benar-benar habis, dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan hingga bermenit-menit.
Sejak kecil saya sudah biasa menyebrang karena memang waktu masih duduk di bangku sekolah dulu minimal saya menyebrang jalan raya dua kali. Jadi menyebrang bukan lagi hal yang baru bagi saya. Bahkan saya dapat menyebrang di sela-sela mobil yang berjalan cukup cepat, selama itu hanya maksimal dua lajur. Kenapa hanya dua lajur? Karena kalau cuma dua lajur artinya kita hanya perlu antisipasi dua kendaraan sekaligus, yaitu kendaraan yang berada di lajur yang dekat dengan kita dan kendaraan yang berada di lajur yang jauh dengan kita. Jika ada 3 lajur atau lebih, maka tingkat kesulitan menyebrangnya akan menjadi lebih sulit karena harus mengantisipasi tiga kendaraan yang berjalan di tiga lajur berbeda sekaligus.